Belajar dari Sejarah, Pemerintah Tak Perlu Gagap Tangani PMK

Wabah PMK pernah terjadi di Indonesia tahun 1986.

wabah pmk mojok.co

Ilustrasi hewan ternak sapi (Antara/Yude)

MOJOK.COKasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak sapi di Indonesia semakin meluas. Berdasarkan data Siaga PMK Kementerian Pertanian, pada Juli 2022 kasus ini sudah ditemui di 21 provinsi atau 231 kabupaten/kota.

Data tersebut menjabarkan ada 318,066 hewan ternak dinyatakan sakit dan 2.021 ternak mati. Sedangkan 107.096 hewan ternak yang terpapar PMK bisa sembuh sehingga 3.489 ekor bisa dilakukan pemotongan bersyarat.

Data yang berbeda disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebanyak 257.733 hewan ternak terpapar PMK dan mati di 21 provinsi. Sedangkan yang sembuh sebanyak 68.112 ekor.

“Data yang berbeda ini menandakan kita gagap dalam menghadapi PMK,” ujar anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam diskusi publik PMK dan Derita Peternak di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (06/07/2022).

Menurut Yeka, seharusnya pemerintah tak perlu gagap dalam menangani wabah tersebut. Indonesia pernah mengalami kejadian serupa pada tahun 1986 silam.

Banyak pejuang PMK yang membebaskan Indonesia dari wabah tersebut masih ada. Semua arsip penanganan juga masih bisa ditemukan dan dipelajari.

“Kalau kemudian sekarang ini kita gagap, harusnya itu tidak perlu terjadi. Sebab dampaknya bisa berakibat fatal, bahkan peternak yang kaya bisa berkurang, yang sedang bisa habis [ternaknya]. Ini yang perlu disadari pemerintah untuk direspon cepat,” tandasnya.

Yeka menambahkan, kasus PMK di Indonesia saat ini sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Sekitar tahun 2015, kasus ini terindikasi kuat sudah ditemukan namun ditutup-tutupi.

Kasus PMK ditemukan di Gunung Sindur, Tangerang, Jakarta dan Blora.  Kalau saat itu pemerintah sudah tanggap, maka hari-hari ini wabah tersebut tidak perlu terjadi secara lebih luas.

Mestinya bila tidak ditutup-tutupi maka penanganan bisa dilakukan secara maksimal. Dua lembaga seperti badan karantina dan otoritas veteriner bisa berperan untuk menangani masalah tersebut.

“Badan karantina bisa mengatur lalu lintas ternak karena alasan meluasnya wabah karena dari lalu lintas ternak. Apapun alasannya karena akibat pergerakan ternak, jika penanganan di 2015 konsekuensinya dilakukan mungkin bisa saja tidak meluas,” ujarnya.

Sementara Kepala Balai Besar Veteriner Wates, Hendra Wibawa mengungkapkan PMK sudah menyebar di kawasan Asia Tenggara sejak 2001. Baru pada tahun 2020 kasus PMK masuk ke Indonesia.

“Jika kita bicara epidemiologi terjadi peningkatan sejak tahun 2001 di Asia Tenggara,” jelasnya.

Hendra menambahkan, pemerintah bukan tidak menangani PMK. Saat ini ada Satgas PMK yang terdiri dari banyak komponen yang dikepalai oleh Kepala BNPB dan Kementerian Pertanian sebagai Satgas PMK

Posko-posko pun sudah dibuka sebelum ada Satgas untuk melakukan beberapa mitigasi. Tetapi sekali lagi, di lapangan tidak semudah apa yang ada di surat edaran.

Contohnya pencegahan sudah dilakukan sejak pertama dari Jawa Timur, Jawa Tengah,  DIY sampai Aceh. Vaksinasi sudah dilakukan sebanyak 800.000 dosis dari total target awal sebanyak 3.000. 000 dosis.

“Vaksinasi sudah dilakukan walaupun belum semua, tetapi vaksinasi bukan kunci pertama. Kunci pertama adalah biosecurity yaitu ada peningkatan biosecurity yang kuat dan membatasi lalu lalang orang ke kandang,” imbuhnya.

BACA JUGA Akademisi UI: Wabah PMK Tak Akan Turunkan Potensi Ekonomi Idul Adha

Exit mobile version