MOJOK.CO – Ayam Geprek Bu Rum bisa dikatakan sebagai ayam geprek pertama di Indonesia. Sudah hadir jauh sebelum tren ayam geprek menjamur di Indonesia. Warungnya yang terletak di Jalan Wulung Lor, Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman.
Mojok pernah melakukan wawancara dengan Ruminah yang akrab disapa Bu Rum, pemilik warung ayam geprek pertama di Indonesia beberapa waktu lalu. Bu Rum memaparkan sejumlah fakta menarik tentang bagaimana ayam geprek andalannya tercipta. Berikut Mojok rangkumkan sejumlah faktanya.
#1 Ayam geprek muncul sejak 2003
Menu ayam tepung yang ditumbuk bersama beberapa butir cabai, bawang putih, dan garam mulai dijual di warung milik Bu Rum sejak tahun 2003. Sebelum itu, warung milik Bu Rum memang sudah berdiri, namun belum menjual menu khas yang kelak membesarkan namanya ini.
Dulunya, warung ini menjual ragam menu seperti nasi sayur, lotek, soto dan merupakan peninggalan dari orang tua Bu Rum. Selain meneruskan masakan ibunya, Rum menambahkan menu ayam kentucky dan khusus menyediakan gulai kambing tiap Rabu dan Sabtu.
#2 Muncul berkat ide seorang pelanggan mahasiswa
Kebanyakan pelanggan warung ini adalah mahasiswa. Suatu hari, seorang mahasiswa UGM langganannya, Andri, meminta dibuatkan sambal untuk melengkapi lauk ayam gorengnya. Ucapan Andri saat itu menantang Bu Rum untuk membuat menu yang berbeda.
Akhirnya Bu Rum berinisatif membuat ayam yang diulek secara merata dengan cabai dan bahan-bahan lainnya. Saat itu, menu mirip yang sudah banyak ditemui adalah ayam ulek yang sambalnya hanya pelengkap dan dioleskan saja.
“Kalau ayam penyet saya tidak tahu, tapi kalau namanya ‘ayam geprek’, mbok aku wani (aku berani), ini yang pertama di Indonesia,” ujar Bu Rum.
#3 Resep rahasia ada di tangan pembuatnya
Sejak menemukan resep dan mengenalkan metode pembuatan ayam geprek pertama di Indonesia, semakin banyak orang yang datang ke warung milik Bu Rum. Hal ini membuat banyak pedagang lain yang penasaran dengan resep rahasianya. Namun Bu Rum tidak pernah merahasiakan resepnya. Namun tetap saja, menurut Bu Rum rasanya akan berbeda karena kuncinya ada di tangan pembuatnya.
“Istilahnya tanganan, nangani teko hati. Pakai perasaan. Saya nggak ada rahasia-rahasiaan,” katanya pada Mojok.
#4 Prinsip membantu perantau dan mahasiswa
Warung milik Bu Rum bisa besar karena pelanggan setia dari para mahasiswa dan perantau di Jogja. Hal itu membuat sang pemilik berprinsip ingin membuat harga menu tetap ekonomis dan terjangkau di kantong pelajar. Selain itu, ia juga membuat warungnya bebas dari tarif parkir.
“Istilahe aku nolong. Mesakke (kasihan), orang di perantauan kayak gitu. Semua kok diperhitungkan. Malah saya yang beban,” ujar dia.
#5 Sudah buka banyak cabang
Warung Ayam Geprek Bu Rum berkembang pesat dari waktu ke waktu. Pelanggan lamanya bertahan dan banyak pelanggan baru berdatangan. Hingga kini akhirnya Bu Rum telah membuka 5 cabang. Selain warung pertama di Papringan, ia membuka warung di Lembah UGM, Resto PKL, di Jalan Moses Gatotkaca, di daerah Pringwulung tak jauh dari warung pertama, dan di rumahnya di Berbah yang dijaga suaminya, Pak Darmo.
#6 Semua ayam dimasak di cabang pertama
Meski cabangnya sudah banyak, namun proses pengolahan awal bahan baku tetap dilakukan di cabang pertama. Baru kemudian dikirim ke warung-warung cabang. Namun, karena faktor usia dan kesehatan, kini Bu Rum tak selalu bisa turun tangan di warung.
#7 Bercita-cita punya warung permanen
Cabang Warung Ayam Geprek Bu Rum sudah berada di beberapa tempat. Namun sang pemilik punya mimpi bisa memiliki warung permanen di lahan sendiri. Maklum saja, warung utama (cabang pertama) ayam geprek pertama di Indonesia ini menempel di belakang tembok Panti Asuhan Rekso Putra ini berdiri di lahan desa. Untuk usahanya, Rum mesti rutin menyumbang kas desa Rp100 ribu per bulan.
Penulis: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi