Mungkin kamu pernah sedikit ilfil, si gebetan menulis “dirumah” dan “di makan” pada saat chatting. Atau bisa jadi kamu bertanya-tanya benarkah dia jodohmu ketika dia makan soto dengan kuah dipisah di mangkok berbeda.
Ketika perasaan kepada sang pasangan cukup kuat, hal-hal di atas bisa ditolerir dengan cukup mudah. Namun, kadang ada banyak hal sepele yang bisa membuat satu hubungan berakhir.
Berikut ini beberapa cerita tentang putusnya sebuah hubungan yang saya rangkum secara langsung dengan metode pengumpulan data.
Ruang Angkasa
Kisah ini terjadi baru-baru ini.
Teman saya, Siska, seminggu setelah dilamar menemukan bukti bahwa sang tunangan ikut mendaftar program NASA untuk tinggal di Mars. Tidak cukup jelas bagaimana Siska akhirnya tahu, yang pasti informasi tersebut membuat Siska galau dan ngambek seminggu penuh meski selalu bilang ‘nggak apa-apa’ sewaktu ditanya ‘kenapa’ oleh pacarnya.
Sampai akhirnya amarah itu meledak dan terjadilah pertengkaran yang cukup sengit di antara mereka, seperti cerita Amy dan Sheldon dalam The Big Bang Theory.
Si pacar yang memanfaatkan bulan purnama untuk menyatakan cinta ini memang memiliki ketertarikan pada ruang angkasa. Siska tahu kegemaran itu, tapi tetap tak menyangka si pacar berniat meninggalkan bumi. Apalagi kemudian dia tahu bahwa si pacar juga ikut beberapa program kehidupan luar bumi lainnya.
Alasan putusnya pertunangan Siska ini terlihat sepele, terlebih lagi kemungkinan jadi berangkatnya si pacar ke Mars atau Asgardia memang kecil sekali.
Ketika saya konfirmasi mengenai hal ini, Siska menjawab dengan singkat, padat, dan jelas. “Kami putus karena kami menginginkan hal yang berbeda.”
Konflik Suku
Cerita ini saya dapatkan dari mantan rekan kerja saya, sebut saja namanya Rio.
Alkisah, enam belas tahun lalu, Rio, seorang pria campuran Dayak-Banjar, berpacaran dengan perempuan cantik asli Jawa Timur. Mereka saling kenal karena sama-sama membantu orang tua berjualan di sebuah pasar Palangkaraya.
Hubungan mereka saat itu cukup dekat, sampai kedua belah pihak keluarga pun sudah saling kenal. Namun rencana untuk menempuh jenjang selanjutnya harus kandas ketika terjadi konflik di Sampit yang juga menjalar sampai Palangkaraya. Pacar Rio bertolak dari Palangkaraya kembali ke Jawa.
Di tengah konflik, hubungan mereka sempat menggantung tak jelas. Maklum, belum ada Whatsapp. Sampai beberapa bulan setelah konflik usai, Rio mendapat surat dari pacar yang berisi kata putus. Begini salah satu kutipannya: “Kita diperlukan di tempat yang berbeda.”
Anjing Peliharaan
Kisah ini sempat viral di internet, tentang seorang analis di New Delhi yang bernama Karishma Walia. Perempuan ini dijodohkan dengan seorang laki-laki oleh kerabatnya. Kebetulan, Walia memiliki seekor anjing yang bernama Lucy. Nah, tampaknya si laki-laki yang dijodohkan memiliki masalah dengan anjing itu.
Berdasarkan skrinsyut percakapan Whatsapp yang beredar, si laki-laki meminta Walia untuk melepaskan Lucy jika ingin melanjutkan hubungan. Mungkin si laki-laki mengira, Walia tidak akan memutuskan perjodohan hanya untuk seekor anjing. Ternyata dia salah, Walia justru memilih anjingnya dan memutuskan hubungan. Tetot!
Mungkin memang terasa aneh, demi anjing Walia rela melajang dan melepaskan lelaki yang ingin meminang. Si laki-laki juga terheran-heran, sampai berkata, “Please marry the dog in that case.” Hmmm … mungkin si abang masih nggak rela dikalahkan oleh anjing kali, ya.
Sebagai sesama pecinta hewan piaraan, saya memahami pilihan Walia. Seperti Mija yang rela mengejar Okja sampai ke Amerika, saya juga tak rela jika harus berpisah dengan kucing-kucing saya hanya demi menikah. Karena baik anjing, Okja, maupun kucing, mereka sama-sama bentuk komitmen yang terlebih dulu ada sebelum komitmen lain bernama pernikahan.
Felix Siauw: Udah Putusin Aja!
Siapa yang tak tahu buku fenomenal itu? Ada dua hubungan hubungan percintaan yang belum dihalalkan ijab kabul yang berakhir karena pengaruh Akhi Felix. Cerita keduanya saya dengar langsung dari pihak pertama.
Pertama, dari teman saya yang sering dipanggil Anang meskipun tidak mirip Papanya Aurel. Anang ini mengaku galau bukan kepalang setelah membaca buku Udah Putusin Aja! (UPA). Dia bahkan merasa, Ustadz Felix Siaw benar-benar bicara langsung di hadapannya.
Saat membaca kalimat pembuka, “Engkau ucap cinta padahal itu DUSTA. Lisankan sayang padahal itu BOHONG,” Anang yang terkenal buaya darat itu merasa ditampar-tampar Ustadz Felix.
Beberapa hari setelah mengkhatamkam UPA, Anang memutuskan hubungan dengan dua pacarnya—secara terpisah tentunya. Menurut kabar yang beredar, sekarang Anang sedang menjalani proses ta’aruf dengan seorang perempuan setelah sebelumnya aktif di banyak kegiatan keagamaan.
Ketika Anang mendapat ketenangan batin lewat UPA, teman saya yang lain malah muring-muring karena buku ini. Pasalnya, tiba-tiba saja dia diputusin karena ceweknya membaca UPA!
“Ya, kan pacaran kita nggak bakal juga sampai hamil di luar nikah …. Lagian kita pacarannya lebih sering sama-sama ngurusin kegiatan donor darah. Rencana nikah juga sudah ada, ini sambil ngumpulin duit,” curhat teman saya itu.
Sementara si cewek, yang juga teman saya, mengungkapkan hal yang berbeda. “Jujur, ya … memang masih sayang. Tapi aku nggak mau menjalani hubungan yang begini, penuh rasa-rasa yang nggak perlu. Toh kalau memang jodohnya sama dia, suatu saat nanti bakal nikah juga.”
Beberapa tahun kemudian, si cowok menikah dengan perempuan lain. Sementara si cewek belum menikah dan bertugas sebagai guru di pedalaman Kalimantan, sonder suami sonder sinyal. Saat libur sekolah, dia datang ke kota dan kami bertemu, dan tentu saja saya tanya-tanya perihal mantan. Dia tertawa dan mengaku sama sekali tidak menyesal. “Ngapain nyesel, dulu itu aku kan bener-bener mikir waktu membuat keputusan.”
Diajak Nikah
Lah, diajak nikah kok malah memutuskan hubungan?
Jadi begini. Teman saya, sebut saja Juliet, telah berpacaran cukup lama dengan Romeo, teman kuliahnya. Kisah cinta Romeo dan Juliet ini disetujui oleh keluarga dua belah pihak.
Setelah keduanya sama-sama bekerja, keduanya semakin sering dan intens membicarakan pernikahan. Namun, justru sejak itu pula Juliet mulai merasa tidak nyaman dengan sikap Romeo. Menurutnya, Romeo perlahan tapi pasti mulai mengekang hidup Juliet.
Di tengah kegalauan Juliet, tiba-tiba Romeo datang ke rumah bersama rombongan keluarganya. Juliet kaget bukan kepalang, karena tujuan kedatangan keluarga Romeo adalah melamar. Perasaan Juliet semakin ruwet ketika orangtuanya dengan enteng menjawab ‘ya’ atas pinangan Romeo. Alasannya, toh Juliet dan Romeo ini memang sudah lama pacaran.
Keengganan Juliet ini akhirnya diketahui oleh Romeo, yang malah membuatnya semakin mengekang Juliet. Romeo bahkan membawa-bawa ungkapan, “Janganlah engkau menolak lamaran laki-laki yang baik agama dan akhlaknya,” yang diolah seakan-akan perintah agama. Dengan modal salat fardu dan sunah setiap hari, Romeo merasa setiap gadis dia lamar haruslah menerima.
Setelah melewati banyak drama, hubungan Romeo dan Juliet berakhir. Pihak Romeo merasa dipermalukan dengan keputusan mencla-mencle pihak Juliet. Sementara Juliet, ketika curhat berkata, “Dia ngerencanain nikah seenaknya sendiri tanpa ngomong sama aku. Nikah sendiri aja, sana!”
Kami yang dicurhati cuma mengangguk-angguk setengah bingung. Juliet lalu melanjutkan dengan kalimat pamungkas yang merangkum kisah-kisah di atas, “Aku sih lebih baik hidup sendiri daripada bersama orang yang salah.”
Di sisi lain, Romeo susah merelakan keputusan Juliet. Dia kembali meneror Juliet dengan petikan-petikan kalimat religius yang kurang lebih begini, “Perempuan, kalau sudah ada yang melamar itu ya diterima saja. Nggak usah kebanyakan mikir, yang penting agamanya si laki-laki baik. Lagian hubungan suami istri itu hanya untuk dunia, nanti di akhirat kalau masuk surga pasangannya bidadari.”
Ceramah menyebalkan Ustadz Syam beberapa waktu lalu itu kembali saya dan teman-teman perbincangkan gara-gara pesan Romeo. Betapa Romeo telah termakan iming-iming pesta seks di surga bersama bidadari yang selalu perawan.
“Emang bisa, ya … bidadarinya selalu perawan? Emang ada?” tanya seorang teman.
Kami hanya mengangkat bahu. Seorang teman yang lain tiba-tiba tertawa. “Ada, kok,” katanya, “contohnya malah ada di Indonesia. Selalu perawan. Kecantikannya abadi. Dari kahyangan lagi.”
Kami semua memandangnya bertanya-tanya.
“Siapa?”
“Mimi Peri.”