MOJOK.CO – Pandemi belum juga mereda, pilkada serentak dikhawatirkan bakal menjadi klaster baru. Banyak tokoh dan organisasi mendesak agar pilkada serentak ditunda.
Jika mengacu pada jadwal yang sudah ditetapkan, pilkada serentak rencananya bakal diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang. Kendati demikian, kepastian waktu pelaksaan pilkada serentak tahun ini masih sangat bisa berubah mengingat tekanan untuk menunda pelaksanaan pilkada kian hari kian besar. Hal ini seiring dengan kondisi pandemi corona di Indonesia yang semakin memburuk dan belum menunjukkan tanda-tanda bakal mereda.
Ada banyak faktor yang memperkuat tekanan untuk menunda pilkada serentak. Banyak bakal calon pasangan yang dinyatakan positif corona. Per tanggal 9 September 2020 lalu, setidaknya ada 60 calon yang dinyatakan positif corona.
Tak hanya itu, Ketua KPU Pusat dan dua komisionernya juga dinyatakan positif corona.
Kasus-kasus pelanggaran protokol kesehatan dalam rangkaian kegiatan pilkada juga masih banyak terjadi, utamanya saat pendaftaran bakal pasangan calon ke KPU daerah.
Pelanggaran protokol tersebut diprediksi bakal terus berlanjut nanti di masa kampanye atau saat pelaksanaan pencoblosan. Maka, tak heran jika kemudian pilkada serentak dikhawatirkan bakal menjadi klaster corona baru di level nasional.
Satu per satu tokoh dan organisasi nasional pun bersuara untuk mendukung penundaan pelaksanaan pilkada serentak.
Mantan wakil presiden Jusuf Kalla pada Sabtu, 19 September 2020 lalu sempat menyarankan agar pilkada serentak ditunda pelaksanaannya.
“Kalau ternyata sulit dan ternyata sudah untuk mencegah perkumpulan orang hanya 50 sesuai aturan yang dikeluarkan oleh masing-masing gubernur, lebih manfaat ke masyarakat itu bisa ditunda pilkada,” terang Jusuf Kalla. “Saya sarankan ditunda dulu.”
Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa tokoh nasional lain seperti ahli politik UGM Abdul Gaffar Karim dan juga aktivis Islam moderat Ulil Abshar Abdalla.
Di level organisasi pun tak jauh berbeda. Nahdlatul Ulama sudah mengeluarkan surat resmi untuk meminta KPU agar menunda pilkada serentak.
“Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan pilkada serentak tahun 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati. Pelaksanaan pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya,” ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj.
Sementara Muhammadiyah, walau belum ada pembahasan di level pusat, namun di level daerah, sudah ada beberapa pengurus wilayah yang menyarankan agar pilkada serentak ditunda.
Dukungan untuk menunda pilkada serentak juga datang dari Komnas HAM. Lembaga ini bahkan sudah menyuarakan tentang penundaan pilkada serentak sejak lama.
“Dengan belum terkendalinya penyebaran Covid-19 bahkan jauh dari kata berakhir saat ini, maka penundaan tahapan pilkada memiliki landasan yuridis yang kuat,” kata Komisioner Komnas HAM Hairansyah.
Yah, memang perputaran uang dan ekonomi di lingkaran pengusaha spanduk dan kaos adalah hal yang penting, namun tentu saja kesehatan dan nyawa masyarakat jauh lebih penting.
BACA JUGA 243 dari 687 Bakal Pasangan Calon Pilkada 2020 Melanggar Protokol Kesehatan Saat Mendaftar atau artikel Kilas lainnya.