Mengenal Oei Hong Kian, Dokter Gigi Langganan Soekarno yang Berasal dari Magelang

Dokter Gigi Langganan Soekarno Berasal dari Magelang MOJOK.CO

Dokter Gigi Langganan Soekarno Berasal dari Magelang MOJOK.CO

MOJOK.COSoekarno memiliki dokter gigi langganan bernama Oei Hong Kian. Dokter gigi asal Magelang itu sempat melayani Soekarno ketika menjalani karantina politik yang berat.

Sebenarnya bukan hal yang mengherankan presiden pertama Republik Indonesia Soekarno bisa menjadi pasien Oei Hong Kian. Dokter gigi yang satu ini memang termasyhur pada zaman itu. Banyak pasiennya adalah tokoh-tokoh penting.

Merawat gigi Soekarno saat menjalani karantina politik menjadi salah satu pengalaman Oei Hong Kian yang tidak terlupa. Suatu hari di bulan Desember 1967, Soekarno mengunjungi tempat praktik Oei Hong Kian di rumahnya di Jakarta. Ketika itu, Soekarno yang ingin melakukan perawatan gigi sedang menjalani karantina politik. Oleh karena itu, kunjungan perawatan gigi Soekarno ke rumah Oei Hong Kian dijaga ketat.

Selama masa perawatan gigi Soekarno tinggal di Wisma Yasoo. Ia tidak tinggal di lokasi karantina yang seharusnya, Istana Bogor, karena dinilai tidak efisien bolak-balik Jakarta-Bogor untuk perawatan. Selama masa ini Soekarno sedikit lebih leluasa menghabiskan waktu dengan anak-anaknya.

Soekarno melakukan dua hingga tiga kali kunjungan perawatan gigi. Oei Hong Kian sengaja mengulur waktu perawatan hingga tiga minggu supaya Soekarno bisa lebih lama menikmati waktu dengan anak-anaknya. Tentu ini menjadi kesempatan berharga bagi Soekarno yang pada waktu itu sangat kesepian.

Selain merawat Soekarno, dokter Oei Hong Kian ;unya pengalaman lain yang tidak terlupa. Ia melayani Mayjen S. Parman sebelum Gerakan 30 September meletus. Oei Hong Kian sempat memeriksa Mayjen S Parman pada Kamis 30 September 1965 di sore hari. Perawatan berjalan lancar, Mayjen S Parman sempat berpesan kepada asistennya agar membayar layanan dokter gigi. Sehari setelahnya, Mayjen S. Parman dijemput Cakrabirawa dan tidak pernah kembali lagi.

Dokter gigi dari Magelang

Pria kelahiran 23 Februari 1921 itu adalah peranakan Tionghoa yang lahir di Magelang. Nenek moyang dari pihak ayah lahir di daratan China. Mereka pindah ke Hindia Belanda untuk mengadu nasib.

Oei Hong Kian adalah anak sulung yang tidak bisa duduk diam. Ada-ada saja kelakuan yang membuat kedua orang tuanya pusing. Walau begitu, Oei Hong Kian tetap menjalankan sekolahnya dengan baik. Ia lulusan Hollands Chinese School (HCS) di Magelang. Kemudian, ia masuk Hogere Burger School (HBS) di Semarang.

Setelah lulus HBS, Oei Hong Kian melanjutkan ke STOVIT, sekolah pendidikan kedokteran gigi di Surabaya. Jepang menyerang Indonesia di tengah pendidikannya yang belum selesai. Kondisi yang serba tidak pasti mendorongnya untuk kembali ke Magelang.

Pada saat penjajahan Jepang, ia tidak bisa melakukan banyak hal. Ia terpaksa menganggur. Lalu, sekitar 1945-an Oei Hong Kian memutuskan pergi ke Utrecht, Belanda untuk belajar kedokteran gigi.

Punya pelanggan tokoh-tokoh besar

Perjuangan Oei Hong Kian menyelesaikan pendidikan di Belanda tentu tidak mudah. Apalagi, sebagian besar biaya pendidikannya ia dapat dari pinjaman dan kantong pribadi. Oei Hong Kian berhasil lulus pada 17 Desember 1947. Pada 1949, ia memutuskan pulang ke Indonesia setelah kondisi politik Tanah Air lumayan kondusif. Selama jeda waktu antara lulus kedokteran gigi dan kembali ke Indonesia, ia sempat membuka praktik dokter gigi di Belanda.

Saat pulang ke Indonesia, ia langsung membuka praktik di Jakarta. Tidak disangka, praktiknya langsung laris manis. Beberapa pasiennya adalah tokoh-tokoh penting seperti Sutan Sjahrir, Rasuna Said, Soekardjo Wirjopranoto, Suwirjo, Mayjen S.Parman, Syamsuridzal, dan Mochtar Lubis.

Tidak hanya membuka praktik, Oei Hong Kian juga aktif dalam organisasi Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Ia turut membangun kedokteran gigi di Indonesia. Khususnya pada 1950-an, ketika Indonesia mengambil alih bidang kedokteran gigi dari Belanda.

Kondisi bidang kedokteran pada saat itu tentu tidak mudah. Hanya ada 120 dokter gigi  pada saat itu. Mereka terpusat di kota-kota. Ratusan dokter gigi itu harus melayani lebih dari 72 juta penduduk Indonesia pada saat itu.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Menelusuri Kampung Kwarasan di Magelang, Siasat Belanda Menghindari Penyakit Pes
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version