Merindukan Wiro Sableng dan Kapaknya - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Merindukan Wiro Sableng dan Kapaknya

Wahyu Alhadi oleh Wahyu Alhadi
28 November 2016
0
A A
Merindukan Wiro Sableng dan Kapaknya

Merindukan Wiro Sableng dan Kapaknya

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Entah kenapa akhir-akhir ini saya sering kepikiran dan kangen sama Wiro Sableng. Tak hanya kocak, baik hati, tiada sombong ataupun pongah, berbudi pekerti luhur, serta rajin menolong. Pokoknya sangat PMP.

Selain sama Wiro Sablengnya, saya juga kangen sama senjata andalannya mas Wiro. Senjata yang tak kalah dashyat dibanding punyanya Power Rangers atau Ultraman sekalipun. Kapak Naga Geni 212. Biasanya sih kapak ini keluarnya pas Wiro mulai kepepet. Apalagi kalau jurus Kunyuk Melempar Buah sudah tak mampu membuahkan hasil yang menyenangkan.

Kapak ini unik. Bagian tajamnya bisa melukai lawan, beracun dan bisa mengeluarkan laser juga. Lebih hebat lagi bagian gagangnya, bisa multi fungsi jadi seruling. Indah sih suaranya, tapi tetap saja mematikan. Soalnya suara seruling dari kapak itu bisa bikin gendang telinga terasa mau pecah. Kalau sudah begini, biasanya lawan-lawan Wiro mulai tutup telinga. Tapi mau bagaimana lagi, semakin lawan tutup telinga, Wiro kian kalap meniup gagang kapaknya. Sudahlah suaranya bikin panas hati dan telinga, eh, ga boleh request lagu lagi. Egois banget ya mas Wiro ini.

Kadang saya berpikir juga, ini Wiro jadi sableng apa ada sangkut-pautnya dengan si guru, Sinto Gendeng? Mentang-mentang gurunya gendeng, murid pun terpaksa harus ikut-ikutan jadi sableng. Salah sendiri sih, kenapa juga mau berguru sama orang gendeng. Tapi apa boleh buat, kalau Wiro tak sableng, mungkin dia tak terkenal sebegini hebatnya di Indonesia. Sableng sih boleh saja sableng, asal tetap tertib. Kan ga lucu, mentang-mentang sableng, si Wiro malah seenaknya ngacak-ngacak jalan cerita. Apalagi kalau sinetronnya kejar tayang, kasihan sutradaranya jadi keteteran.

Sebelum lanjut lebih dalam tentang Wiro Sableng dan Naga Geni 212-nya, bolehlah kiranya kita bahas dulu sejarah kapak. Jadi begini, menurut pakar sejarah yang kompeten di bidangnya, ada empat jenis kapak yang biasa digunakan nenek moyang di masa prasejarah, yaitu Kapak Genggam (biasa digunakan untuk menggali ubi dan memotong), Kapak Perimbas (digunakan untuk merimbas kayu dan mengukir tulang), Kapak Persegi (biasanya digunakan untuk mencangkul) dan Kapak Lonjong (digunakan untuk bercocok tanam). Pokoknya begitu, fungsinya tetap untuk kebaikan manusia biar tak kelaparan.

Baca Juga:

Guru-guru Wiro Sableng Tak Cuma Cocok Ngajar Silat tapi Juga Cocok Ngajar di Fakultas Filsafat

Kisah Cinta Wiro Sableng dan Bidadari Angin Timur yang Nggantung tapi Sweet dan Uwuuu

Arti Tuman itu Bukan “Aku Yahudi”, tapi…

Tapi yah, namanya juga manusia, sukanya berimprovisasi. Sudah susah payah para tetua memikirkan cara untuk memudahkan bercocok tanam dan sebagainya, tetap saja muncul kreatifitas manusia lain untuk menggunakan kapak sebagai senjata biar bisa bunuh-bunuhan.

Saya rasa sampai di sini semua mungkin bisa paham kenapa mendiang Bastian Tito, orang yang menulis novel Wiro Sableng memilih kapak sebagai senjata andalan si tokoh utama. Mungkin Tito mau menyampaikan kalau inilah senjata pertama dalam peradaban manusia. Sangat legendaris dan sedikit nyentrik. Boleh jadi ada penulis cerita lain yang menciptakan senjata-senjata keren untuk lakonnya, tapi Wiro Sableng tetap kukuh dengan Naga Geni 212-nya. Mungkin Kapak Naga Geni 212 ini didesain buat menyaingi palu-nya Thor. Soalnya Thor terlalu lama ngetok palu. Ah, Wiro memang begitu, agak kurang sabaran.

Sungguh, semakin saya membahas Wiro dan kapaknya, semakin dalam pula kerinduan saya.

Dan beruntung bagi saya, sebab, Wiro Sableng dengan Kapak Naga Geni 212-nya rencananya bakal hadir lagi menghibur masyarakat Indonesia. Maklum lah, sekarang ini kan memang sedang musim reborn-reborn-an. Kabarnya, desember mendatang syutingnya akan dimulai. Ini versi filmnya lho. Pasti lebih gokil dan menantang. Boleh sableng sih, asal ga pake rusuh, dan tetap berbudaya.

Sebagai pecinta Wiro, tentu saya berharap Wiro Sableng dengan Kapak Naga Geni 212-nya ini memang mampu menyajikan cerita yang hebat. Jangan mentang-mentang sinetron yang kemarin sukses, trus dibikin lagi versi filmnya biar untung makin banyak dan dapat nama baik. Kan ga bagus ditiru kalau misalnya Wiro hadir lagi di film hanya untuk memburu simpati dengan cara mencaci tokoh lain dan membuat dunia persilatan semakin amburadul.

Saya jadi ingat dialog Sinto Gendeng kepada Wiro Sableng, sebelum Wiro turun gunung untuk menumpas penistaan agama kejahatan.

Wiro duduk menghamparkan diri di bawah sebatang pohon di seberang pohon jambu klutuk. Dilihatnya gurunya menghela nafas dalam beberapa kali.

“Dadamu sesak Eyang? Aku bisa tolong urut….”

“Diam!” bentak Sinto Gendeng.

Wiro menggaruk kepalanya dan diam.

“Aku mau bicara sama kau!” kata Sinto Gendeng pula.

“Bicara apa Eyang….?” Pemuda ini mulai bicara sungguh-sungguh karena dilihatnya gurunya juga bicara sungguh-sungguh.

“Berapa lama kau tinggal di sini bersamaku, Wiro?!”

“Murid tidak ingat….”

“Gelo betul! Buat apa aku ajar tulis baca dan berhitung sama kau?!”

“Mungkin sepuluh tahun, Eyang….”

“Goblok! Tujuh belas tahun, tahu?!”

Wiro tertawa, ”Iyyaa…. tujuh belas tahun Eyang,” katanya pula.

“Kuharap hari ini kau jangan bicara sinting sama aku, Wiro!” bentak Sinto Gendeng dan matanya masih terus menatap ke timur.

“Kau lihat matahari itu?”

“Lihat Eyang….” jawab Wiro seraya memandang ke timur.

“Matahari itu masih tetap matahari yang dulu juga, masih sama dengan matahari tujuh belas tahun yang silam. Puncak Gunung Gede ini juga masih seperti dulu juga. Cuma yang tua tambah tua, yang orok jadi pemuda! Cuma dunia luar yang banyak berobahnya!”

Wiro Saksana mendengarkan dengan sungguh-sungguh karena tak pernah dilihatnya gurunya bicara seperti itu sebelumnya.

Kemudian terdengar kembali suara sang nenek. “Tujuh belas tahun. Sekian lama kau tinggal bersamaku. Belajar tulis baca, belajar ilmu silat, belajar segala kesaktian. Tapi kau jangan lupa! Ilmu dan segala kesaktian apa yang telah aku berikan sama kau semuanya adalah masih sangat terlalu kecil, terlalu sedikit, sama sekali tidak ada artinya jika dibandingkan dengan ilmu kekuasaan Gusti Allah. Kau mengerti, Wiro?”

“Iya, Eyang….”

“Karena itu kau musti sadar, kudu ingat. Kalau ini hari kau sudah menjadi sakti mandraguna yang tak sembarang orang bisa menandingi kau, tapi hal utama yang musti kau lakukan ialah menjauhkan diri dari segala sifat yang tidak baik! Kau jangan sekali-kali bersifat sombong, congkak dan takabur! Pakai semua ilmu yang kuberikan untuk menolong sesama manusia, untuk kebaikan. Kalau kau nyeleweng, kau akan dapat balasan sendiri di kemudian hari! Kau musti ingat bahwa bukan kau saja yang sakti di dunia ini. Kau musti sadar bahwa diluar langit ada langit lagi. Kau sadar, Wiro?”

“Sadar, Eyang….”

“Ingat?”

“Ingat,Eyang….”

“Ingat…. ya ingat! Manusia ingat dengan pikirannya, sama otaknya! Tapi aku tak mau kalau kau cuma sekedar mengingat saja karena setiap ada ingat musti ada lupa. Dan manusia manapun selagi bernama manusia, suatu ketika tetap akan membawa sifat lupa itu. Lupa dan kelupaan. Yang penting ialah kau musti menanamkan sedalam-dalamnya ke dalam hatimu, ke dalam sanubarimu, ke dalam aliran kau punya darah, ke dalam detakan jantung, ke dalam hembusan nafas! Sesuatu itu, jika ditanamkan dalam-dalam laksana sebatang pohon, tak satu tanganpun yang sanggup mencabutnya dari bumi karena dari hari ke hari akar yang membuat pohon itu tegak semakin kokoh dan jauh masuk ke dalam tanah!”

Ah, andai saja Sinto Gendeng juga nambahin begini di dialognya, “Jadilah pohon kehidupan yang terus menjulang mengapai langit. Ingat Wiro, hanya kayu kering dan lapuk yang gampang tersulut api!”

Tags: kapakwiro sableng
Wahyu Alhadi

Wahyu Alhadi

Artikel Terkait

Guru-guru Wiro Sableng Tak Cuma Cocok Ngajar Silat tapi Juga Cocok Ngajar di Fakultas Filsafat

Guru-guru Wiro Sableng Tak Cuma Cocok Ngajar Silat tapi Juga Cocok Ngajar di Fakultas Filsafat

25 November 2020
wiro sableng

Kisah Cinta Wiro Sableng dan Bidadari Angin Timur yang Nggantung tapi Sweet dan Uwuuu

21 Oktober 2020
Arti Tuman itu Bukan “Aku Yahudi”, tapi…

Arti Tuman itu Bukan “Aku Yahudi”, tapi…

16 Maret 2019

Film G30S PKI Butuh Reza Rahadian, Iko Uwais, dan Naga Indosiar

30 September 2018
jantung

Hindari Penyakit Jantung dengan Berlarian Ke Sana Kemari dan Tertawa

4 September 2018

Kesamaan Wiro Sableng dengan 212: The Power of Love Sebagai Film Keluarga

3 September 2018
Pos Selanjutnya
festival musik warnet raka ibrahim generasi 2000an nostalgia mojok.co musik warnet playlist warnet

Musik Terbaik untuk Joko

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Merindukan Wiro Sableng dan Kapaknya

Merindukan Wiro Sableng dan Kapaknya

28 November 2016
Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie MOJOK.CO

Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie

14 Agustus 2022
Kereta Cepat Jakarta Bandung: Ketika Jokowi dan Indonesia (Hampir) Tak Punya Daya Tawar MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung: Ketika Jokowi dan Indonesia (Hampir) Tak Punya Daya Tawar

15 Agustus 2022
Es Putr Pak Sumijan Lasem

Warung Es Puter Pak Sumijan Lasem: Kemewahan di Balik Uang Rp5 Ribu

15 Agustus 2022
kadisdikpora diy mojok.co

Rekomendasi Satgas Selesai, Kepsek dan Tiga Guru SMAN 1 Banguntapan Disanksi Ringan 

18 Agustus 2022
Trauma yang Tersimpan di Kota Tangerang MOJOK.CO

Trauma yang Tersimpan di Kota Tangerang (Bagian 1)

18 Agustus 2022
ujian praktik SIM C

Cerita dari Peserta Ujian Praktik SIM yang Gagal, tapi Terus Mencoba

13 Agustus 2022

Terbaru

pelajar dan mahasiswa mojok.co

Terancam Tak Ikut Pemilu 2024, KPU RI Minta Pemda DIY Identifikasi Pelajar dan Mahasiswa

19 Agustus 2022
Asmoe Tjiptodarsono: Sumbangsih BTI dan PKI dalam Membangun Dunia Tani

Asmoe Tjiptodarsono: Sumbangsih BTI dan PKI dalam Membangun Dunia Tani

19 Agustus 2022
Kominfo masih dalami kebocoran data 17 pelanggan PLN.

Lebih dari 17 Juta Data PLN Diduga Bocor, Kominfo Masih Mendalami 

19 Agustus 2022
kebocoran data

21.000 Perusahaan di Indonesia Diduga Mengalami Kebocoran Data, Dijual 50 Ribu Dollar AS

19 Agustus 2022
Investasi jangka pendek, pakar sarankan hal ini.

Anak Muda Suka Investasi Jangka Pendek, Pakar Sarankan Konsistensi

19 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In