7 Fakta Olive Fried Chicken, Oleh-oleh Khas Jogja yang Rasanya Nggak Kalah dari KFC

Daftar menu di Olive Fried Chicken

Daftar menu di Olive Chicken

MOJOK.COOlive Fried Chicken jenama ayam goreng asal Jogja ini disebut-sebut cita rasanya nggak kalah dari Kentucky Fried Chicken (KFC). Bahkan ada potongan ayam goreng yang pemiliknya nggak ngambil untung. Katanya ini sebagai wujud terima kasih mereka kepada Jogja. 

Yogyakarta itu bisa dibilang gudangnya ayam goreng anak. Bahkan ayam geprek pertama di Indonesia itu juga awalnya hanya di Jogja, namanya Ayam Geprek Bu Rum. Ada juga ayam goreng Rocket Chicken, ayam goreng tepung yang sudah punya ribuan cabang, kantornya ada di Jogja. Banyak lagi ayam-ayam goreng khas Jogja.

Kali ini kami ingin mengulas, Olive Fried Chicken, ayam goreng tepung yang jadi kesayangan mahasiswa. Bahkan jenama merek ayam ini disebut sebagai oleh-oleh khas Jogja layaknya bakpia. Berikut 9 fakta tentang Olive Fried Chicken yang dihimpun Mojok dari wawancara dengan pendirinya:

1# Olive Fried Chicken berdiri tahun 2011

Kun Sastrawijaya (46) mendirikan Olive Chicken pada tahun 2011. Sebelumnya, ia juga sudah punya usaha fried chicken yang disokong investor, tapi prinsip bisnis mereka berseberangan. Bagi Pak Kun, berbisnis itu bukan semata mencari keuntungan, tapi juga harus punya nilai bagi orang lain dalam hal ini mitra dan karyawan. Ia memutuskan menyerahkan brand yang ia buat ke investor dan membuat jenama baru dengan nama Olive Chicken. Baginya tak masalah, karena sebagai pendiri dia yang tahu resep ayam goreng yang enak. 

#2 Tak mau buka franchise

Jika orang lain berlomba-lomba membuka franchise atau waralaba, Olive Chicken justru tidak mau. Olive Chicken adalah Jogja dan sekitarnya. Ada alasan tersendiri mengapa Pak Kun tidak mau membuka franchise. Karena, orang yang membeli franchise pasti punya keinginan untuk mengejar keuntungan, balik modal cepat. Padahal prinsip Pak Kun dalam berbisnis tidak seperti itu. Ia tidak ingin terbebani harus menguntungkan investor, karena baginya yang penting dalam berbisnis itu bersenang-senang. Jadi meski gerai Olive Chicken akan berkembang lebih cepat jika diwaralabakan, ia memilih tidak melakukannya. Ia lebih memilih membuka cabang satu demi satu.

#3 Nggak beli rumah sampai punya 20 cabang

Pak Kun sangat fokus membangun usahanya. Ia bahkan punya prinsip untuk bersakit-sakit dulu, bersenang-senang kemudian. Kata istrinya, Aurora Sri Rahayu (45), Pak Kun bahkan belum mau beli rumah sebelum punya 20 cabang. Keuntungan dikumpulkan untuk mendirikan cabang-cabang Olive Chicken di Jogja dan Jawa Tengah. Ia juga tidak bau berutang di bank. Saat ini Olive Chicken punya 100 cabang lebih di Jogja dan Jateng. 

#4 Sepotong sayap ayam sebagai bentuk terima kasih pada Jogja

Masa kecil hingga remaja Pak Kun ia habiskan di Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sejak kecil, ia bersama enam saudaranya sudah digembleng untuk mandiri. Untuk mendapatkan uang jajan, ia sudah bekerja sejak kecil.

“Saya itu pernah kerja nyuci genteng, ngangkut pasir, nyangkul sawah orang, jadi pemulung juga pernah, tukang jahit sepatu, keliling kampung jualan kue. Kami terbiasa bekerja,” kata Pak Kun.

Sepotong sayap Olive Chicken, nasi, dan es teh saat ini harganya Rp8000. (Agung Purwandono/Mojok.co)

Sampai di Jogja, ia hidup hemat. Untungnya makanan di Jogja sangat terjangkau, sehingga ia merasa perlu berterima kasih pada Jogja melalui sepotong sayap ayam yang jadi menu di Olive Chicken. Satu paket sayap ayam dengan nasih dan es teh hanya dijual Rp7000 (tahun 2021). Di  bulan Juli 2022, harga sayap, nasi, dan es teh, harganya naik jadi Rp8000.  Ia tidak mengambil keuntungan dari sepotong saya ayam tersebut. Itu dilakukan sebagai bentuk rasa terima kasihnya pada Jogja, sekaligus agar semua orang bisa merasakan fried chicken dengan harga terjangkau.

#5 Alasan rasa ayam Olive Chicken seperti KFC

Saat pacaran, Pak Kun dan Bu Aurora kerap menghabiskan malam minggunya di KFC. Mereka memesan sepotong ayam untuk dimakan berdua. Bukan karena romantis, tapi ngirit uang jajan. Selama tiga tahun, mereka berdua rutin makan disitu. Bahkan pelayan di tempat makan tersebut sampai hafal menu yang mereka pesan. 

Mungkin karena seringnya makan di KFC, banyak orang bilang cita rasanya mirip. Pak Kun sendiri mengatakan, produk Olive Chicken dibuat dengan standar seperti yang dilakukan ayam goreng tepung merek dari luar negeri. Daging ayam yang digunakan selalu segar. Itu mengapa, salah satu ciri khasnya, daging ayam Olive Chicken itu selalu juicy

#6 Rutin gelar pengajian

Bagi Pak Kun, ia percaya apa yang diperolehnya ini tidak lepas dari berkat Tuhan. Ia menganggap semua titipan Tuhan. Olive Chicken memiliki karyawan lebih dari 1.000 orang. Sebanyak 90 persennya adalah muslim. Meski ia pemeluk Kristen, sebelum pandemi ia rutin mengadakan pengajian untuk karyawannya. Alasannya,  karenanya ia percaya, Olive Chicken bisa bertahan dan berkembang atas izin Tuhan. “Ini yang mungkin disebut rida Tuhan. Karyawan juga akan mengingat, dalam bekerja, saya mungkin tidak selalu bisa mengawasi, tapi Tuhan akan selalu melihat apa yang kita kerjakan,” katanya.

#7 Selalu gunakan pemasok yang sama sejak berdiri

Pak Kun  percaya bahwa Olive Chicken bukan soal bisnis, tapi juga berbagi. Ketika awal pandemi ia membagikan Olive Chicken secara gratis. Bukannya kolaps, usahanya justru lebih berkembang. Ia juga memegang prinsip untuk tidak melupakan jasa orang-orang yang memuat Olive bisa berkembang. Karena itu sampai sekarang pemasok bahan Olive Chicken mulai dari ayam, beras, hingga saos masih sama dengan pertama kali saat ia membuka usaha ayam goreng. Bagi Pak Kun, orang-orang yang mempercayai mimpinya punya hak untuk diangkat dan diberi kesempatan berkembang.

Kini, Pak Kun bukan hanya mengembangkan Olive Chicken di Jogja dan sekitarnya. Ia juga membangun jenama baru bernama Karen Chicken. Rencananya jenama ini yang akan dibawa ke luar Jogja. Karena Olive Chicken memang hanya ada di Jogja dan sekitarnya. 

BACA JUGA: Jogja di Sepotong Sayap Olive Fried Chicken

 

Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono

Exit mobile version