MOJOK.CO – Wisatawan yang ingin bawa gudeg Jogja sebagai oleh-oleh tak perlu cemas. Kini ada Gudeg Kaleng Bagong yang tahan lama.
Jogja identik dengan kuliner gudeg. Orang ke Jogja belum komplit kalau belum makan gudeg. Banyak dari para wisatawan yang ingin membawa gudeg sebagi oleh-oleh. Namun sayangnya jika jadi oleh-oleh gudeg ini cepat basi.
“Karena banyaknya permintaan dari wisatawan dan pecinta gudeg ini maka kami berpikir mencari cara bagaimana agar gudeg ini bisa tahan lama dan bisa dibawa ke luar kota, pulau, bahkan luar negeri,” ucap Sirajudin Hasbi, Business Development Gudeg Kalong Bagong saat Mojok temui di lokasi produksi Gudeg Kaleng Bagong di Jalan Godean, Rabu (22/11/2023)
Gudeg kaleng Bagong punya dua kemasan. Ada yang 300 gram, bisa awet hingga 18 bulan. Dan kemasan 210 gram, bisa awet hingga 12 bulan. Keduanya pakai metode sterilisasi dan tanpa bahan pengawet.
Walaupun tersaji dalam kemasan yang modern, Gudeg kaleng Bagong ternyata masih mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam memasak gudeg. Mulai dari pemilihan bahan baku, resep, dan cara memasaknya.
“Jangan heran kalau memakan Gudeg Kaleng Bagong itu kalau kata orang Jogja itu ada sangitnya, karena proses [memasak] gudegnya itu masih dengan cara-cara tradisional, bahkan kita diamkan semalaman untuk dipanaskan dengan arang,” kata Hasbi.
Proses pengemasan Gudeg Kaleng Bagong berstandar BPOM
Hasbi bercerita pada Mojok ihwal proses pengemasan gudeg seteah dari dapur. Ia mengatakan bahwa proses pengalengan gudeg ini sesuai dengan standar nasional BPOM.
Ini mulai dari proses filling, gudeg masuk dalam kaleng, lalu lanjut ke proses exhaust. proses ini adalah upaya untuk mengeluarkan udara yang ada di dalam kaleng. Tujuannya terjadi hampa udara di dalam kaleng.
“Selama masih ada udara itu ada kemungkinan bakteri yang hidup, oleh karena itu kita bikin proses exhausting untuk menghampakan udara dalam kaleng,” ungkap Hasbi.
Setelah itu, berlanjut ke proses menutup kaleng dengan mesin simmer. Selelah itu barulah masuk ke proses sterilisasi. Gudeg-gudeg yang sudah masuk kaleng kemudian disterilisasi dalam suhu tertentu agar bakteri dan mikro-organisme dalam kaleng mati.
Proses mematikan bakteri ini penting, karena bakteri bisa bikin makanan cepat basi. Inilah kunci kenapa Gudeg Kaleng Bagong awet dan tahan lama.
Sudah jadi tapi tak langsung jual
Setelah semua proses itu berjalan, kaleng-kaleng gudeg tersebut tak langsung diedarkan ke pasaran. Ada proses karantina selama 14 hari untuk memastikan Gudeg Kaleng Bagong sudah lolos uji dan standarisasi. Karena kalau nggak standar kaleng-kaleng tersebut bisa meledak, penyok, dll.
Jika sudah melewati proses karantina lalu masuk ke tahap labelling. Nah, di Gudeg Kaleng Bagong, setiap batch produksi mereka menyimpan dua pieces di ruang sample untuk jaga-jaga jika ada masalah. ini merupakan bagian dari quality control yang Gudeg Kaleng Bagong lakukan.
Proses di atas merupakan tahap akhir dari rantai produksi Gudeg Kaleng Bagong sebelum masuk ke tahap distribusi. Ini merupakan usaha untuk menjaga cita rasa tradisional gudeg yang berpadu dengan pengemasan modern, steril, lolos uji laboratorium dan sertifikasi BPOM dan label halal Indonesia.
“Kapasitas produksi kami hingga saat ini setiap harinya adalah 1.000 pieces kaleng,” kata Hasbi.
“Untuk distribusinya kami ada di Jogja, lalu kami juga membuka jaringan reseller secara nasional ada di Jakarta, Surabaya, bahkan ada di luar Jawa seperti Palembang, Medan, dan Makassar. Nah, kami juga mulai menjual Gudeg Kaleng Bagong ke luar negeri. Ada di Osaka (Jepang), Stockholm (Swedia), Hongkong, Malaysia, dan Singapura,”
Gudeg Kaleng Bagong hingga kini memiliki 12 varian gudeg dan masih akan terus tumbuh. untuk saat ini varian utamanya adalah gudeg telur suwir, gudeg telur tahu, dan gudeg telur tahu original yang tidak pedas.
Kemudian ada gudeg sayap, gudeg kepala, sambel goreng krecek. Lalu ada juga varian oseng mercon yang bahan bakunya dari daging dan tetelan sapi.
“Keunggulan gudeg bagong adalah tanpa bahan pengawet. lalu cita rasa khas Jogja kami pertahankan. Dan setiap prosesnya kami memiliki SOP yang kami jalankan untuk menjaga kualitasnya,” pungkas Hasbi.
Penulis: Purnawan Setyo Adi
Editor: Agung Purwandono