Aturan Paskibraka Lepas Hijab Adalah Blunder Paling Bodoh. Paskibraka Tidak Merdeka di Tengah Peringatan Kemerdekaan Itu Sendiri

Paskibraka Lepas Hijab Wujud Tidak Merdeka di Hari Kemerdekaan MOJOK.CO

Ilustrasi Paskibraka Lepas Hijab Wujud Tidak Merdeka di Hari Kemerdekaan. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COAturan Paskibraka lepas hijab dilakukan di tengah perayaan kemerdekaan. Paskibraka tidak merdeka di tengah peringatan kemerdekaan itu sendiri.

Perayaan HUT Ke-79 Kemerdekaan RI akan menjadi momen bersejarah. Pasalnya, pesta kemerdekaan di tahun 2024 ini akan digelar perdana di IKN. Segala kesibukan pemerintah dalam mempersiapkan upacara di ibu kota baru tidak pernah luput dari perhatian media.

Seolah belum cukup dengan wacana sewa Alphard seharga 25 juta per hari, pemerintah muncul dengan blunder lain yang lebih nggak mutu. Aturan Paskibraka lepas hijab saat prosesi pengukuhan dan pengibaran bendera jadi kontroversi terbaru.

Indikasi Paskibraka diminta lepas hijab mencuat setelah prosesi pengukuhan anggota Paskibraka oleh Presiden RI. Melihat dokumentasi yang beredar, terlihat seluruh anggota Paskibraka putri tidak mengenakan hijab. Padahal, sebelumnya, terdapat 18 anggota yang mengenakan hijab. 

Aturan kontroversial yang jelas nggak masuk akal

Tak ayal, aturan Paskibraka lepas hijab menjadi sangat kontroversial dan banjir kecaman. Bagaimana mungkin pemerintah membuat peraturan semacam ini di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam? Rasanya seperti cari perkara saja. 

Mengutip pernyataan Wakil Sekjen Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Pusat dalam wawancaranya dengan Republika, penggunaan hijab bagi anggota Paskibraka tingkat nasional sudah diperbolehkan sejak 2002. Secara teknis, tidak mempengaruhi jalannya tugas mengibarkan bendera. Makanya, aturan Paskibraka lepas hijab adalah aneh.

Tidak pernah ada catatan insiden yang disebabkan penggunaan hijab selama upacara kenegaraan. Selama ini, prosesi pengibaran dan penurunan Sang Saka Merah Putih berjalan lancar-lancar saja sekalipun ada petugas yang berhijab.

Lagi pula, anggota Paskibraka tetap bisa tampil rapi meskipun mengenakan hijab. Warna hijab hitam legam, senada dengan warna rambut. Dari segi pakaian juga masih bisa menutup seluruh tubuh meskipun tidak mengenakan rok sepanjang mata kaki. Busana seperti ini tidak menunjukkan kontras berlebihan dengan anggota Paskibraka putri lainnya yang tidak berhijab.

Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi dalam sebuah pernyataan pers mengungkapkan alasan di balik aturan Paskibraka lepas hijab. Katanya, melepas hijab adalah untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera. Hal itu, katanya, senada dengan semangat ke-Bhineka-an yang dicetuskan Presiden Sukarno. Dari pernyataan ini saja, sudah terlihat keganjilannya. 

Bukankah Bhinneka Tunggal Ika bermakna berbeda-beda tapi tetap satu? Semboyan negara kita menuntut untuk menghormati keberagaman. Para pendiri bangsa menciptakan semboyan itu untuk mengakomodasi pluralisme penduduk Indonesia. Barangkali Bung Karno bisa bangun dari kubur jika mendengar namanya dicatut untuk pembenaran aturan konyol semacam ini. 

Baca halaman selanjutnya: Bantahan BPIP tak ubahnya retorika picik…

Bantahan BPIP soal aturan Paskibraka lepas hijab tak ubahnya retorika picik

Masih dalam pernyataan pers yang sama, ketua BPIP membantah adanya paksaan Paskibraka lepas hijab. Menurutnya, pelepasan hijab itu dilakukan secara sukarela dengan bukti penandatanganan surat pernyataan bermaterai saat mendaftarkan diri. Tentu saja di dalamnya memuat kesanggupan mematuhi aturan yang berlaku jika terpilih.

Memang tidak ada poin yang menyebutkan larangan hijab dalam peraturan yang dikeluarkan BPIP. Namun, tidak ada juga poin yang mengakomodasi ketentuan seragam bagi anggota Paskibraka putri yang berhijab.

Barangkali para remaja putri yang mendaftar Paskibraka tidak pernah berprasangka buruk dengan keganjilan ini. Mengingat di tahun-tahun yang lalu, penggunaan hijab memang diperbolehkan. 

Tidak ada pilihan lain bagi adik-adik nan malang ini untuk mematuhi aturan Paskibraka lepas hijab yang secara ajaib tiba-tiba ada. Sebab, harapan menjadi anggota Paskibraka tingkat nasional sudah di depan mata. Sangat sayang melepaskan mimpi setelah ditempa latihan yang berdarah-darah.

Jadi, berlindung di balik dalih tindakan sukarela demi tugas negara itu terasa mengada-ngada. Tak ubahnya retorika yang picik belaka. 

Lepas hijab demi tugas negara menjadi ironi di tengah perayaan kemerdekaan

Hijab memang pernah menjadi barang tabu. Lihat saja dokumentasi lawas zaman dulu, pasti akan sangat sulit menemui keberadaan perempuan mengenakan hijab. 

Bahkan Orde Baru pernah melarang hijab menyusul kesuksesan Revolusi Iran. Pemerintah kala itu mengasosiasikannya sebagai simbol radikalisme dan tidak pancasilais. 

Orde Baru juga sempat melarang penggunaan jilbab di bangku sekolah. Penggunanya bahkan sampai mengalami diskriminasi. Malahan berembus isu “jilbab beracun” untuk merepresi kebebasan beragama. 

Setelah reformasi, penggunaan hijab mulai dinormalisasi. Ini sebagai bentuk bagi penghormatan kemerdekaan beragama. Bahkan hijab menjadi tren yang semakin populer di masa sekarang. 

Oleh sebab itu, aturan Paskibraka lepas hijab adalah sangat ngawur. Apakah mau mengulangi dosa Orba yang sudah ditumbangkan 26 tahun lalu?

Mirisnya, pelarangan hijab dilakukan oleh BPIP, suatu badan yang seharusnya paling memahami nilai-nilai luhur Pancasila. Entah untuk sehari maupun sepanjang proses pelatihan anggota Paskibraka, pelarangan hijab tidak seharusnya terjadi. Penggunaan hijab adalah hak asasi, sebagai bentuk kepatuhan muslimah terhadap perintah Tuhan.

Ironi lainnya, aturan Paskibraka lepas hijab justru dilakukan di tengah gempita perayaan kemerdekaan. Sebuah perayaan yang maknanya cacat jika kemerdekaan menggunakan atribut keagamaan saja masih dilanggar. 

Masak Paskibraka nggak bisa merdeka memakai atribut keagamaan di tengah peringatan kemerdekaan itu sendiri? Bodoh sekali!

Penulis: Erma Kumala

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Jika Auratmu Itu Urusanmu, Maka Biarkan Jilbab Lebar Kami Jadi Urusan Kami dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version