MOJOK.CO – Berawal dari perusahaan rokok, Grup Djarum kini memiliki anak perusahaan yang tersebar di berbagai sektor bisnis. Beberapa anak perusahaan itu tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sehingga sahamnya bisa kalian beli. Lalu, perusahaan Grup Djarum apa saja yang sudah melantai di bursa itu?
Sebagai sebuah perusahaan bonafide, kehadiran Grup Djarum di Bursa Efek Indonesia (BEI) dinanti oleh para investor pasar saham. Namun, grup bisnis itu tampaknya memang tidak berniat mencari tambahan dana dengan melantai di bursa. Mungkin permodalan Grup Djarum sudah tercukupi melalui gurita bisnis yang mereka miliki.
Saham perusahaan Grup Djarum yang bisa dibeli
Sudah bukan rahasia, Grup Djarum menjadi salah satu konglomerasi bisnis terbesar di Indonesia saat ini. Djarum memang berawal dari perusahaan rokok, tapi anak usaha Djarum ada di berbagai sektor, mulai dari perbankan hingga pasar modern. Kendati Grup Djarum bersikukuh menjadi perusahaan tertutup, beberapa anak perusahaan Djarum justru tercatat sebagai perusahaan terbuka. Artinya, publik bisa membeli saham beberapa perusahaan anak Djarum itu di BEI.
Mojok sudah mendaftar beberapa perusahaan dalam Grup Djarum yang sahamnya bisa kalian beli:
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
Bank Central Asia cukup diperhitungkan di sektor perbankan karena memiliki kapitaliasi pasar jumbo. Djarum masuk ke perusahaan bank ini melalui PT Dwimuria Investama Andalan. Djarum tercatat memiliki 54,94 persen saham atau sekitar 67,72 miliar saham.
Asal tahu saja, PT Dwimuria Investama Andalan merupakan perusahaan holding investasi milik Hartono bersaudara, Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono. Tidak hanya memiliki bank BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan, duo Hartono itu juga memegang saham Bank BCA secara langsung dengan kepemilikan masing-masing 0,02 persen.
Grup Djarum masuk ke BCA setelah keluarga konglomerat Salim kehilangan kendali atas bank itu selama krisis ekonomi di tahun 1997 hingga 1998. Bank yang berdiri sejak 1957 itu awalnya dikuasai Farallon, sebuah perusahaan investasi Amerika Serikat (AS) yang berafiliasi dengan keluarga Hartono. Pada 2002 Faralon membeli saham BCA sebesar US$530 juta. Kemudian, pada 2007 Djarum membeli 92,18 persen saham Farallon. Aksi pembelian itu menjadikan Djarum sebagai penguasa BCA hingga saat ini.
PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR)
Portofolio investasi PT Dwimuria Investama Andalan tidak hanya BCA. Perusahaan milik keluarga Hartono itu juga menanamkan saham di perusahaan publik yang bergerak di sektor telekomunikasi bernama PT Sarana Menara Nusantara Tbk (SMN) dengan kode saham TOWR. Kendati investasi di SMN tidak sebesar di BCA, PT Dwimuria Investama Andalan tercatat mengempit saham lebih dari lima persen, tepatnya 5,0002 persen atau 2,5 miliar saham.
Kepemilikan di SMN memperluas diversifikasi bisnis di sektor telekomunikasi. Asal tahu saja, SMN merupakan perusahaan yang berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak pada pengoperasian lokasi-lokasi menara telekomunikasi untuk disewakan kepada perusahaan komunikasi nirkabel. Perusahaan yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah itu menanamkan 99,99 persen sahamnya di PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo). Mengingat sebagian besar usaha SMN dijalankan oleh Protelindo.
Hingga 2022 Protelindo memiliki dan mengoperasikan 29.794 lokasi menara telekomunikasi dengan lebih dari 53,967 penyewa di Indonesia. Daerah operasi SMN meliputi area Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR)
Memperkuat lini bisnis di sektor telekomunikasi, Grup Djarum turut masuk ke PT Solusi Tunas Pratama Tbk melalui Protelindo. Tercatat, Protelindo memiliki 99,96 persen saham PT Solusi Tunas Pratama Tbk atau sebesar 1,13 miliar saham. Seperti penjelasan sebelumnya, pemilik Protelindo adalah SMN di mana PT Dwimuria Investama Andalan menanamkan sahamnya.
Adapun PT Solusi Tunas Pratama Tbk yang berdiri pada 2006 merupakan perusahaan penyedia menara telekomunikasi independen di Indonesia. Perusahaan memiliki aset menara telekomunikasi di 34 provinsi di Indonesia. Sebagian besar atau setara 87 persen menara terletak di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
PT Global Digital Niaga Tbk (BELI)
Tidak hanya Hartono bersaudara yang memperluas lini bisnis Djarum di luar perusahaan rokok. Generasi ketiga Grup Djarum, Martin Hartono, turut melakukan diversifikasi bisnis ke sektor digital. Anak dari Budi Hartono itu merupakan komisaris perusahaan e-commerce Blibli alias PT Global Digital Niaga Tbk yang baru tahun lalu mencatatkan sahamnya di BEI dengan kode BELI.
Sebagian besar saham PT Global Digital Niaga Tbk dimiliki oleh PT Global Digital Prima alias GDP Venture. Jumlah saham yang dimiliki GDP Venture mencapai 99,15 miliar atau setara 83,68 persen.
GDP Venture yang muncul pada 2010 merupakan perpanjangan tangan Grup Djarum untuk industri bisnis online. Di GDP venture, Martin menjabat sebagai CEO. Tidak hanya memiliki Blibli sebagai e-commerce, GDP Venture juga melakukan investasi pada bisnis media dan entertainment serta perusahaan solusi.
PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC)
Kalau kalian pernah berbelanja di Ranch Market, toko ritel modern itu juga termasuk dalam gurita bisnis Grup Djarum. Perusahaan PT Global Digital Niaga Tbk berinvestasi ke PT Supra Boga Lestari Tbk sebanyak 1,10 miliar saham atau setara 70,56 persen.
PT Supra Boga Lestari Tbk yang melantai di bursa dengan kode RANC merupakan pemilik Ranch Market dan Farmers Market.
PT Global Digital Niaga Tbk sebelumnya menguasai 51 persen saham PT Supra Boga Lestari Tbk. Kemudian anak perusahaan Djarum itu meningkatkan kepemilikannya menjadi lebih dari 70 persen pada awal 2022. Penambahan saham yang menelan dana hingga Rp780 miliar itu harapannya bisa memperkuat Blibli sebagai e-commerce di Indonesia. Sebagai pengingat, PT Global Digital Niaga Tbk merupakan perusahaan yang menaungi Blibli, sebuah e-commerce dengan fokus pada model bisnis B2B, B2C, dan B2B2C.
Di antara perusahaan-perusahaan Grup Djarum di atas ada yang sahamnya ingin kalian beli?
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi