Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat Pagi,
Salam Sejahtera bagi kita semua, Om Swastyastu,
Namo Buddhaya, Salam Kebajikan.
Melihat perkembangan apa yang terjadi dua tahun terakhir, kami menyadari bahwa apa yang kami lakukan selama ini tidak berhasil.
Kami gagal, kami salah, dan dengan ini kami minta maaf. Kami menyadari semestinya pandemi bisa ditangani lebih baik. Kami menyadari bahwa inkompetensi dan sikap abai yang dilakukan, telah membuat kondisi makin buruk.
Kami minta maaf kepada setiap orang yang telah kehilangan anggota keluarganya. Sesuatu yang sebenarnya bisa kami cegah. Kami menyadari sikap keras kepala dan tak mau mengakui buruknya keadaan, demi uang, demi ekonomi, telah membuat kami mengorbankan nyawa. Kalian kehilangan anggota keluarga karena ketidakbecusan kami dalam mengurus kebijakan.
Kami minta maaf pada seluruh kelas pekerja, pengusaha kecil, masyarakat kota, yang terdampak karena kebijakan kami yang tidak jelas. Kami gagal memprioritaskan manusia, kami gagal memprioritaskan nyawa warga negara, tangan kami telah penuh darah masyarakat yang kematiannya bisa dicegah.
Kami minta maaf pada buruh, kurir, petani, dan mereka yang harus tetap bekerja saat pandemi. Menghadapi risiko kematian, karena kami menolak memberlakukan amanat Undang-Undang Karantina Kesehatan. Kami menolak menjamin kebutuhan dasar warga, malah sibuk membuat promosi wisata.
Kami minta maaf pada ibu yang kehilangan anaknya, suami yang kehilangan istrinya, mereka yang kematiannya bisa dihindari. Kami gagal menyusun prioritas. Kami tak mau melihat kondisi fasilitas kesehatan yang kolaps, tenaga medis yang kelelahan, relawan yang akhirnya menyerah. Kami minta maaf. Kami gagal.
Kami minta maaf kepada seluruh tenaga kesehatan. Para pekerja yang harus berjibaku melawan virus, menghadapi kematian, menguburkan manusia, dan mereka yang tetap bekerja merawat pasien. Kami minta maaf karena tak mampu membayar kalian dengan layak, tak mampu membayar kalian tepat waktu, tak mampu memberikan perlindungan yang dibutuhkan.
Kami gagal melindungi kalian, yang membantu kami menghadapi bencana ini. Kami mengakui, akibat kesalahan kebijakan yang kami buat, makin banyak orang yang terjangkit virus, orang yang kemudian mati akibat ketidakbecusan kami mengurus kepentingan publik. Akibatnya tenaga medis banyak yang gugur. Kalian bukan pahlawan, kalian adalah korban dari kebijakan yang salah sasaran dan tidak berguna.
Kami pura-pura melihat kondisi wabah sedang baik-baik saja. Kami melakukan akrobat bahasa, menggunakan istilah yang kabur, untuk menyelamatkan kami dari tanggung jawab. Kami lari dari tugas, kami lari dari amanah, yaitu melindungi, memenuhi kebutuhan, dan melayani kalian sebagai pemberi mandat.
Selama ini kami denial. Kami pikir segalanya bisa kami atasi. Tapi kami tahu, kami salah, kami inkompeten, dan tak tahu diri. Kami tak mampu mengatasi ini sendiri dan butuh bantuan kalian. Kami tak bisa mengakhiri wabah ini sendiri. Kami kehabisan waktu dan juga manusia. Untuk itu, kami mohon bantuan kalian.
Bantu kami, kami yang tidak berdaya, kami yang tidak kompeten, dan kami yang tak tahu harus apa.
Kami benar-benar tak tahu harus apa.