Bahwa semua orang butuh makan, itu jelas. Bahwa semua orang pengen punya pacar, itu pasti. Bahwa banyak orang ngarep dapat restu orang tua, itu tak perlu diperdebatkan. Bahwa semua orang butuh uang, itu ya kadang-kadang bener. Tapi mengapa kita harus ke Brayut, besok 22 November?
Ini, ini yang banyak orang tidak tahu. Nah sesungguhnya hanya orang-orang yang benar-benar terpilih tur selo yang mikirin kenapa kita harus ke Desa Wisata Brayut, Pandowoharjo, Sleman, tahun ini. Betapa tidak, di saat semua orang mikirin kenaikan harga BBM, sewa gedung, rias manten dan katering, kok ya sempet-sempetnya mikir Brayut.
Kecuali, tentu saja, jika anda berpikir untuk ngetak tung tak tung jazz, maka anda telah membuat keputusan tepat. Tung Tak Tung Jazz adalah tema yang dipilih pada gelaran Ngayogjazz tahun ini. Apa itu Ngayogjazz? Dan mengapa Tung Tak Tung Jazz?
Ngayogjazz adalah sebuah gelaran kreatif penuh pesona, konser jazz tahunan yang telah digelar sejak 2007. Secara umum Ngayogjazz adalah sebuah peristiwa budaya yang mencoba menghadirkan musik jazz dengan cara berbeda. Jika pada banyak kesempatan jazz diperlakukan sebagai sebuah barang mewah, mahal, jauh, elitis dan berjarak, maka Ngayogjazz berusaha mengancurkan konsep itu dengan menarik kembali jazz sebagai peristiwa keseharian.
Anda tidak perlu paham, mengerti atau menjadi fans musik jazz untuk bisa menikmati jazz. Karena toh pada dasarnya kelahiran jazz adalah kelahiran wong ndeso, wong katrok tur wong sing soko kampung. Jazz adalah musik egaliter yang bisa dinikmati oleh siapapun, bahkan orang desa. Apakah dengan begini orang desa itu hina? Who jangan kemeruh, justru Ngayogjazz adalah pembuktian maha selo yang menunjukan bahwa jazz adalah milik semua golongan, musik egaliter yang bahkan bisa dipentaskan di sebuah desa agraris, musik yang bisa dinikmati sambil mangan singkong rebus dan wedang yang nyah-nyoh.
Lalu apakah Tung Tak Tung Jazz? Mas Aji Wartono, wakil rewang ewuh Ngayogjazz tahun ini mengatakan, bahwa Tung Tak Tung Jazz adalah representasi bunyi alat tradisional seperti kendang, saron, demung dan sebagainya. Nah Ngayogjazz mengawinkan seluruh elemen musik tradisional tadi dengan elemen musik kontemporer jazz. Lak wangun toh?
Lalu mengapa kita harus ke Brayut, Bray? Gini lho, Bung, tahun ini adalah tahun politik yang keliwat biadab. Mulai dari detektif partikelir, pembunuh bayaran, gali ndeso sampai macan kampus berkelahi demi membela idola politiknya masing-masing. Nah kepala kan panas? Emosi. Daripada sembelit karena memelihara benci, ada baiknya kita NgeTung Tak Tung Jazz, denger musik indah, hati riang, kepala lapang dan yang jelas bisa indehoy.
Jangan khawatir akan kekurangan hiburan. Rewang Ewuh Ngayogjazz tahun ini telah empersiapkan lima panggung istimewa. Panggung Dang Dung, panggung Thang Thing, panggung Bang Bung, panggung Ning Nong dan panggung Jrang Jreng. Ada 27 musisi yang akan tampil. Antara lain Mezacl Jazz Unit dari Prancis, Tuslah Quartet, Syaharani and Queenfireworks, Balawan Trio, dan Dewa Bujana. Sedangkan dari komunitas di antaranya Blue Batik Replica (Pekalongan), Aditya Ong Trio (Solo Jazz Society), Swara Nusantara (Jazz Ngisor Ringin), Jazz mBen Senen, Etawa Jazz dan Jogja Blues Forum.
Namun tentu bukan Cuma Jazz yang akan kita nikmati di Brayut. Misalnya bagi yang patah hati, Ngayogjazz di Brayut bisa menawarkan solusi. Situ bisa menangis berjamaah seraya mendengarkan lagu-lagu nggerus dari Mbak Frau. Takut malu nangis di konser jazz? Tenang, menurut pendapat kawan saya yang Bapak Air Mata Nasional, karena adanya musim hujan kemungkinan besar konser akan diselingi gerimis atau hujan ringan. Maka bukalah jas hujan Anda dan menangislah sekencang-kencangnya, orang tidak akan sadar Anda nangis. Lho hujan, kok?
Nah yang lain, sebagai desa wisata, Brayut menawarkan cara baru menghabiskan leisure time. Alih-alih jadi orang kota yang gegar desa dengan membuang waktu dengan Selfie, Anda bisa bercengkrama dengan warga Brayut, berinteraksi dengan orang lokal, ngobrol sambil menikmati panganan desa, atau bahkan ikut memasak bersama warga, mencecap cita rasa lokal. Mematikan gajet Anda ndak bakal bikin mati, lebih dari itu dengan mematikan gajet dan berinteraksi dengan warga Brayut, sekali lagi, Anda akan diingatkan cara menjadi manusia yang benar.
Tapi sebelum ngejazz di Brayut, ada hal-hal yang perlu Anda ketahui dan persiapkan. Misalnya, jangan datang ke Brayut dengan gaun mahal dan sepatu high heel. Bukan, bukan karena kita ngelarang, wah ini desa jeh, Bung. Tur ini acara jazz-jazzan agraris, musim hujan lagi, bukan mantenan. Ndak perlu juga dandan seronok, hingar-binger. Kalo hujan piye? Kalo panggung jazznya di tengah lapangan yang banyak lumpur? Hambok pake sandal jepit dan kaos oblong saja, isis tur bahagia.
Seperti yang diketahui, Jogja sedang musim hujan, tapi saya yakinkan hujan di Jogja adalah hujan alami, bukan hujan air mata dari Bapak Air Mata Nasional Nuran Wibisono. Untuk itu perlu diinggatkan buat dulur dan dulurwati agar mempersiapkan jas hujan, jangan payung karena payung akan mengganggu pemandangan penonton lain. Kapan lagi to bisa nonton jazz sambil nangis hujan-hujanan?
Tips lainnya, banyak-banyak membawa uang cash, dikarenakan ini desa wisata yang jauh dari ATM, akses mesin uang itu terbatas. Jadi bawalah uang sebanyak-banyaknya untuk beli sepatu ambil bagian dalam pembangunan desa Brayut. Ngayogjazz kan gratis. Piye ya, Bung, nonton jazz-jazzan gratis? Nah, cara kita mendukung agar Ngayogjazz tahun depan tetap terselenggara adalah dengan memberi kembali pada warga sekitar. Misal beli wedangan, nasi kucing, sate kerang, ceker ayam, gudeg, cd, vinyl, vespa, iphone, ndyasmu…
Akhirnya jangan lupa untuk jaga sikap. Desa Wisata Brayut akan menyambut para penonton selayaknya tamu. Tapi jangan kemaki tur macak gali, ingat ini rumah orang. Unggah-ungguh dijaga, kan sapa tahu, ini siapa tahu, abis nangis nonton jazz, situ dapet jodoh anak orang Brayut. Lho apa ndak wangun? Ayo honn kita jazz-jazzan.