Persebaya Surabaya Wajib Menangan dan Menjadi Juara: Tentang Brand Loyalty dan Suporter Rasa Customer

Persebaya Surabaya: Brand Loyalty dan Suporter Rasa Customer MOJOK.CO

MOJOK.COPersebaya Surabaya harus menangan dan jadi juara, demi menjaga brand loyalty dan memahami bahwa suporter sepak bola itu terasa seperti customer.

18 Juni tahun ini, Persebaya Surabaya berusia 97 tahun. Klub ini lahir pada tahun 1927 dengan nama Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). 

Tim sepak bola kebanggaan arek-arek Surabaya ini pernah berganti nama menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Surabaja (Persibaja), Persatuan Sepak Bola Surabaya (Persebaya), Persebaya 1927, sebelum kembali menggunakan nama Persebaya pada 2017 setelah diakui lagi oleh federasi usai dibekukan akibat dualisme di tahun 2010.

Di usia tiga tahun menjelang satu abad, catatan panjang sejarah sudah ditoreh oleh Persebaya Surabaya. Ketika masih bernama SIVB, Persebaya tercatat menjadi satu dari tujuh klub yang membidani lahirnya Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI). 

Pada kongres PSSI di Solo tahun 1950, Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia berganti nama menjadi Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia. Tujuh klub tersebut adalah Persija Jakarta, Persib Bandung, Persebaya Surabaya, Persis Solo, PSIM Yogyakarta, PSM Madiun dan PPSM Magelang. 

Sejarah Persebaya Surabaya di kancah sepak bola Indonesia

Di era Perserikatan, Persebaya Surabaya tercatat empat kali menjadi juara, yaitu pada tahun 1951, 1952, 1978, dan 1987/1988. Bajol Ijo juga lima kali tampil sebagai runner up pada tahun 1964/1965, 1971, 1973, 1986/1987, dan 1989/1990. 

Data tersebut menunjukkan bahwa di akhir era 1980-an, Persebaya Surabaya selama tiga musim berturut-turut tampil di babak final yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Mereka mencatatkan raihan satu kemenangan dan dua kekalahan. 

Satu-satunya kemenangan Persebaya di Final Perserikatan terjadi pada musim 1987/1988 ketika mengalahkan Persija dengan skor 3-2. Sementara dua kekalahan diderita saat tumbang 0-1 dari PSIS Semarang di musim 1986/1987 dan 0-2 dari Persib Bandung di musim 1989/1990.

Tahun 1994, PSSI mengambil langkah baru dengan menggabungkan Liga Perserikatan dan Liga Sepak Bola Utama (Galatama) yang merupakan liga semi-profesional menjadi Liga Indonesia. Jika klub-klub perserikatan dimiliki oleh pemerintah daerah setempat dan dibiayai oleh keuangan daerah, klub-klub Galatama dimiliki swasta dengan sumber keuangan mandiri. 

Pada era Liga Indonesia, Persebaya tercatat dua kali menjadi jawara pada musim 1996/1997 dan 2004. Gelar juara tahun 2004 yang diperoleh ketika Persebaya dipimpin pelatih Jacksen F. Tiago itu menjadi yang terakhir dirayakan. Hingga 20 tahun berselang, Persebaya Surabaya belum lagi mampu menjadi yang terbaik di Liga Indonesia.

Baca halaman selanjutnya: Gudang pemain berbakat…

Gudang pemain berbakat

Khalayak sepakat bahwa Surabaya, khususnya Persebaya, merupakan Kawah Candradimuka pemain-pemain sepak bola nasional. Sejak era 1950-an hingga saat ini, pemain-pemain binaan Persebaya Surabaya selalu mengisi skuat tim nasional, baik di kategori senior hingga kelompok umur. 

Bahkan seorang putera Surabaya bernama Achmad Nawir, merupakan kapten tim Hindia Belanda yang berlaga di Piala Dunia 1938 Prancis. Sebuah catatan manis yang semakin menegaskan bahwa klub ini merupakan gudangnya pemain berbakat.

Persebaya Surabaya, hingga saat ini, masih terus melakukan pembinaan berjenjang. Muaranya adalah melahirkan pemain-pemain bertalenta dan mewarnai sepak bola tanah air melalui kompetisi klub-klub internal. 

Hampir di semua klub yang berlaga di Liga Indonesia (Liga 1, Liga 2 dan Liga 3) terdapat pemain binaan klub internal Persebaya Surabaya. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi pemain andalan. 

Terbaru, Rahmat Irianto membawa Persib Bandung menjadi juara Liga 1 2023/2024. Rahmat merupakan pemain yang lahir dari rahim Persebaya bersama klub internal Indonesia Muda.

Di tengah maraknya pemain-pemain half blood yang memperkuat timnas, pada laga penyisihan Grup F Zona Asia Piala Dunia 2026 di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta menghadapi Irak, tiga pemain binaan Persebaya mengisi posisi starting line up

Mereka adalah Ernando Ari Sutaryadi, Rizky Ridho Ramadhani, dan Marselino Ferdinan. Sebanyak 11 pemain pertama yang diturunkan Shin Tae-yong ini seolah menjadi ganjaran bagi Persebaya yang terus konsisten dan berkesinambungan membina pemain-pemain muda untuk disiapkan menjadi andalan tim nasional. 

Satu lagi pemain hasil pembinaan Persebaya adalah Toni Firmansyah. Dia memperkuat Indonesia U20 yang mengikuti Maurice Revello Tournament di Perancis

Sepak bola modern

Saat ini sepak bola tidak hanya sekadar olah raga dan permainan semata. Sepak bola sudah masuk ke dalam ranah bisnis dan hiburan. 

Sepak bola adalah industri yang bisa mendatangkan keuntungan finansial dan popularitas. Klub sepak bola di era modern sangat terkait erat dengan brand. Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller dalam bukunya berjudul Marketing Management, sebuah brand dapat diartikan sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi yang dapat dijadikan sebagai identitas produk atau jasa yang membedakan satu atau kumpulan penjual dari kompetitornya. 

Persebaya Surabaya memiliki sejarah, suporter yang luar biasa, motto “WANI” dan “Kami Haus Gol Kamu”, gelar juara, serta deretan pemain-pemain sekaliber Ernando Ari Sutaryadi yang selalu menjadi langganan timnas Indonesia atau Bruno Moreira, pemain asal Brasil yang memiliki kemampuan sepak bola di atas rata-rata pemain lokal. Brand inilah yang bisa menjadi alasan bagi kebanyakan orang untuk menyukai bahkan menjadi pendukung fanatik Persebaya.

Brand yang dimiliki Persebaya sudah dapat dikategorikan sebagai brand loyalty. Sejumlah ahli berpendapat, brand loyalty merupakan kesetiaan atau afiliasi pelanggan pada suatu merek yang ditunjukkan dengan perilaku pembelian dan niat untuk mempertahankan pilihan mereka untuk merk tersebut dalam jangka waktu yang lama. 

Kekuatan sebuah brand loyalty Persebaya Surabaya

Sepak bola adalah salah satu (mungkin bisa disebut sebagai satu-satunya) olahraga yang bisa membuat penikmatnya merasakan sebuah daya pikat luar biasa kepada sebuah tim. Brand loyalty di dunia sepak bola membuat fans ikhlas menghambakan diri pada sebuah klub hingga bersedia melakukan apapun demi klubnya. 

Atas nama loyalitas inilah mereka berupaya sekuat tenaga untuk memiliki semua hal yang berbau klub idolanya. Secara sadar, mereka membeli jersei dan merchandise klub di official store, berlangganan siaran televisi berbayar, menggelar acara nonton bareng, hingga membeli tiket pertandingan dan hadir langsung ke stadion dengan cara apa saja yang sering dianggap sebagai suatu “ibadah”. Bahkan ada sebagian yang rela mati demi klub kebanggaannya.

Suatu hari, Chief Executive Officer (CEO) Persebaya Surabaya, Azrul Ananda, melontarkan kalimat bahwa suporter adalah customer atau pelanggan. 

“Suporter di dunia mana pun, dalam definisi bisnis apa pun, adalah customer. Ada customer yang membalas jasa/barang menggunakan uang, ada yang tidak perlu menggunakan uang,” tulis Azrul Ananda. 

Namun, penyebutan kata customer ini mendapat reaksi berlawanan dari sejumlah suporter Persebaya Surabaya atau biasa disebut Bonek. Mereka tidak menerima jika suporter disamakan seperti customer.

Komitmen dan kesetiaan tinggi dari Bonek

Menilik definisi brand dan customer, tidak berlebihan jika suporter menuntut Persebaya Surabaya untuk selalu main cantik dan menangan. Terutama saat berlaga di kandang. 

Mereka merasa telah membayar sejumlah uang untuk membeli tiket dan berharap mendapatkan sesuatu yang disebut kepuasan saat menyaksikan Persebaya bertanding. Jika Persebaya main buruk dan kalahan, para suporter bisa sangat mudah untuk tidak datang ke stadion dan memilih menonton dari layar televisi.

Sebagai kelompok suporter brand loyalty, suporter Persebaya Surabaya memiliki komitmen yang tinggi kepada klub dan tidak mau berpindah mendukung tim lain. Mereka menganggap Persebaya adalah yang terbaik di antara klub lainnya. 

Ketika terjadi dualisme dan Persebaya dimatikan oleh PSSI, Bonek telah membuktikannya. Mereka enggan berpindah mendukung klub lain, termasuk “klub kloningan” bernama Persebaya Divisi Utama yang sekarang berganti nama menjadi Bhayangkara Presisi Indonesia.

Dalam brand loyalty terdapat koneksi kesetiaan yang berkembang karena suatu persepsi atau hubungan emosional. Sedangkan customer loyalty selalu dikaitkan dengan harga yang harus dibayar pelanggan. Anggaran yang dimiliki customer sangat memiliki pengaruh dengan daya beli tiket pertandingan atau merchandise resmi yang dijual di official store.

Usaha Persebaya Surabaya menjaga hubungan baik dengan suporter

Persebaya Surabaya yang memiliki brand loyalty tinggi harus bisa menjaga hubungan yang baik dan keterikatan dengan para pelanggannya (suporter), termasuk di antaranya hubungan sosial kemasyarakatan. Persebaya sudah melakukannya. 

Acara ziarah ke makam pendiri Persebaya, Pamoedji, setiap bulan Juni yang merupakan bulan kelahiran hingga menggelar acara-acara sosial rutin dilakukan. Ini dilakukan sebagai upaya Bajol Ijo membentuk keterikatan dengan suporternya.

Mengutip Forbes, ada tujuh poin yang perlu dilakukan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. Mereka adalah menjaga kualitas produk, keterlibatan pelanggan, meminta umpan balik dari pelanggan, memberikan alasan agar pelanggan selalu kembali, tetap relevan, memberikan nilai tambah, dan memberikan apresiasi kepada pelanggan. Dari tujuh poin ini, ada satu kesimpulan yang diinginkan oleh suporter Persebaya Surabaya, yakni menangan dan menjadi juara!

Dalam benak suporter Persebaya Surabaya mungkin terpikirkan, percuma sustainable secara finansial tetapi kalahan dan tidak pernah menjadi juara. Persebaya perlu mengadopsi manajerial klub-klub Eropa seperti Real Madrid, Liverpool, Manchester City, dan beberapa klub lainnya. 

Tidak hanya sekadar neraca keuangan klub mereka yang sehat. Klub-klub itu juga berhasil meraih prestasi dengan capaian trofi liga dan turnamen yang diikuti.

Ketika Persebaya Surabaya menjadi kebanggan tertinggi

Saat Persebaya Surabaya berhasil melakukan itu, Bonek akan memiliki kebanggaan yang tinggi. Manajemen tentu harus mengeluarkan modal untuk merekrut pemain-pemain terbaik yang sesuai dengan kebutuhan tim. 

Tidak harus pemain yang berharga mahal, tetapi pemain-pemain yang mampu membawa klub ini berprestasi. Jangan lagi merekrut pemain asal-asalan yang belum layak bermain di level Liga 1 dan jangan lagi tertipu oleh tawaran agen yang menyodorkan pemain asing kelas tarkam. 

Mirisnya, selain berkelas buruk, terkadang harga pemain-pemain juga tidak murah. Lalu bagaimana caranya? Persebaya perlu memiliki tim scout talent untuk membidik dan mengamati pemain-pemain bertalenta yang memiliki harga sesuai anggaran manajemen.

Seperti hukum ekonomi, jika produk yang dihasilkan atau dijual memiliki kualitas baik, banyak pelanggan akan membeli dan bersedia membayar mahal. Jika Persebaya Surabaya menangan, Stadion Gelora Bung Tomo sangat mungkin akan full house. Prestasi menangan ini akan berbanding lurus dengan pendapatan keuangan dari penjualan tiket dan merchandise. Selamat ulang tahun ke-97, Dirgahayu Persebaya! Kami Haus Gol Kamu! WANI!

Penulis: Rosnindar Prio Eko Rahardjo

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Di Surabaya Orang Rela Nggak Kerja demi Nonton Persebaya padahal Nggak Paham Bola, karena Persebaya Tak Cuma Soal Sepakbola dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version