MOJOK.CO – Profesi penjaga perlintasan punya sebutan resmi Penjaga Jalan Lintasan (PJL) kereta api. Mereka punya tugas utama untuk mengamankan puluhan hingga ratusan kereta yang melintas setiap hari.
Namun di balik tugas utamanya tersebut, jasanya sangat berarti buat para pengendara dan pejalan kaki yang hendak menyeberangi rel. Tanpa kehadiran PJL, palang pintu yang menghentikan laju kendaraan yang hendak melintas tidak bisa tertutup.
Para petugas dengan seragam khas berwarna oranye ini harus selalu fokus. Beruntung, Mojok sempat berbincang dengan dua penjaga perlintasan untuk mengetahui tantangan dan hal menarik yang mereka rasakan selama bertugas.
#1 Prosedur kerja
Penjaga perlintasan punya prosedur untuk keluar dari pos menggunakan atribut lengkap saat ada kereta yang melintas. Hal itu jadi aturan untuk memastikan keamanan perlintasan.
Mereka bekerja dalam satu shift selama delapan jam. Sehingga ada tiga shift dalam sehari. Sehari ada sekitar 100 bahkan lebih kereta yang harus mereka pastikan melintas dengan aman.
Jadwal kereta yang melintas dalam sehari terpampang di dinding. Namun sesekali ada kereta yang terlambat dari jadwal yang sudah ditentukan. Jika sudah seperti itu, maka pihak stasiun akan mengkomunikasikan lewat jaringan radio.
#2 Cara kerja palang
Salah satu tugas yang harus dilakukan petugas perlintasan adalah membuka dan menutup palang. Sumantri (40), salah satu petugas yang Mojok temui di Pos Gardu 349 selatan UIN Sunan Kalijaga menjelaskan bahwa palang di posnya tergolong otomatis. Cara kerjanya hanya dengan menekan tombol. Selanjutnya palang akan bergerak.
Namun ada juga palang yang belum bekerja otomatis sehingga pengoperasiannya masih menggunakan tuas yang perlu diputar. Beberapa pos perlintasan kereta yang tergolong kecil masih menggunakan mekanisme tersebut.
Palang mulai ditutup ketika sirine bernama genta yang dikontrol dari stasiun berbunyi. Namun biasanya para petugas menyesuaikan penutupan dengan situasi lalu lintas kendaraan di sekitar. Ketika ramai, maka harus segera ditutup. Ketika cenderung lengang, bisa diberi jeda agar tidak terjadi kepadatan.
#3 Harus fokus dan waspada
Pos tempat Sumantri berjaga ini tergolong perlintasan yang ramai dan rumit. Di sisi utara ada tiga ruas jalan yang terhubung tepat di sisi rel. Hal yang sama juga terjadi di sisi selatan. Kedua sisinya juga diapit perguruan tinggi dan sekolah. Sehingga lalu lintas kendaraan begitu padat.
Selain memperhatikan jadwal kereta melintas, para petugas harus fokus melihat kendaraan di sekitar. Ia harus menghadapi beragam tipikal pengendara. Ada yang sabar, tapi ada juga yang kerap mengabaikan peringatan. Ketika sirine sudah berbunyi, bukannya melambat, tapi berusaha secepat mungkin menerabas palang yang hendak diturunkan.
“Harusnya waspada malah ngegas, kan bahaya,” curhatnya.
#4 Menghadapi beragam insiden
Tak jarang terjadi insiden di palang perlintasan kereta. Sumantri misalnya, pernah menjadi saksi seorang yang merebahkan diri di rel sesaat sebelum kereta melintas. Pengalaman itu membuatnya mencoba untuk lebih mengawasi kerumuman di sekitar.
“Saat itu saya mau menolong, menarik bapaknya itu, tapi kereta dari arah barat sudah terlalu dekat,” kata Sumantri mengenang kejadian pada 2016 silam.
Untung saja, orang tersebut berada tepat di tengah rel sehingga tidak tersentuh badan kereta. Usai kereta lewat, petugas dan warga sekitar segera mengamankan orang tersebut.
#5 Kebahagiaan seorang PJL
Selain Sumantri, Didin Muhammad Rifai (27), petugas yang saya temui di Pos Gardu 348 mengungkapkan sejumlah hal yang membuatnya merasa senang menjalani profesi penjaga perlintasan.
Lelaki asal Kulon Progo ini mengaku menikmati pekerjaan yang sudah ia jalani sekarang. Ia merasa bahwa ini pekerjaan yang punya dampak besar bagi banyak orang. Selama lima tahun terakhir, ia mengaku tidak bosan berjaga delapan jam sehari di pos yang luasnya hanya sekitar 2,5 x 3 meter ini.
“Hal yang buat senang ya timnya yang suportif. Pekerjaan ini juga tidak ada target seperti kerja di pabrik. Jadwal kereta yang melintas bisa diperkirakan secara pasti setiap hari,” ucapnya.
Reporter: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi