MOJOK.CO – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI baru saja menemukan 6.001 tautan yang teridentifikasi melakukan penjualan obat sirop terkontaminasi zat berbahaya perusak ginjal. Dari patroli siber didapat pada platform situs, media sosial, dan e-commerce di Indonesia.
Balai BPOM DIY meminta masyarakat berhati-hati dalam membeli obat-obatan. Pembelian obat perlu dilakukan di sumber-sumber yang resmi dan memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).
“Kalau membeli obat, khususnya obat keras jangan di sumber yang tidak resmi. Pembelian obat harus dilakukan di sumber yang resmi seperti di apotek, puskesmas, rumah sakit dan toko obat yang berizin,” ujar Kepala BPOM DIY, Trikora Mustikasari disela Registrasi Pangan Olahan di Yogyakarta, Rabu (02/11/2022).
Konsumsi obat-obatan sirop yang diizinkan pun, menurut Trikora juga harus dilakukan dalam batas aman. Penggunaan obat sirop harus dengan takaran yang tepat.
“Jangan sampai masyarakat meminum obat dengan penggunaan yang salah ataupun penyalahgunaan,” ujarnya.
Menurut Trikora, BPOM DIY masih melakukan penarikan obat-obatan sirop berbahaya yang dilarang edar oleh BPOM pusat. Penarikan dilakukan secara berkelanjutan karena tidak bis dilakukan dalam waktu singkat.
Namun rekap produk yang dilarang belum bisa dilakukan hingga saat ini dari distributor, industri farmasi dan sarana pelayanan kefarmasian. Sebab jumlah sarana pelayanan seperti toko obat dan apotek cukup banyak di DIY yang mencapai 800-an apotek dan toko obat.
BPOM DIY juga melakukan pengawalan dalam proses penarikan obat-obat yang tidak boleh dikonsumsi karena mengandung cemaran yang melebihi batas. Termasuk pengawasan ke industri farmasi hingga ke distributor.
“Pengawalan kami lakukan agar produk-produk yang tidak boleh dijual otomatis ditarik dari distributor ataupun industri farmasi,” tandasnya.
Trikora menambahkan, pihaknya berkoordinasi dengan sejumlah organisasi profesi seperti Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Kementerian Kesehatan (kemenkes) untuk terus melakukan pengawalan peredaran obat-obatan di DIY.
Pelaku usaha di bidang farmasi pun diminta konsisten dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mereka harus memastikan bahan baku yang digunakan sesuai dengan standar dan persyaratan serta obat yang diproduksi aman sesuai standar dan mutu serta mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan oleh regulator baik secara nasional maupun internasional.
Masyarakat juga dihimbau untuk lebih waspada dan menjadi konsumen cerdas. Diantaranya dengan selalu menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat.
“Pastikan kemasan produk dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada label, dan produk telah memiliki izin edar BPOM serta belum melebihi masa kadaluwarsanya,” ungkapnya.
Tak hanya untuk obat-obatan, Trikora memastikan BPOM DIY mengawasi izin edar pangan olahan para pelaku usaha di sektor produktif. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahan pangan olahan yang dibuat sesuai dengan standar kesehatan dan aman dikonsumsi.
Diantaranya melalui pengawalan izin edar bahan pangan olahan di DIY. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 7 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BPOM No. 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan, produk pangan olahan yang beredar harus memiliki izin edar.
Izin edar pangan merupakan legalitas yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha pangan untuk memproduksi dan mengedarkan pangan. Dengan penerapan Online Single Submission (OSS), sistem pendaftaran pangan olahan di BPOM juga telah diintegrasikan dengan sistem OSS menjadi sistem Ereg RBA dengan berbagai penyesuaian terkait risiko pangan olahan.
“Kami memastikan agar pelaku usaha dapat memenuhi standar keamanan mutu dan kemanfaatan pangan olahan. Kali ini sudah ada tambahan 100 pelaku usaha olahan pangan yang mendapat izin edar,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi