ADVERTISEMENT
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Persona
    • Seni
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Persona
    • Seni
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Esai

Rokok Lebih Berbahaya daripada Nuklir

Muhidin M. Dahlan oleh Muhidin M. Dahlan
9 Juli 2015
0
A A
Rokok Lebih Berbahaya daripada Nuklir

Rokok Lebih Berbahaya daripada Nuklir

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Salah satu jurusan perkuliahan keren—di kampus-kampus kebanggaan calon mertua anak bangsa macam ITB dan UGM—yang nasib mahasiswanya paling syuram adalah jurusan Teknik Nuklir. Sebetulnya mahasiswa Filsafat juga. Yang terakhir ini gak ada hubungan sama negara para filsuf, Yunani yang sedang berhikmat ke kiri dan menemukan kepala mereka dalam setahun terakhir dijitak ramai-ramai oleh ultras kapitalisma dan pasarisma di seantero benua biru.

Bayangkanlah kamu bernasib (terjebak) jadi mahasiswa Nuklir ini. Praktik keilmuanmu di lapangan selalu menjadi momok bagi masa depan manusia. Catat, (((MOMOK MASA DEPAN MANUSIA))).

Kuliah di mana mas? Nuklir. Jleb. Kemudian hening. Yang terbayang adalah kehancuran spesies. Hiroshima, Chernobyl, dan insiden-insiden kecil kebocoran tangki radiasi di Jepang adalah deret memori kekelaman. Mahasiswa Nuklir tiba-tiba menemukan diri mereka seperti jelmaan Syiwa. Mahasiswa nuklir tiba-tiba menemukan diri depan cermin kos tak ubahnya jelmaan malaikat Israfil si peniup sangkakala akhir peradaban.

Maka kelulusan mahasiswa Nuklir dari perkuliahan alih-alih melahirkan haru, melainkan sebaliknya murung. Yaolo, jombloooo, kalian bersyukurlah jadi manusia sebab barangkali kalian hanya berhadapan dengan kesepian. Nah ini, anak-anak Nuklir yang berkawan dengan radiasi, bukan saja bernasib suram absolut, tapi juga menjadi musuh bersama ilmu-ilmu lain yang menjadi tetangga jurusan dan fakultasnya.

Masa depan mereka seperti nasib proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, yang nasibnya terombang-ambing sejak proyek ini diluncurkan Sukarno tahun 1958 hingga sayup-sayup terdengar lagi mau “digoreng” di era Bapak Presiden Terhormat Jokowi.

Presiden Soeharto yang sukses membereskan Sukarno berharap besar dengan senyum jagalnya bisa menaikkan kembali pamor nuklir. Maka direstuinyalah pembangunan infrastruktur Reaktor Nuklir GA Siwabessy. Horee, rona pipi mahasiswa dan ilmuwan nuklir kembali merah jingga. Muka tanpa darah itu betul-betul makin semringah tatkala reaktor baru diresmikan “Pak” Harto pada 20 Agustus 1987 di Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek), Serpong. Nama reaktor itu diambil dari ketua lembaga tenaga atom pertama.

Baca Juga:

KNPK Tolak RPP UU Kesehatan - foto Eko susanto:Rokok Indonesia

KNPK: RPP UU Kesehatan Pembunuh Industri Hasil Tembakau

25 September 2023
5 Vape Termahal di Dunia, Ada yang Seharga 12 Unit Alphard

5 Vape Termahal di Dunia, Ada yang Seharga 12 Unit Alphard

18 September 2023

Tapi di luar dugaan, protes membesar. Titik api protes itu bukan di Serpong yang barangkali dekat dengan markas Angkatan Darat dan tempat tinggal Jenderal Besar, melainkan lokasi pembangunan PLTN Gunung Muria, Jepara. Masyarakat dan ilmuwan antitank antinuklir dari ragam jurusan, termasuk filsafat dan teknik-non-nuklir menggulung lengan baju dan memaklumkan perlawanan.

Adalah sang Direktur Pusat Reaktor Serbaguna GA Siwabessy yang juga jebolan ITB, Ir Bakri Arbie, putar otak bagaimana melawan arus besar protes itu. Ia mesti mencari akal untuk meyakinkan bahwa nuklir yang diemongnya ini seperti kucing imut di rumah; ramah dan gemez. Kalaupun si kucing nggadoh sepotong ikan di meja yang bukan haknya, anggap saja itu nakalnya kucing.

Entah wangsit apa yang lewat, Bakri yang seorang ilmuwan dan pastilah terlatih dengan cara berpikir yang logis rasional, menemukan resep jitu. Begini omongan Bakri yang saya kliping dari majalah Jakarta Jakarta No 319, 8 Agustus 1992:

“Orang yang takut nuklir sama seperti orang yang takut hantu…. risiko nuklir itu relatif kecil. Orang yang bekerja di lingkungan reaktor, per minggunya dibatasi hanya boleh menerima dosis radiasi sebesar 200 mrem. Sedangkan 1 batang rokok sama dengan 10 mrem. Artinya, seseorang yang seharinya merokok 1 bungkus rokok berisi 20 batang akan memborong semua dosis yang diizinkan per minggu.”

Alhamdulillah. Fatwa ilmuwan Bakri itu bisa menjadi amunisi baru, khususnya pasukan intifadah antirokok. Apalagi koinsidensi terjadi. Di momen tahun yang seiringan dengan “rokok lebih berbahaya daripada nuklir” ala Bakri itu, di Perguruan Tamansiswa keluar maklumat yang sekaligus menjadikan TS lembaga pendidikan pertama yang secara terbuka menendang rokok dari pagar pendidikan.

Maklumat yang diteken Ki Suratman itu berbunyi: “Setiap siswa dan mahasiswa, pamong (guru dan dosen), dan karyawan Peguruan Tamansiswa dilarang merokok. Merokok mengganggu kesehatan, menghambat konsentrasi belajar, mengakibatkan pemborosan, dan mengunggulkan kenikmatan”.

Jika bandel? Ki Suratman mengeluarkan manifes: “Tinggal pilih, berat merokok atau berat Tamansiswanya. Kalau berat di rokok, silakan cari sekolah lain.”

Tegas. Lugas. Dan yang lebih penting adalah bahwa jauh sebelum intifadah antirokok digeber pejuang seperti Pak Kartono Mohamad dan Pak Tere Liye saat ini, Bakri dan Tamansiswa sudah memulainya. Mereka adalah le-luhur panjang dari jihad akbar antinuklir antirokok.

Dan seperti kita tahu, nama Bakri (Bakrie Yang Itu?) memang seperti nujum kegelapan buat apa saja yang dikulum oleh ujung lidahnya. Padahal tidak ada yang menduga di tahun awal 90-an itu nasib rokok semerana seperti saat ini lantaran koran dan majalah macam Tempo, Kompas (termasuk liga-liga PSSI) masih hidup dari limpahan pariwara rokok dan masih meyakini hingga abad 20 berakhir bahwa rokok kretek, sebagaimana keris, jamu, dan tempe, adalah tonggak bangsa.

Sayang sungguh disayang, ijtihad Bakri memojokkan rokok untuk mengangkat marwah nuklir rupanya berjalan di luar harapan. Rokok memang babak-belur dirajam di ranah legislasi dan distrap di ruang publik. Namun bukan berarti nuklir naik kelas jadi kucing imut yang gemez. Kenyataan itu berarti makin memerosokkan mental mereka yang sudah kadung menghabiskan waktu akil balighnya untuk kuliah di Nuklir.

Seperti halnya mahasiswa filsafat, dan termasuk sastra, apa boleh bikin, mahasiswa Nuklir mesti bersiasat hidup di luar disiplin ilmunya. Mahasiswa lulusan Nuklir macam Nirwan Ahmad Arsuka memilih banting stir jadi penulis tentang astronomi, filsafat, dan isu-isu yang gak akrab di telinga awam. Tak mau direcoki membaiknya nasib nuklir, Nirwan memutuskan bikin penerbitan rumahan bernama Nuklir Nalar—seperti yang juga dilakukan mantan mahasiswa filsafat Puthut EA.

Ada lagi sosok pintar lainnya dari nuklir yang juga total putar balik jadi penulis soal-soal keagamaan. Namanya Agus Mustofa. Tema-tema yang digarap Gus Mustofa aneh, lebih aneh dari Tere “Darwis” Leye. Baca saja judul-judul bukunya: Ternyata Akhirat Tidak Kekal, Ibrahim Pernah Atheis, Menjadi Haji tanpa Berhaji, Ternyata Adam Dilahirkan, Adam Tak Diusir Dari Surga, dan Tahajud Siang Hari Dhuhur Malam Hari. Dengan buku-buku tasawufnya—bukan ilmu nuklir—yang saat ini sudah lebih dari 50-an judul itulah, ia beberapa kali dipanggil Pak SBY untuk memberi tausiah ketika bliyo masih bolak-balik Cikeas-Istana Negara.

Yang tidak dilakukan cucu-cucu Adam yang pintar ini adalah berpikir ringkas ala Bakrie, senior mereka. Mungkin mereka sadar bahwa sejatinya nuklir dan rokok pada akhirnya sama-sama paria yang berjuang mendapatkan hak-hak hidupnya di NKRI. Seperti nasib penyintas lainnya semacam Kominismah, Syiah, Ahmadiyah, Nabi Kontemporer, HIV/AIDS, dan LGBT.

Sesama penyintas, sesama hantu, mestinya saling bantu, bukan saling jegal. Salam Bakrie!

Terakhir diperbarui pada 5 November 2018 oleh

Tags: Bakri ArbieNuklirRokokTere Liye
Muhidin M. Dahlan

Muhidin M. Dahlan

Penulis dan kerani partikelir IBOEKOE dan Radio Buku.

Artikel Terkait

KNPK Tolak RPP UU Kesehatan - foto Eko susanto:Rokok Indonesia
Hukum

KNPK: RPP UU Kesehatan Pembunuh Industri Hasil Tembakau

25 September 2023
5 Vape Termahal di Dunia, Ada yang Seharga 12 Unit Alphard
Hiburan

5 Vape Termahal di Dunia, Ada yang Seharga 12 Unit Alphard

18 September 2023
Perjalanan Gudang Garam, Berawal dari Usaha Rumahan hingga Punya Bandara. MOJOK.CO
Ekonomi

Perjalanan Gudang Garam, Berawal dari Usaha Rumahan hingga Punya Bandara

22 Juli 2023
Jemaah haji asal Indonesiasering membawa rokok saat melakukan ibadah di Tanah Suci. Masalahnya, jumlah rokoknya sering terlalu banyak. MOJOK.CO
Kilas

Segini Batasan Jumlah Rokok saat Haji yang Sering Dilanggar Jemaah Indonesia

25 Juni 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
khilaf

Ada Khilaf dalam Khilafah

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Melacak Sejak Kapan Profesi Tukang Parkir Ada di Indonesia MOJOK.CO

Melacak Sejak Kapan Profesi Tukang Parkir yang Nyebelin itu Ada di Indonesia

21 September 2023
Daftar Jurusan Kuliah yang Lulusannya Mudah Dapat Kerjaan MOJOK.CO

Daftar Jurusan Kuliah yang Lulusannya Mudah Dapat Kerjaan

25 September 2023
Mengunjungi Lubang Buaya Jogja di Condongcatur, Tempat Dua Jenazah Tentara Ditemukan MOJOK.CO

Mengunjungi Lubang Buaya Jogja di Condongcatur, Tempat Dua Jenazah Tentara Ditemukan

27 September 2023
4 Alasan Mengapa Wacana Dua Poros, Prabowo vs Anies Baswedan di Pilpres 2024 Sulit Terlaksana MOJOK.CO

4 Alasan Mengapa Wacana Dua Poros di Pilpres 2024 Sulit Terlaksana

22 September 2023
Safari Dharma Raya, Bus "Gajah" dari Temanggung yang Melegenda Sejak 1951 MOJOK.CO

Safari Dharma Raya, Bus “Gajah” Kebanggaan Warga Temanggung yang Melegenda Sejak 1951

25 September 2023
Underpass di Jogja itu Ada Empat, Bukan Tiga! Salah Satunya Pemegang Rekor Terpanjang di Indonesia MOJOK.CO

Underpass di Jogja itu Ada Empat, Bukan Tiga! Salah Satunya Pemegang Rekor Terpanjang di Indonesia

22 September 2023
Daftar Lengkap Flyover di Jogja, Ada yang Dijuluki Sebagai Tempat Menangis Terbaik MOJOK.CO

Kisah di Balik 5 Flyover di Jogja, Ada yang Dijuluki Tempat Menangis Terbaik

22 September 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Persona
    • Seni
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In