MOJOK.CO – Selain Jokowi dan Ahok, ada beberapa tokoh politik yang rasanya perlu diangkat kisah hidupnya menjadi film layar lebar.
Film biopik Basuki Thahaja Purnama A Man Called Ahok sudah memanggil penonton sejak trailer. Dari trailer ditunjukkan cuplikan perjuangan Ahok mengejar impiannya. Daniel Mananta yang biasanya pecicilan sewaktu jadi pembawa acara Indonesian Idol rela berakting cool dan kalem selama jadi Ahok. Ternyata VJ Daniel juga bisa mengikuti Gilang Dirga sewaktu impersonate Ahok.
Latar tempat di Belitung membuat film ini seperti spin off dari film Laskar Pelangi. Membuat saya bertanya-tanya apakah Ahok masih ada hubungannya dengan tokoh Ahong Laskar Pelangi? Apakah keduanya sama-sama sepupu Aling? Lalu, apakah akan ada crossover dengan Cek Toko Sebelah Ernest Prakasa?
Ternyata Ahok termasuk tetangganya Andrea Hirata. Usia keduanya cuma beda setahun. Jadi, bisa disimpulkan bahwa mereka berdua hidup pada zaman yang sama ketika PN Timah sedang jaya-jayanya.
Sebagai saudara senasib sepenanggungan, Ahok pernah meminta pejabat di Belitung Timur untuk memborong buku-buku Laskar Pelangi supaya Belitung makin dikenal. Beruntung juga Pak Cik Andrea Hirata punya kenalan pejabat: bisa bikin bakul buku laku. Kira-kira bakalan ada cameo anak-anak Laskar Pelangi nggak ya di filmnya nanti?
Sebelumnya, teman Ahok, yaitu Jokowi, sudah dibuatkan film biopik oleh KK Dheeraj. Tidak tanggung-tanggung, ada dua biji. Film berjudul Jokowi dan Jokowi Adalah Kita. Teuku Rifnu Wikana dan Ben Joshua tercatat pernah memerankan sosok Jokowi. Mungkin KK Dheeraj mau bikin Jokowverse, yang nandingin Arrowverse.
Selain Jokowi dan Ahok, ada beberapa tokoh politik yang rasanya perlu diangkat kisah hidupnya menjadi film layar lebar. Nah, berikut ini saya coba ajukan ide cerita yang siapa tahu bisa menarik sineas Indonesia untuk mengeksekusinya.
1. Susi Pudjiastuti
Kisah hidup Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 ini rasanya perlu ditulis menjadi sebuah naskah film. Beliau menjadi antitesis untuk cerita Laskar Pelangi. Jika Laskar Pelangi menyerukan untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya agar memutuskan rantai kemiskinan, Bu Susi bisa menjadi pembeda. Tak perlu pendidikan tinggi, cukup andalkan skill dan kerja keras.
Dengan ijazah SMP dan modal Rp750.000, Bu Susi memulai usahanya menjadi pengepul ikan di Pantai Pangandaran. Lalu beliau mendirikan pabrik pengolahan ikan PT. ASI Pudjiastuti Marine Product dan penerbangan Susi Air PT. ASI Pudjiastuti Aviation. Beliau menunjukkan jika kesuksesan juga bisa diraih hanya dengan program wajib belajar 9 tahun.
Jika A Man Called Ahok dan Laskar Pelangi memanjakan mata penonton dengan pemandangan pantai ajib di Pulau Belitung, film biopik Bu Susi berpotensi untuk memamerkan keindahan Pantai Pangandaran sebagai latar tempat masa kecilnya. Belum lagi, bakalan ada adegan action berupa kapal-kapal asing yang meledak sebagai korban seruan Bu Susi, yang barangkali bisa jadi judul filmnya: Tenggelamkan!
2. Ridwan Kamil
Pejabat satu ini sudah sering wara-wiri di perfilman Indonesia sebagai cameo. Alasan kedekatan dengan dunia layar lebar inilah figurnya patut dibuatkan film berjudul A Man Called Cameo. Biar nggak sama dengan film biopic politisi seperti kebanyakan, barangkali penulis naskah bisa fokus pada kiprah Ridwan Kamil sebagai cameo di berbagai film di tengah-tengah kesibukannya mengurus Kota Bandung.
Sehingga filmnya nanti menjadi film pembalasan. Ridwan Kamil yang biasanya cuma dapat jatah cameo menjadi peran utama, lalu para peran utama di film-film sebelumnya menjadi cameo di film Ridwan Kamil. Di film biopik Ridwan Kamil, kita bakalan mendapati Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla sebagai cameo Dilan dan Milea.
3. Prabowo Subianto
Jokowi saja sudah punya dua film sendiri, bagaimana bisa pesaingnya Prabowo satu acan nggak punya? Padahal Lukman Sardi sudah pernah bikin film Di Balik 98 dengan menggandeng Chelsea Islan dan Boy William, tapi tidak ada peran Prabowo di situ. Bukankah Prabowo punya peran penting di Peristiwa 1998?
Sosok Prabowo mengingatkan kita kepada Bruce Wayne alias Batman: jomblo, kaya raya, dan hobi mengumpulkan jagoan-jagoan dalam sebuah koalisi. Bruce Wayne punya Alfred, Prabowo punya Hashim Djojohadikusomo. Bruce Wayne punya Wayne Enterprises, Prabowo punya pabrik kertas.
Batman punya Justice League, Prabowo punya Koalisi Merah Putih (KMP). Belakangan, disingkat KMPret alias Kampret. Batman dan Kampret jelas-jelas berhubungan erat: sama-sama makhluk malam.
Politikus seperti Jokowi, Ahok, dan Ridwan Kamil adalah jagoan-jagoan yang sempat dikumpulkan oleh Prabowo. Sampai akhirnya, ketiga tokoh politik tersebut memilih jalan yang berbeda. Begitu juga Batman yang ditinggal oleh Robin karena beda prinsip. Robin sampai bikin kelompok sendiri, yaitu Teen Titans. Jokowi sudah seperti Superman di kehidupan Prabowo sebagai Batman: teman tapi bisa jadi viral, eh, rival.
Jika film biopik Habibie menceritakan tentang kesuksesan seorang anak bangsa menjadi presiden. Tidak dengan film biopik Prabowo. Film Prabowo bakalan bercerita tentang perjuangan seorang negarawan yang berusaha meraih impiannya tapi tak kunjung kesampaian. Sebuah semangat dan ketulusan yang patut ditiru.
Jika kita terbiasa terinspirasi dengan kisah sukses seseorang, film Prabowo bakalan menjadi tantangan baru: bisakah kita takjub dengan sikap pantang menyerah? Satu kali nyawapres dan satu kali nyapres, keduanya kebetulan sedang sial kok ya gagal. Meski begitu, Prabowo masih mau mencoba peruntungan kembali untuk ketiga kalinya dengan Sandiaga Uno sebagai Robin terakhir.
Prabowo adalah kita. Kita yang selalu gagal walaupun sudah mengerahkan segala tenaga. Jika kita bisa terinspirasi dengan kisah sukses, kita juga harus bisa menerima kisah kegagalan sebagai salah satu kemungkinan dari sebuah usaha. Prabowo menunjukkan pandangan lain bahwa kekalahan bukanlah akhir. Masih ada periode-periode selanjutnya.
Semangat, Pak Prabs! Kita di belakangmu.
Kita?