MOJOK.CO – Kenapa marah-marah dengan ide Ijtima Ulama IV soal NKRI bersyariah? Harusnya sambut dong, bukan sambat.
Dahulu saya pernah bercita-cita menjadi seorang ulama. Saya pikir menjadi ulama itu sungguh menenangkan jiwa. Baca kitab, mengkaji ayat-ayat dan hadis, mendakwahkan kebaikan, dan sekelumit aksi suci lainnya.
Saya tidak pernah berpikir bahwa selain semua kegiatan itu, seorang ulama juga bisa ngadem di ruang auditorium hotel sambil kumpul-kumpul (bahasa syar’inya: ijtima) seperti sekumpulan anak indie di kedai kopi.
Pengetahuan baru itu saya dapat seusai membaca berita soal Ijtima Ulama IV yang diadakan di Bogor. Kumpul-kumpul di Hotel Lorin Sentul. Sebuah hotel yang sewaktu saya cek biaya inap per harinya lumayan bikin mata saya melorot. Setara dengan uang jajan saya sebulan. Nikmat betul ternyata jadi ulama. Ah, kok saya jadi kepengen meneruskan cita-cita lama saya ya.
Tapi sudahlah, ketimbang meratapi cita-cita tak kesampaian itu, mending saya mengulas soal Ijtima Ulama IV. Meskipun saya nggak bisa menjadi ulama, setidaknya saya bisa menulis soal ulama. Hehe.
Sebagai seorang yang tak mau ketinggalan info-info teranyar seputar permasalahan umat, saya menyimak perihal ijtima itu dengan khidmat. Di antara yang menarik adalah poin-poin hasil Ijtima Ulama IV tersebut.
Ada delapan poin, sih. Tapi, saya tidak mau membahas keseluruhan poinnya. Selain akan membuat tulisan ini menjenuhkan dan membuat waktu Anda tersita lebih banyak, kita juga akan kehilangan fokus kalau membahas semuanya sekaligus.
Saya cuma ingin menyorot poin 3 pada hasil ijtima tersebut. Tepatnya poin 3.6 yang berbunyi:
Mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan Pancasila sebagaimana termaksud dalam pembukaan dan batang tubuh UU 1945 dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi agar diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
NKRI bersyariah? Waah, saya kira itu gagasan yang sangat brilian.
Oleh karena itu, saya heran dengan para sekuleris, pluralis, liberalis, komunis, ateis. dan -is -is lain yang kayak cacing kepanasan mendengar isi ijtima ulama itu. Kenapa mereka malah marah-marah ya dan seolah nggak suka gitu perihal ide NKRI bersyariah? Harusnya sambut dong, bukan sambat.
Asal Anda tahu ya, NKRI bersyariah ini kan banyak maslahat-nya. Sini saya kasih tahu.
Saya kebetulan kan lumayan suka baca ayat-ayat Quran dan hadis-hadis Nabi, dada saya seketika berdesir segar saat mendengar ide ijtima ulama soal penerapan NKRI bersyariah.
Saya membayangkan kelak jika NKRI bersyariah betul-betul terwujud akan ada hal-hal menakjubkan di seantero bumi Indonesia. Saya akan melihat orang-orang membaca buku di mana-mana. Kayak di Jepang gitulah. Di kendaraan umum, tempat menunggu, mal, dan berbagai tempat lain seketika sesak dengan para pembaca seakan-akan semua tempat adalah perpustakaan.
Sebab seluruh rakyat Indonesia, terutama yang muslim, akan mengamalkan betul ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad: “Iqro!” alias “Bacalah!”
Kan NKRI bersyariah. Penduduknya jadi harus rajin baca dong. Bukan rajin melarang dan merazia buku kayak orang primitif yang nggak ngerti soal pentingnya literasi. Masa kalah sih sama negeri-negeri kafir? Astaghfirullah.
Kemudian, saya juga akan mendapati kesejahteraan dan kemakmuran memenuhi negeri ini. Nggak ada lagi tuh para kapitalis rakus yang memprivatisasi berbagai properti dan lahan. Juga nggak bakal ada lagi para buruh yang diperas tenaganya dengan upah murah.
Ada hadis berbunyi begini: “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
Tuh, dalam NKRI bersyariah kelak, buruh pasti akan berbahagia. Sebab gaji mereka akan dibayar lebih cepat. Kalau perlu malah ditambahi bonus macam-macam. Dalam NKRI bersyariah nggak mungkin ada buruh disiksa, diperas, atau dipotong gajinya karena kesalahan yang mereka sendiri bahkan nggak lakukan.
Nah, soal perusahaan dalam negeri yang katanya bakal memotong gaji pegawainya untuk membayar kompensasi kerugian pelanggan karena mati lampu, saya yakin perusahaan itu pasti bukan berasal dari NKRI bersyariah. Kalau dalam NKRI bersyariah, haram hukumnya berbuat zalim begitu.
Lagian juga, perusahaan-perusahaan itu duitnya kan banyak. Kenapa pelit sih sama pegawai sendiri? Emang nggak takut apa sama azab di hari kiamat kelak? Naudzubillah.
Lalu, sebagai NKRI bersyariah, niscaya perempuan dan anak-anak akan mendapat kenyamanan dan keamanan ekstra. Nggak akan ada lagi tuh kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh perempuan. Apalagi kasus kekerasan seksual.
Mau si perempuan itu pakai rok pendek ataupun berhijab, pokoknya nggak boleh ada lagi kasus pelecehan. Mau ditaruh di mana muka kita kalau kata “bersyariah” kalau NKRI bersyariah kelak masih membiarkan atau meremehkan kasus pelecehan? Apalagi sampai menyelesaikan kasusnya pakai cara “kekeluargaan”.
Jangankan kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap makhluk hidup lain semisal hewan maupun tumbuhan (misalnya dengan membunuh sembarangan atau menebang liar) saja bukanlah hal yang bisa ditolerir dalam NKRI bersyariah.
Hadisnya sudah jelas: “Kasihilah apa-apa yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan mengasihimu.” (HR. Ath-Thabrani)
Adapun perihal kewajiban memberikan kenyamanan dan keamanan bagi perempuan, cukuplah penamaan “An-Nisa” (perempuan) sebagai salah satu surat dalam Al-Quran menjadi bukti. Bahwa usulan ijtima ulama soal NKRI bersyariah kelak haruslah memuliakan perempuan. Siapa pun perempuan itu. Mau perempuan itu mantan pacar yang pernah ngecewain kamu kek, siapa pun itu, wajib dimuliakan.
Dalam NKRI bersyariah saya membayangkan keadilan juga bakal tegak setegak-tegaknya. Sebab begitu banyak dalil yang menyerukan untuk berlaku adil dan meniadakan kezaliman.
Nggak ada lagi kasus pelanggaran HAM, tebang pilih dalam hukum, atau hal-hal lain yang nggak mencerminkan keadilan. Terus tuh para koruptor, pelaku suap, aparat yang suka berbuat inkonstitusional, serta para pelaku kezaliman lain mesti diberantas.
Selain itu, dalam hal berpolitik, nggak boleh ada lagi yang namanya bagi-bagi jabatan atau proyek. Semua jabatan harus ditempati oleh orang-orang yang layak dan berhak. Semua proyek harus diserahkan kepada pihak yang memang pantas dan sesuai.
Bagi-bagi yang dibolehkan hanyalah bagi-bagi rasa cinta rezeki alias bersedekah. Aduhai menyenangkan betul NKRI bersyariah itu!
Itulah bayangan saya kalau ide NKRI bersyariah betul-betul terwujud.
Adapun kalau NKRI bersyariah adalah dengan menjadikan syariah semata soal hukum-menghukum doang, wah itu mah lebih dicocok disebut NKRI ngamukan alih-alih NKRI bersyariah.
Sedangkan kalau NKRI bersyariah diartikan bahwa negara harus diisi oleh pihak tertentu saja yang konon paling sesuai dengan kemauannya sendiri, kalau itu mah bukan NKRI bersyariah, tapi NKRI-gila-jabatan-yang-bawa-bawa-syariah.