Tempat Pacaran Agraris di Desa Saya: dari Lapangan Bola Sampai Tepian Saluran Irigasi

Apakah kamu punya pacar? Di mana kalian sering pacaran?

Kalau kamu seringnya di LINE, WhatsApp, BBM (masih ada yang pake?), atau malah SMS, silakan cari pekerjaan di tempat pacarmu tinggal biar tak hanya jumpa via suara dan teks. Bagi pasangan yang alhamdulillah masih satu langit, satu kota, apalagi cuma satu RT, jawaban mengenai tempat biasa pacaran sudah pasti bermacam-macam. Ada yang suka ke bioskop untuk nonton bersama, ada yang suka restoran untuk memanfaatkan diskon pelajar, ada pula yang ketemuannya sangat berjiwa literasi, yakni ke pameran buku. Masih banyak lagi kalau mau dijelentrehkan.

Tapi ya itu karena mereka pacaran di lingkungan kota atau dekat kota lah. Lalu bagaimana kalau di desa agraris?

Saya punya liputan menarik soal itu. Tentu liputan ini tidak ada wawancaranya karena mengambil metode noleh-pas-lewat. Pun juga tidak ada fotonya. Ya kali saya motret gondes mendes pacaran. Nanti dikira apa? Dan lingkup desa yang dimaksud di sini ya desa saya sendiri.

Tanpa perlu berlama-lama, mari ulik lima tempat pacaran favorit ala anak desa yang suangat yahud.

1. Lapangan Bola

Tempat ini bukan hanya menjadi site pacaran favorit anak muda, melainkan juga orang dewasa. Letaknya persis di belakang SD saya dulu dan oleh warga desa memang diperlakukan multifungsi.

Selain untuk bermain bola oleh anak-anak sekitar maupun anak-anak pesantren dekat situ, pada bulan tertentu lapangan ini menjelma menjadi pasar malam dadakan. Di hari raya Islam, lapangan ini sudah pasti jadi tempat salat Id.

Saat malam Jumat pertama, lapangan ini mengubah wujudnya menjadi lahan parkir bus-bus maupun mobil (yang kebanyakan Avanza) milik jemaah yang bertandang ke Gereja Ganjuran (ini gereja terkenal lo). Di malam hari ataupun Minggu siang, lapangan ini adalah lahan terbaik untuk latihan nyetir mobil maupun motor. Di siang terik, lapangan adalah surga para kambing yang mencari nutrisi sekaligus tempat bagi para petani untuk menjemur gabah.

Tempat pacaran pun kemudian nyempil menjadi salah satu fungsi lapangan tersebut, biasanya bisa ditemukan pada sore-sore dan malam hari. Nggak tahu juga sih apa yang dibicarakan, tetapi berdasarkan fungsi-fungsinya tadi mungkin yang dibicarakan seperti ini.

“Dek, kamu besok mau tak beliin mobil apa kalau sudah nikah?”

“Emmm, setelah baca Otomojok aku pengin Honda Accord. Hehe.”

“Wah pilihan bagus, aku juga ndak mau kalau cuma Avanza. Yo wes, besok kalau udah jadi istriku, sebelum beli mobil kamu bantu aku dulu mepe gabah di sini. Tak lupa selain itu juga angon wedhus di sebelah sana. Nanti kalau kambingnya banyak dan panen padinya melimpah, baru beli mobil itu dan tak ajarin nyetir di sini. Hehehe.”

“(Sambil mencubit manja) Iiih, bisa aja kamu, Mas … xixixixi.”

2. Jalan Kecil di Tengah Sawah

Karena ini desa, wajar kalau banyak sawahnya. Kalau banyak gedungnya, namanya Meikarta. Perlu kamu tahu, desa tempat saya tinggal adalah salah satu penghasil padi terbanyak di Kabupaten Bantul. Itu kata lurahnya. Tidak mengherankan karena sawah di sini luas-luas. Di tengah hamparan sawah biasanya ditemui jalan-jalan kecil yang cukup rindang karena di pinggirnya tumbuh pohon-pohon. Waktu kecil dulu saya sering manjat pohon di sekitarnya karena tempatnya yang silir.

Situasi tersebut mendukung tempat itu menjadi lokasi memadu kasih. Sejuknya udara persawahan pastilah membuat suasana semakin menyenangkan. Bahkan tak perlu ngobrol, cukup duduk berdua di atas motor pun serasa di surga. Apalagi kalau datang ke sini malam-malam, beeeuh, mau ngapa-ngapain cukup aman karena sepi.

Pernah suatu malam saya lewat di salah satu jalan ini. Dari kejauhan saya melihat motor goyang-goyang dengan dua orang, laki-laki dan perempuan. Begitu saya mendekat ternyata …

motornya nggak bisa distarter. Masnya harus nyetarter kaki dulu. Ahelah.

Tempat ini sebenarnya cocok bagi mereka yang berniat menikah. Panorama sawah di depan mata membuat saat pacaran bisa digunakan untuk mengalkulasi bersama-sama, kira-kira berapa hektare sawah yang perlu mereka jual untuk modal nikah dengan mengundang Nella Kharisma sebagai penghiburnya.

Astagfirullah, kalau nikah jual sawah, habis nikah anaknya mau dikasih makan apa? Streaming-an JOOX?

3. Dam Saluran Irigasi

Disebut dam kurang tepat sih. Yang saya maksud di sini adalah tembok kecil yang dibuat di pinggir jalan yang di bawahnya terdapat gorong-gorong saluran irigasi. Kami menyebutnya buk. Daripada untuk pacaran, tempat ini lebih banyak digunakan anak-anak cowok remaja untuk thethek alias nongkrong sambil catcalling seksis setiap cewek cakep lewat.

Tapi ya tetep, ada yang pacaran di tempat seperti ini, terutama pas malam hari. Barangkali alasannya simpel, butuh tempat duduk yang nyaman. Beberapa orang desa yang pacaran di jalan tengah sawah atau lapangan biasanya menggunakan motor mereka sebagai tempat duduk. Namun, tidak semua orang nyaman dengan busa jok motor yang memang beda dengan busa sofa.

Untuk itu buk yang pasti datar dan cukup panjang sangatlah duduk-able. Belum lagi panjangnya memang cukup hanya untuk 2 orang, duduk di sana mungkin menjadi latihan sebelum duduk di pelaminan. Duduk di buk berlampukan bulan purnama, aih romantisnyaaa.

4. Kuburan

Orang bilang cinta sejati itu yang  cinta sehidup semati. Kalimat itu boleh jadi menjadi alasan mengapa ada orang yang mengajak pasangannya pacaran di desa. Jangan, jangan berburuk sangka bahwa mereka yang berpasangan di kuburan adalah orang-orang aneh, pencinta alam gaib, pemburu hantu, atau pencari tali pocong untuk pesugihan demi biaya pernikahan dan masa depan yang terjamin dan aman. Boleh jadi mereka memang ingin mengamalkan cinta sehidup semati lalu memilih kuburan karena tempat itu adalah lokasi terbaik untuk mengingat betapa fananya hidup, cinta kita abadi. Aye!

5. Warung Mi Ayam Murah

Pacaran di sini berarti bersama-sama belajar kesederhanaan hidup. Kalau sekadar makan tak perlulah foya-foya keluar biaya sebanyak-banyaknya. Di warung mi ayam pelosok desa, dengan uang 10 ribu saja kamu bisa makan berdua. Rinciannya sederhana: 1 mangkuk mi ayam seharga 3.500 dan es teh 1.500, dikali dua.

Kalaupun kezuhudan bakul mi ayam dalam memasang harga ini kamu sebarkan di dunia maya lalu netizen yang bermukim di kota komen, “Murah banget. Pasti daging tikus itu!” janganlah digubris. Itu memang daging ayam, hanya porsinya secumlik alias seduiiikit.

Makan di tempat ini tidak hanya mengajarkan laku prihatin, tetapi juga kesabaran. Bukan karena masaknya lama, melainkan sabar menghadapi pelanggan lain yang mayoritas anak SD.

Ya bagaimana lagi, dengan harga sekian kan pas banget untuk kantong anak-anak umur segitu. Belum lagi kalau datang selalu keroyokan, minimal sepuluh orang. Bejomu kalau pas mau pacaran di situ, eh barengan rombongan anak SD yang baru saja latihan drum band. Siap-siaplah nunggu setengah jam.

Cuma, kalau dipikir-pikir, malah enak ya ketika nunggunya lama. Bisa buat ngobrol-ngobrol merencanakan masa depan gitu. Hehehe.

Itulah gambaran singkat mengenai tempat yahud untuk pacaran ala anak desa ala desa saya. Mengapa yahud sudah tak perlu ditanyakan, ini soal murah dan gratis tadi. Kamu cukup modal nyawa dan pakai baju plus motor bapakmu saja untuk pacaran, setelah itu bebas mau sampai kapan. Inilah poin hidup agraris, semua serba-subsisten alias disediakan sendiri dan tidak konsumtif. Masalahnya cuma satu, kalau pacarannya kebablasan, siap-siap saja digerebek orang sekampung.

Exit mobile version