Saking Terbiasanya, Saya Sudah Nggak Heran Mendengar Kasus Kecelakaan Truk di Tangerang

Tangerang Neraka Bagi Pengendara Sepeda Motor MOJOK.CO

Ilutrasi Tangerang Neraka Bagi Pengendara Sepeda Motor. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COJalanan di Tangerang bisa menjadi “neraka” bagi pengendara motor. Rasa aman itu seperti menjadi barang yang asing bagi warga setempat. Menyedihkan!

Tangerang merupakan surga bagi truk nakal dan pengendara motor yang suka tantangan ekstrem. Di sini, sensasi menegangkan ketika berkendara malah menjadi semacam unique selling point tersendiri. 

Sebab, lagi dan lagi, saya mendengar kasus kecelakaan yang melibatkan truk di Tangerang. Kali ini, kejadiannya terjadi di Kota Tangerang, tepatnya di Jalan Hasyim Ashari hingga Tugu Adipura, pada Kamis (31/10/2024). 

Menurut berita yang saya baca, truk ini berulang kali melawan arus dengan kecepatan tinggi. Alhasil, ia menabrak sejumlah motor dan mobil. 

Sempat beredar berita di Facebook yang mengklaim jika terdapat 50 orang luka-luka dan 36 korban tewas dari kejadian ini. Meskipun, setelah mencari tahu lebih lanjut, “ternyata” hanya terdapat 6 orang luka-luka, yang terdiri dari 4 pengendara motor, 1 pengendara mobil, dan 1 orang pejalan kaki. Supir truk sendiri dikabarkan diamuk massa dan tengah menjalani perawatan. 

Sejujurnya, ketika mendengar kabar ini, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Sebab, bukan sekali dua kali saya mendengar kejadian kayak gini. Antara kecelakaan truk atau sopir ugal-ugalan selama tinggal di Tangerang. 

Salah seorang teman kuliah saya menyeletuk setelah melihat berita mengenai kejadian tersebut. “Meskipun kamu bisa naik motor, mending nggak usah bawa motor di Tangerang, deh!” 

Tangerang bisa menjadi “neraka” bagi pengendara motor

Saat ini, saya tengah berkuliah di Jogja dan tidak mengendarai motor. Selain memang tidak bisa mengendarai motor, saya juga masih sedikit parno akan banyaknya kecelakaan motor dan truk di Tangerang. 

Bayangkan, di ruas Jalan Raya Serang yang ada di Kabupaten Tangerang, kawasan sekitar rumah dan sekolah saya, merupakan “neraka” bagi banyak pengendara motor. Jalanan berlubang, pengemudi ugal-ugalan, ditambah banyaknya truk yang melanggar jam operasional merupakan kombinasi epik untuk siapa saja yang ingin cepat bertemu Tuhan. 

Di zaman saya sekolah dahulu, jika jalanan macet parah, hanya ada dua alasan di baliknya. Yaitu ada proyek perbaikan jalan atau kecelakaan. Dan selalu, hampir selalu, kecelakaan melibatkan truk dan motor. Entah itu motor atau truk yang menjadi biang keladinya, yang pasti adalah kecelakaan berada di jam ramai. Biasanya pagi-siang-sore ketika volume kendaraan sedang tinggi-tingginya.

Data statistik jumlah kecelakaan di Tangerang

Tak mau hanya bicara soal fakta di lapangan, sebagai anak Ilmu Ekonomi, saya pun mencari tahu data statistik mengenai jumlah kecelakaan di wilayah Tangerang. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari website resmi Kabupaten, sepanjang 2022, terdapat 572 kecelakaan dengan 52 korban meninggal dunia. 

Untuk data jenis kendaraan yang kecelakaan di Kabupaten Tangerang sendiri saya belum dapat menemukan sumber kredibel. Akan tetapi, dari informasi yang saya dapatkan di website Korlantas Polri, di tahun 2024, ada 76,42% dari total kendaraan yang terlibat merupakan kendaraan sepeda motor. 

Selain itu, jika memasukkan kata kunci “kecelakaan truk di Tangerang”, kalian akan melihat berbagai kasus yang melibatkan kendaraan besar seperti truk ini. Mulai dari kejadian truk menabrak bocah, truk menabrak pengendara sehabis konser, dan sebagainya. 

Jam operasional kendaraan besar

Pada 2018, ayah saya juga pernah menjadi korban dari truk ini. Saat itu, truk tersebut sedang parkir liar di bahu jalan. Akibatnya, ayah saya dilarikan ke rumah sakit dan mendapat luka yang cukup parah di bagian rahang. 

Syukurnya, ayah saya masih selamat meskipun supir truknya berhasil melarikan diri. Selanjutnya, apakah ada tindakan dari polisi? Tidak ada, tapi ya sudah biasa, toh. Keluarga saya juga tak terpikirkan jika kasus ini akan selesai sekalipun membawanya ke ranah hukum.

Jika menelusuri lebih lanjut, sebenarnya terdapat peraturan yang mengatur soal jam operasional kendaraan besar seperti truk di Tangerang. Misalnya di Kabupaten Tangerang. 

Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Tangerang Nomor 12 2022 Tentang Perubahan Kedua atas Perbup Nomor 46 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Waktu Operasional Mobil Barang Pada Ruas Jalan di Wilayah Kabupaten Tangerang. Waktu operasional kendaraan angkutan barang dibatasi pada pukul 22:00 WIB hingga 05:00 WIB. 

Pembatasan ini dilakukan untuk semua ruas-ruas jalan kecuali jalan tol. Juga mencakup jenis kendaraan angkutan barang golongan III, IV, dan V, seperti truk dengan dua atau lebih gandar/sumbu roda. 

Meskipun begitu, seperti yang sudah saya sebutkan di paragraf sebelumnya, saya selalu menemukan kecelakaan di jam-jam di luar jam operasional tersebut. Lantas, apakah ini berarti banyak truk yang melanggar jam operasional? Apakah ini juga berarti pemerintah dan kepolisian setempat tidak tegas dalam menindak oknum-oknum nakal tersebut?

Warga berhak mendapatkan rasa aman

Saya paham, kok. Saya sangat paham jika Tangerang, mau itu kabupaten maupun kota, merupakan wilayah industri dengan lalu lintas logistik yang super-duper padat. 

Akan tetapi, bukankah sudah menjadi hak bagi kita semua untuk mendapatkan rasa aman? Toh, di sekolah kan ada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang menjelaskan soal hak dan kewajiban warga negara, yang mana salah satunya yaitu hak mendapatkan rasa aman. 

Jika kami, sebagai warga hidup dalam bayang-bayang maut setiap berkendara di jalanan Tangerang ini, lebih baik tidak ada peraturannya sekalian. “Kan kami sudah terbiasa.”

Saya tidak mau membahas persoalan kecelakaan ini dari perspektif psikologi, kriminal, sosial, atau apalah itu. Sejujurnya, saya hanya ingin menyampaikan keresahan yang selama ini saya alami selama tinggal di Tangerang, sebagai warga biasa. 

Saya hanya berharap, agar semua pihak, baik itu perusahaan maupun pemerintah sekitar tak hanya memikirkan urusan duit saja. Pikirkan juga urusan keselamatan warga sekitar. 

Karena, kalau CSR cuma tentang inklusivitas dan lingkungan, mending ganti nama jadi KKN saja sekalian. Jangan sampai Mas Gibran pusing cuma karena Lapor Mas Wapres diserbu keluhan warga Tangerang, ya! 

Penulis: Najwah Ariella Puteri

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 4 Keanehan yang Kamu Rasakan kalau Tinggal di Tangerang Selatan dan pengalaman menyebalkan lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version