Sering Diremehkan, Profesi Ojol Malah Menyelamatkan Pemuda Tamatan SMA

Ketika Ojol Menyelamatkan Pemuda Tamatan SMA MOJOK.CO

Ilustrasi Ketika Ojol Menyelamatkan Pemuda Tamatan SMA. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.CODulu, profesi ojol sempat diremehkan banyak orang. Namun, profesi ini justru menyelamatkan pemuda tamatan SMA dari status pengangguran.

Namanya Faisal (34), tinggal di pusat Kota Jogja, berdekatan dengan sebuah stadion legendaris. Saya dan Faisal masih saudara. Jadi selain bertetangga, kami juga bersaudara, dan sering menonton sepak bola bersama di stadion legendaris itu. Dan sejak 2020, dia menjadi driver ojol.

Faisal, yang terpaut 3 tahun dari saya, sempat berhenti kuliah selama beberapa semester. Soal biaya sudah pasti menjadi alasannya. Namun, di sisi lain, dia juga merasa cukup dengan bangku kuliah. Sudah sejak beberapa tahun sebelum 2020, dia memutuskan untuk bekerja. Dia ingin segera meringankan beban ekonomi keluarganya.

Sebagai anak muda yang hanya menyimpan ijazah SMA, pilihan Faisal tidak banyak. Well, pilihan yang saya maksud adalah “bekerja kantoran” di mana fresh graduate S1 selalu lebih diinginkan. Padahal, meski hanya lulusan SMA, seseorang tidak lantas lebih kalah dalam soal kedisiplinan dan etos kerja.

Saya juga tahu dia beberapa kali mendaftar di beberapa pabrik di Sleman bagian timur. Hasil tes Faisal tidak mengecewakan. Namun, dia selalu kalah oleh mereka, fresh graduate, yang mengantongi ijazah S1. Oleh sebab itu, selama beberapa saat, Faisal menghabiskan waktunya menjadi sopir dadakan.

Iya, Faisal adalah salah satu sopir yang bisa diandalkan. Teman saya yang lain, namanya Bori, membuka usaha rental mobil. Dan, Faisal adalah salah satu sopir yang bisa dengan cepat mendapatkan pelanggan tetap. Dia bisa membawa mobil dengan tenang, nyaman, dan aman. Selain itu, Faisal juga pandai membuka obrolan dan tahu caranya memperlakukan pelanggan. Untuk soal servis, dia menguasainya dengan baik.

Namun, seperti yang kita tahu, persaingan sopir wisata itu juga keras. Selain itu, permintaan menjadi sopir wisata tidak selalu rutin ada setiap minggu. Oleh sebab itu, seperti yang saya jelaskan di muka, pilihan Faisal tidak banyak. Faisal sadar dirinya membutuhkan solusi dan solusi itu sifatnya harus “bisa diandalkan”.

Mendaftar ojol sebagai sebuah peluang yang diperhitungkan

Beberapa waktu sebelum pandemi, driver ojek online, tidak hanya ojol, mendapat kesempatan yang sangat luas untuk sejahtera. Selain mengantar orang, salah satu servis yang diminati banyak orang adalah pengantaran makanan/minuman. Jadi, seorang driver bisa memilih akan fokus di orang atau makanan/minuman, atau keduanya. Begitu penuturan Faisal.

Faisal sendiri tidak mau terlalu fokus ke orang atau makanan/minuman. Bagi dia, begitu jaket ojol disandang, segalanya adalah soal servis kepada pelanggan. Jadi, mau orang atau makanan/minuman, bisa menjadi pilihan. Intinya, dia hanya fokus untuk mencari nafkah karena pada akhirnya, menjadi driver ojol memberinya kesejahteraan lebih tinggi.

Pengalaman dan ilmu Faisal soal cara memperlakukan pelanggan ketika menjadi sopir wisata, diterapkan di jalanan ketika menyandang jaket ojol. Menurutnya, persaingan menjadi driver ojol itu lumayan ketat juga. Namun, meski ketat, setiap driver bisa mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sejahtera, asal mau disiplin dan kerja keras saja. Jadi, peluang untuk “dapat duit lumayan” bergantung ke diri sendiri, bukan antrean “sopir senior atau junior”. Bagi Faisal, ini fair dan lebih bikin tenang ketika bekerja. 

Pada akhirnya, Faisal meninggalkan profesi sopir wisata sepenuhnya. Dia mengatur waktu sedemikian rupa supaya bisa memaksimalkan waktunya menerima orderan. Dia memang harus bekerja dengan durasi yang lebih panjang; dari Senin sampai Sabtu. Namun, dia sadar bahwa semua bergantung ke diri sendiri.

Dan, sebelum pandemi yang menyengsarakan itu, Faisal bisa melakukan banyak hal yang sebelumnya baru sebatas rencana. Misalnya adalah menabung sampai membeli motor matik baru, meski secara kredit. Jadi, dari pilihan yang terbatas untuk anak muda berijazah SMA, Faisal justru merasakan berkah dari pilihannya menjadi driver ojol.

Pandemi yang menyengsarakan, sekaligus menyatukan

Masa-masa pandemi adalah masa yang berat untuk faisal dan semua driver ojol, tidak hanya ojol. Mereka yang terbiasa mengais rejeki di sepanjang aspal, mau tidak mau, harus “dirumahkan”. Pemasukan mereka merosot jauh dan kebutuhan rumah tak terpenuhi. Menabung? Memenuhi kebutuhan sehari-hari saja berat.

Bagi driver ojol seperti Faisal yang “kebetulan” sudah menabung, ya hanya bisa mengandalkan uang dari tabungan. Mereka tetap saja termasuk pekerja rentan di masa pandemi. Sudah pendapatan berkurang, masih terancam oleh virus mematikan.

Di sini, Faisal sangat bersyukur. Di tengah pilihan pekerjaan yang sempit bagi lulusan SMA, dia mendapatkan segala bantuan di tengah pandemi yang mengancam. Salah satunya adalah ekosistem ojol yang sangat mendukung. Iya, mereka sama-sama sengsara karena pandemi. Namun, mereka tetap bersatu untuk saling menguatkan dan membantu.

Tantangan yang harus dihadapi

Bagi driver ojol, kesulitan tidak selesai meski pandemi berakhir. Tantangan itu akan selalu ada setiap harinya, di setiap jengkal aspal. Salah satunya adalah persaingan promo antar-aplikasi hingga perubahan kebiasaan users. Misalnya, belakangan ini, Faisal merasa orang-orang sudah semakin senang menggunakan kendaraan pribadi. Faisal dan teman-temannya menyadari bahwa hal ini pasti akan terjadi. Namun, di sisi lain, mereka sudah membuat pilihan untuk bekerja segiat mungkin. ojol sudah memberi mereka banyak hal. Dan, di saat kesulitan terjadi, yang bisa diandalkan adalah diri sendiri dan komunitas ojol yang sudah sangat kuat berdiri.

Pada akhirnya, semua kembali ke awal langkah sebelum bergabung dengan ojol. Semua soal kerja keras jika ingin hidup kita terus maju. Dan, ojol yang menyediakan platform, masih memberi peluang untuk hidup lebih sejahtera.

Penulis: Yamadipati Seno

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Curhat Mahasiswa yang Nyambi Jadi Driver Ojol di Kota Malang dan kisah menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version