Sederet Alasan Mengapa Peterpan Lebih Memengaruhi Selera Pendengar Musik Indonesia Dibanding Band Papan Atas Lain, Salah Satunya Sheila on 7

Peterpan Punya Kasta Lebih Tinggi Dibanding Sheila on 7 MOJOK.CO

Ilustrasi Peterpan Punya Kasta Lebih Tinggi Dibanding Sheila on 7. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COTanpa mengurangi rasa hormat, kasta Peterpan ada sedikit di atas Sheila on 7, Dewa 19, atau Slank. Jika berkenan, bacalah sampai tuntas.

Sebagai salah satu penikmat musik-musik Indonesia dari tahun 90-an hingga sekarang, rasanya tidak berlebihan jika saya menempatkan Peterpan sebagai salah satu band Indonesia paling berpengaruh setelah tahun 2000. Konteks “berpengaruh” di sini bisa berlaku untuk ekosistem musisi lokal maupun selera pendengar musik Indonesia pada umumnya.

Lewat tulisan ini, saya juga ingin mohon maaf buat penggemar Sheila on 7, Dewa 19, atau Slank. Tanpa mengurangi rasa hormat, kasta Peterpan ada sedikit di atas band-band tersebut dalam memengaruhi selera musik, budaya pop, sekaligus industri musik tanah air. 

Band-band seperti Sheila on 7 dan Dewa 19 boleh jadi punya lebih banyak massa (followers/fanbase), punya lebih banyak album dan lagu hits, atau jumlah streaming-nya. Tapi, Peterpan adalah sebuah fenomena tersendiri.

Meskipun sudah bersalin nama menjadi NOAH, akar musik NOAH tidak bisa lepas dari Peterpan. Karya-karya terbaru NOAH dan penampilannya di atas panggung terus dinantikan, meski sekarang sedang hiatus. 

Lagu-lagunya sudah didengarkan hingga ratusan juta kali di berbagai platform. Ini menjadi pertanda bahwa musiknya masih bisa relevan dengan masa kini, melintasi generasi yang berbeda.

Peterpan mewarnai genre musik Indonesia awal 2000-an

Menjelang tahun 2000, musik-musik Indonesia dikuasai oleh band-band semacam Slank, Dewa 19, Sheila on 7, dan Padi. Top of mind pendengar musik Indonesia dengan label mayor tidak akan jauh dari band-band tersebut.

Pada saat yang hampir bersamaan, musik-musik boyband dari luar juga sedang populer di Indonesia. Dari Westlife, Backstreet Boys, sampai N’SYNC. Bukan hanya di kalangan dewasa dan remaja, bahkan anak-anak banyak yang sampai hafal nada dan lirik lagu “I Have A Dream”-nya Westlife.

Stasiun TV dan radio juga masih sangat hidup. Orang-orang di zaman itu mendengarkan referensi lagu baru dari playlist radio lokal. Jika ada musisi atau band yang tiba-tiba masuk ke televisi, lagu-lagunya terus diputar di radio, sekaligus jadi cover majalah musik, maka itulah cara yang bisa ditempuh untuk menjadi semakin terkenal.

Memasuki tahun 2002, tiba-tiba banyak telinga yang menggandrungi lagu “Mimpi yang Sempurna”. Radio-radio mulai sering ketiban request memutar lagu itu. Dengan isian kord gitar Em-C-G-D yang diulang-ulang itu, semua bisa hafal lirik dan nada lagunya dalam sekejap.

Inilah lagu yang membuat Peterpan mulai mendapatkan atensi dari para pendengar musik lokal. Lagu itu ternyata masuk dalam sebuah album kompilasi Kisah 2002 Malam, album yang berisi lagu dari sepuluh band indie pendatang baru.

Saya masih ingat betapa bahagianya dulu menonton Peterpan setiap kali nongol di layar kaca membawakan lagu “Mimpi yang Sempurna”. Buat saya, lagu ini punya feel yang berbeda dengan musik-musik yang biasanya saya dengarkan.

Baca halaman selanjutnya: Band paling fenomenal di Indonesia.

Taman Langit menjadi inspirasi

Begitu Peterpan merilis album pertama Taman Langit, banyak pengamat musik mengapresiasi materi album yang punya genre indie/alternatif tersebut. Lagu-lagunya easy listening, ikonik, juga mudah dimainkan siapa saja. Termasuk di setiap pentas musik dan ajang kompetisi band, ada saja yang mencoba memainkan lagu-lagu dari album tersebut.

Dari lagu “Mimpi yang Sempurna” yang jadi lagu wajib pengamen jalanan, ketukan drum “Yang Terdalam” yang ikonik, sampai intro petikan gitar “Semua Tentang Kita” yang sampai sekarang masih dipakai buat nyetem gitar. Peterpan sah jadi salah satu band papan atas Indonesia.

Di tengah Peterpan yang sedang menjadi media darling, muncul band-band pendatang baru yang seolah-olah mencoba “meniru” gaya Peterpan. Entah dari teknik bernyanyi, bagian nada-nada lagunya, maupun dari penampilan sang vokalis Ariel, yang saat itu dikenal lewat rambut gondrong belah tengah, berkaos oblong tanpa lengan, dengan tas pinggang di celana.

Sebut saja gerombolan band seperti Kangen Band, ST12, Hijau Daun, Bagindas, Armada, Repvblik, Merpati, dan semacamnya. Band-band tersebut menyanyikan lagu-lagu pop dengan memberi sentuhan cengkok melayu. 

Uniknya, setelan mereka di atas panggung mirip dengan gaya Ariel Peterpan. Mereka tentu juga ikut menjadi populer, tetapi justru dengan melahirkan genre baru bernama: pop melayu.

Ada sebagian kelompok pendengar musik yang menganggap gerbong band-band pop melayu ini semakin membosankan. Musiknya yang begitu-begitu saja dan tampak seragam, sementara liriknya terdengar cengeng dan mendayu-dayu. Sampai di bagian ini, band-band tersebut pada akhirnya punya jalan yang berbeda dengan Peterpan di tahun-tahun berikutnya.

Album baru yang ditunggu-tunggu penggemar

Kesuksesan album kedua bertajuk Bintang di Surga (2004), membuat Peterpan semakin dikenal. Majalah musik Rolling Stone Indonesia pernah menempatkan album BDS di urutan ke-116 dalam daftar “150 Album Terbaik Indonesia sepanjang masa” pada 2007.

Situsweb PopHariIni menempatkan album ini di peringkat ke-5 daftar “20 Album Terbaik Label Arus Utama 2000-2020” setelah album Bintang Lima (Dewa, 2020), Sesuatu yang Tertunda (Padi, 2001), Kisah Klasik untuk Masa Depan (Sheila on 7, 2000), dan Ningrat (Jamrud, 2000).

Beberapa waktu yang lalu, sebuah akun dari medsos X, Indonesian Pop Base (@IndoPopBase) menempatkan album ini di urutan ke-4 dalam daftar “100 Best Indonesian Albums”. 

Banyak yang pro dan kontra. Beberapa mempertanyakan kenapa posisi Peterpan lebih tinggi dari Dewa 19, Sheila on 7, atau Padi, misalnya.

Buat saya, jawabannya sederhana. Sebagian besar nafas lagu di album tersebut begitu membekas di ingatan pendengar. Bahkan sampai beberapa tahun ke depan. 

Selain itu, lirik lagunya tidak secara lugas bicara tentang hubungan percintaan. Penggunaan kata-kata metafora pada liriknya seringkali pas, tidak berlebihan.

Tak cuma orang dewasa yang bisa menikmati, tetapi kalangan remaja juga bisa bebas menginterpretasikan lagu tersebut dengan caranya sendiri. Bandingkan dengan lagu-lagu band papan atas lain yang di banyak lagunya cenderung menggunakan lirik yang lebih lugas, bahkan sampai terdengar lebih slenge’an.

Peterpan menciptakan fenomena baru

Setahun setelah album BDS rilis, Peterpan menggarap satu album tematik penuh, khusus untuk soundtrack film Alexandria (2006). Album ini termasuk sukses karena berhasil mengangkat film yang disutradarai oleh Ody C. Harahap. 

Konser “Menunggu Pagi” yang menandai rilisnya album ini pernah digelar di Bandung. Ada 6 stasiun televisi menyiarkannya secara serentak pada pukul 11 malam.

Tak sampai di situ, salah satu TV nasional waktu itu juga pernah menayangkan dokumentasi proses pembuatan album ketiga Peterpan dalam beberapa episode. Ariel cs tampak sedang dikarantina ketika membuat lagu untuk album Hari yang Cerah, yang kemudian rilis pada 2007. 

Mungkin kalau dilakukan sekarang tayangan seperti itu bakal terasa overrated. Tapi, di zaman itu, kalau bisa menaikkan rating stasiun televisi, nggak ada salahnya juga, kan?

Momen yang paling diingat sebelum album itu rilis adalah fakta bahwa albumnya ternyata sudah bocor di internet. Entah siapa yang pertama kali membocorkan waktu itu. 

Yang jelas, sudah banyak yang membagikan link download album ini di berbagai forum internet. Tak lama kemudian, nyaris hampir di setiap warnet sudah muncul versi bajakan album tersebut.

Beberapa hal di atas menjadi gambaran bahwa karya-karya Peterpan memang banyak ditunggu penggemar. Peterpan menciptakan fenomena baru dan secara kasta bisa bersanding dengan band-band papan atas yang lain.

Band yang memecahkan rekor

Kalau Peterpan dihitung berdasarkan prestasi dan penghargaan karya musik, mungkin sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Namun, kalau soal penghargaan MURI, tidak banyak band atau musisi yang bisa meraihnya. 

Saya coba cek apakah band sekelas Sheila on 7, Dewa 19, atau Slank pernah memecahkan rekor MURI tahun 2004. Ternyata belum pernah.

Peterpan pernah masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran pernah melakukan konser maraton di 6 kota berbeda di Indonesia dalam waktu sehari pada 2004. Delapan tahun kemudian, mereka kembali masuk MURI karena menyelenggarakan konser “2 Benua 5 Negara” dalam sehari meski sudah dengan nama NOAH.

Lagu-lagu Peterpan yang liriknya berbahasa Indonesia dan tidak menggunakan cengkok melayu, ternyata juga disukai pendengar musik dari negara tetangga, Malaysia. Konser Peterpan di Malaysia pernah mendatangkan 30 ribu penonton. 

Padahal saat itu hubungan Indonesia-Malaysia sedang memanas. Khususnya oleh isu-isu pengakuan budaya dan rivalitas olahraga, terutama sepakbola dan bulutangkis. Namun, soal hiburan musik, ternyata keduanya akur karena punya selera yang sama.

Konser monumental Peterpan

Konser Peterpan yang monumental juga pernah terjadi di 2005 saat mereka melawat ke Timor Leste. Sejarah mencatat, konser yang digelar di Stadium Municipal Dili itu bisa mendatangkan hingga 60 ribu penonton. 

Jumlah penduduk Timor Leste tahun itu kurang lebih ada sejuta penduduk. Berarti, konser tersebut ditonton oleh 5% penduduk Timor Leste.

Kedatangan Ariel cs juga sempat diterima oleh presiden Timor Leste, Xanana Gusmao. Ikatan empati masyarakat Indonesia dan Timor Leste terjalin kembali melalui lagu-lagu Peterpan. Seolah-olah sudah lupa sejenak atas semua tragedi yang pernah terjadi antara 2 negara di masa lalu.

Laris manis di era album fisik

Peterpan melejit di masa transisi pendengar musik yang sebelumnya terbiasa mendengarkan musik lewat radio, tayangan televisi, dan kaset/CD. Zaman lalu bergeser mendengarkan musik lewat internet dan aneka platform digital.

Di tahun 2004, lagu bajakan ada di mana-mana karena internet mulai menjamur dalam bentuk warung internet (warnet). Sementara tarif bandwidth internet rumahan masih sangat mahal dan belum cukup kuat untuk memutar lagu dari aplikasi streaming.

Peterpan sebenarnya beruntung karena masih bisa merasakan kejayaan album fisik dalam bentuk kaset dan CD. Album fisik Bintang di Surga masih terjual hingga lebih dari 3 juta kopi. Ini menjadikan Peterpan sebagai salah satu band yang album fisiknya paling banyak dibeli di Indonesia.

Tak lama kemudian, industri musik Indonesia berangsur mengalami masa yang lesu. Penjualan album fisik kian menurun. Beberapa label musik dan toko rilisan fisik di berbagai kota mulai tumbang satu per satu. Berlanjut dengan masa-masa gerai ayam goreng jualan paket bundling makanan bonus CD.

Zaman RBT

Inovasi Ring Back Tone (RBT) cukup menyelamatkan kondisi tersebut, meskipun periodenya tidak bertahan lama. Pengguna yang mengaktifkan RBT harus membayar biaya aktivasi dari ribuan hingga belasan ribu per lagu. Dari satu lagu yang dirilis dalam bentuk RBT, musisi dan label bisa mendapatkan keuntungan hingga miliaran rupiah.

Peterpan ikut mengadopsi sistem RBT ini untuk setiap lagu yang dirilis dengan bayaran yang tinggi. Sistem ini diikuti oleh band-band lain yang merasa lagunya sudah populer di pasaran. 

Biasanya, brand seluler ini juga akan bekerja sama dengan para musisi untuk membuat program dan sponsorship yang lain. Misalnya dengan bundling kartu perdana bonus RBT yang lagunya belum rilis atau bundling kartu perdana bonus tiket konser.

Di zaman itu, saya masih ingat bisa menonton konser Peterpan yang tiketnya diperoleh dengan cara membeli kartu perdana. Kebetulan, Peterpan sedang tur album dengan konser yang diadakan di banyak kota di Indonesia, termasuk salah satunya di kota kecil tempat saya tinggal. Mungkin kalau tidak ada kerja sama dengan brand seluler dan kesuksesan RBT, rasanya hampir mustahil Peterpan mau manggung di sana.

Puncak kejayaan RBT ini ada di antara tahun 2006-2011. Inovasi RBT menjadi salah satu keran pemasukan yang bisa diandalkan musisi selain bergantung pada hasil penjualan album fisik. Sayangnya, era kejayaan RBT harus tergantikan oleh era smartphone dan aplikasi streaming musik.

Wajah baru Peterpan

Semasa Ariel menghabiskan waktu dalam bui, belantika musik Indonesia sedang ramai dengan munculnya grup vokal laki-laki (boyband) dan perempuan (girlband). Mereka terinspirasi budaya K-Pop dari Korea Selatan. 

Grup vokal populer seperti SM*SH, Coboy Junior, Cherrybelle, dan JKT48 menjadi hype di kalangan anak muda. Tidak peduli pria maupun wanita. Pada saat yang sama, popularitas band pop melayu mulai meredup.

Singkat cerita, Peterpan sedang ancang-ancang mengubah jenama. Ariel bebas pada 2012 dengan sambutan yang luar biasa. Semua stasiun televisi dan media ikut meliput. Setidaknya para “Sahabat Peterpan” dan pendengar musik Indonesia banyak yang menantikan momen-momen itu karena 2 hal.

Pertama, pengumuman soal nama baru Peterpan yang bakal menjadi identitas baru band dengan 4 personel. Sebelumnya ada 6 personel. 

Nama baru ini harus bisa mewakili logo band berbentuk bulu merah yang sudah diperkenalkan beberapa tahun sebelumnya, mudah diingat, serta menandai warna baru Peterpan. Per tanggal 1 Agustus 2012, akhirnya nama NOAH yang dipilih dan diumumkan ke publik.

Kedua, banyak penggemar yang menantikan wajah baru Peterpan dengan 4 personel dan materi di album baru. Sementara personel lain berusaha tetap berkarya dengan merilis album instrumental Suara Lainnya. Ariel juga terus menciptakan beberapa lagu baru di penjara lewat gitar kopong.

Candaan “Ariel bebas, boyband tewas”

Salah satu lagu yang tercipta dari bui dan menjadi lagu pertama yang dikenalkan berjudul “Dara”. Bahkan Ariel juga turut mengajak penghuni penjara tersebut untuk menyanyikan bagian lagu “Raja Negeriku”. Publik penasaran bakal seperti apa penampilan NOAH dengan lagu-lagu di album barunya yang berjudul Seperti Seharusnya.

Pengamat musik nasional, Bens Leo, pernah berkelakar dalam sebuah wawancara. Dia bilang, “Akhir tahun ini (2012), musik Indonesia terselamatkan dengan munculnya NOAH. Karena tahun-tahun sebelumnya kan didominasi oleh boyband dan girlband. Mereka akan menjadi lokomotif industri panggung.”

Suka tidak suka, setelah Ariel bebas dan mulai manggung lagi, popularitas boyband dan girlband mulai meredup. Candaan “Ariel bebas, boyband tewas” jadi ada benarnya. Yang dulu Ariel Peterpan, berubah sebutannya jadi Ariel NOAH. Sulit membayangkan nasib Peterpan dan NOAH tanpa kehadiran sang front man.

Sebagai vokalis yang punya persona kharismatik, Ariel punya tempat tersendiri di mata publik. Dia sebanding dengan front man sekaliber Ahmad Dhani di Dewa 19, Duta di Sheila on 7, hingga Kaka di Slank. Meski nama Peterpan tinggal kenangan, selama ada si gacoan Ariel di NOAH, band ini rasanya belum akan berhenti melahirkan fenomena.

Penulis: Aditya Rizki

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Bintang di Surga Milik Peterpan Adalah Album Indonesia Paling Fenomenal dan Sulit Dilupakan dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version