MOJOK.CO – Melalui beleid-nya, Pemerintah tengah mencoba untuk memberlakukan PPN terhadap sembako seperti gula, beras, garam, telur, dan lain sebagainya.
Sampai kapan pun, gula akan selalu manis rasanya, namun, di masa-masa mendatang, jangan kaget kalau gula yang manis itu harganya bakal tak semanis rasanya. Pasalnya, harga gula, dan juga kawan-kawannya, bakal naik seiring dengan kebijakan pemerintah yang tampaknya tengah serius ingin memberlakukan PPN atau Pajak Pertambahan Nilai terhadap gula, beras, garam, telur, dan bahan-bahan pokok lainnya.
Pemerintah melalui beleid perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memang menghilangkan sembako dari kelompok jenis barang yang tidak kena PPN.
Adapun barang-barang sembako yang bakal kena PPN itu antara lain adalah beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.
Jika beleid tersebut resmi diketok dan diberlakukan, maka harga-harga barang-barang pokok dipastikan bakal naik setidaknya 10 persen di pasaran, sebab memang PPN umumnya dibebankan kepada konsumen akhir.
Itu pun kenaikannya belum tentu 10 persen juga, sebab sebelumnya, pemerintah melalui beleid yang sama juga sudah mewacanakan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen.
Rencana pemberlakukan PPN untuk barang-barang sembako ini tentu saja langsung mengundang reaksi yang keras dari berbagai pihak.
Ekonom Bhima Yudhistira mengatakan langkah pemerintah mengenakan PPN untuk sembako ini sebagai langkah yang amat tega dan bakal menekan daya beli masyarakat.
“Pemerintah sepertinya sedang melakukan bunuh diri ekonomi tahun depan. Momentum pemulihan ekonomi justru diganggu kebijakan pemerintah sendiri. Kenaikan harga pada barang kebutuhan pokok mendorong inflasi.” Kata Bhima kepada CNN Indonesia. “Masyarakat akan mengurangi belanja, bahkan berhemat.”
Senada dengan Bhima, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati menyatakan kebijakan pemberlakuan PPN terhadap sembako ini justru sangat berpotensi merugikan pemerintah.
“Jelas merugikan, karena barang kebutuhan pokok kan untuk masyarakat banyak. Kalau jadi objek pajak harganya akan jadi tinggi,” terang Anis. “Jangan dibikin naik, daya beli kan sedang susah. Kalau daya beli ditekan konsumsi rumah tangga akan turun, kalau konsumsi turun berarti pendapatan pemerintah juga akan turun.”
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan bahwa langkah pemerintah mengenakan PPN untuk sembako akan sangat membebani masyarakat.
Ia juga mengatakan bahwa kondisi para pedagang sedang sangat sulit, utamanya di tengah masa pandemi, sehingga pemberlakuan PPN ini akan semakin membahayakan nasib para pedagang.
“Harga cabai bulan lalu hingga Rp 100.000, harga daging sapi belum stabil mau dibebanin PPN lagi? Gila, kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Ini malah mau ditambah PPN lagi, gimana enggak gulung tikar,” terang Abdullah seperti dikutip dari Kompas.
Ah, mungkin pemerintah memang sedang ingin agar masyarakatnya kaffah dalam hidup. Kalau memang sedang menderita, harus menderita sekalian. Yang total. Yang tuntas. Biar kalau menderita, jangan setengah-setengah.
BACA JUGA Menjadi Nasabah BCA Prioritas Memang Sebuah Pencapaian, Namun Menjadi Nasabah Biasa Bukan Berarti Kegagalan atau artikel KILAS lainnya.