Mempertanyakan Hukum Kripto dalam Pusaran Fatwa MUI

Apa kamu tahu? Kalau kripto lebih terbebas riba dibanding mata uang flat dari bank konvensional?

Mempertanyakan Hukum Kripto dalam Pusaran Fatwa MUI

Mempertanyakan Hukum Kripto dalam Pusaran Fatwa MUI

MOJOK.CODengan begitu banyaknya investor kripto, ya maklum saja kalau fatwa haram dari MUI jadi perdebatan yang panas di negeri ini.

Saat ini menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ada sekitar dua juta investor aset kripto yang telah masuk ke Indonesia. Sementara menurut Kementerian Perdagangan, tercatat jumlah investor kripto mencapai 6,5 juta per Mei 2021, dengan total transaksi Rp370 triliun.

Angka-angka tadi lebih tinggi dari investor pasar modal yang berada di kisaran 4,5 juta per Februari 2021, menurut data BEI.

Untuk ukuran jenis investasi yang relatif lebih baru daripada emas dan properti, kripto jadi primadona banyak kalangan anak muda. Tapi bentar, bayangin 6,5 juta investor? Sebanyak apa itu?

Btw, sebagai perbandingan, jumlah itu enam kali lipat lebih banyak daripada jumlah followers fans Manchester United di Indonesia, meski lebih sedikit daripada fans Ayu Ting Ting. Edan. Bener-bener edan.

Nah, dengan begitu banyaknya investor ini, ya maklum saja kalau fatwa haram dari MUI jadi perdebatan yang panas.

MUI mengharamkan penggunaan cryptocurrency atau uang kripto sebagai mata uang. Keputusan itu diambil dalam Forum Ijtima Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Kamis (11/11/2021).

Ketua MUI Asrorun Niam Soleh mengatakan, keputusan itu diambil dengan sejumlah alasan.

“Dari musyawarah yang sudah ditetapkan ada tiga diktum hukum, yang pertama penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2019 dan Peraturan BI Nomor 17 Tahun 2015,” kata Asrorun dalam forum Ijtima Ulama.

Nah, hal ini bikin panik, kebanyakan pemain (atau investor?) kripto di Indonesia adalah muslim yang memang menanti hukum kripto.

Padahal sebelumnya pada Juni lalu, Yenny Wahid melalui Islamic Law Firm (ILF) memprakarsai pembahasan halal-haram uang kripto dalam forum “Bahtsul Masail Halal Haram Transaksi Kripto”.

Keputusannya juga tidak jauh beda. Akan tetapi, entah kenapa kok MUI merasa perlu bikin forum lagi? Mungkin karena yang bikin Mbak Yenny, putri Gus Dur, jadi mereka nggak mau denger? Ya semoga bukan karena itu.

Secara umum ada banyak jenis mata uang kripto, yakni yang dilandasi aset rill berupa emas, perak, dan sebagainya, serta yang tidak. Nah, dalam “Bahtsul Masail Halal Haram Transaksi Kripto” yang digelar Mbak Yenny bersama Islamic Law Firm menyepakati beberapa hal.

Di antaranya, kripto jadi halal karena sebagai alat tukar kripto justru berpotensi menjadi dasar sistem keuangan islami. Alasannya? Kripto lebih terbebas riba dibanding mata uang flat dari bank konvensional.

Maksudnya bagaimana? Uang fiat tidak didukung oleh komoditas fisik tertentu, seperti emas atau perak. Uang kertas yang Anda gunakan mendapatkan nilainya karena pemerintah mendeklarasikannya sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender).

Lalu bagaimana dengan kripto? Aset kripto seperti bitcoin memanfaatkan blockchain, yang pada dasarnya merupakan database dengan sistem desentralisasi.

Pada sektor keuangan, sistem ini seperti buku kas digital yang dapat diakses dengan mudah tanpa memerlukan persetujuan pihak ketiga (biasanya berupa bank). Teknologi ini membuat seluruh transaksi menjadi transparan dan aman dari korupsi.

Selain itu, transaksi dengan blockchain juga lebih aman karena kemungkinan gangguan sangat kecil dan sistem ini tidak mudah dibobol.

Di sisi lain, kripto bisa jadi haram karena volatility kripto tergolong tinggi. Dan itu dinilai dapat menyerupai judi dan penilaian bahwa kripto tidak memiliki aset. Meski begitu, hasil Bahtsul Masail yang digagas Yenny Wahid sepakat bahwa kripto tergolong sebagai aset kekayaan.

Ini artinya kripto dipercaya mengandung nilai harta dan harus diatur perlindungannya. Maksudnya, kalau harta dicuri harus disanksi pencurinya dan jika rusak harus diganti, karena dia kekayaan, sah diperjualbelikan.

Anggap saja aset kripto itu emas, nah emas ini bisa dicuri, kalau kripto pencurian dilakukan melalui hacker dan ini banyak terjadi. Karena dicuri harus diganti nah pencurinya harus dihukum. Kalau nggak ada payung hukum, pencurian aset seperti ini mau dihukum pakai apa coba? Kan bendanya digital.

Lalu kalau digital kok bisa diperjual-belikan?

Nah, para investor ini percaya bahwa aset kripto punya nilai. Anggap saja aset ini seperti tembakau Srintil, tidak semua orang tahu nilainya, tapi bagi yang tahu ia sangat berharga.

Oleh sebab itu, selama ada kesepakatan antara dua pihak yang paham nilainya, maka hal itu sah sebagai benda yang diperjualbelikan. Makanya, Mbak Yenny itu menganjurkan sebelum masuk ke investasi kripto, kita belajar dulu, jangan asal main.

Lho kok malah jadinya lebih detil dan lebih akurat daripada versi MUI? Itu dia.

Sebagai panduan umat muslim, hal-hal yang berkaitan dengan transaksi ekonomi memang harus memenuhi beberapa rambu yang telah ditentukan, yaitu:

  1. Saling ridho dan ikhlas antara kedua pihak yang melakukan transaksi. Pihak pertama dan kedua ridho dan sepakat atas barang dan harganya.
  2. Barang yang digunakan sebagai transaksi memang bermanfaat atau mengandung manfaat.
  3. Tidak mengandung mudarat atau bahaya.

Nah, ketiga aspek ini secara keseluruh bisa dipenuhi oleh kripto ini.

Ingat ya, kripto tidak hanya bitcoin atau ether tapi ada jenis lain yang dibangun dengan aset riil. Pemanfaatan aset ini juga bisa dilihat dari bagaimana mereka diciptakan.

Potensi blockchain yang ada juga bisa membantu orang. Seperti Project Catalyst, yang menggunakan koin kripto Ada Cardano dengan nilai investasi mencapai $400 juta untuk pembangunan di Afrika.

Untuk itu, daripada MUI ndakik-ndakik melarang, mengapa tidak memberi rekomendasi saja?

Misalnya imbauan agar Pemerintah Indonesia segera mengeluarkan regulasi yang jelas berkaitan dengan uang kripto tersebut. Mengingatkan agar masyarakat tidak ikut-ikutan menggunakan atau bermain-main dengan uang kripto, terutama mereka yang memang tidak paham dan tidak terlalu mengerti soal beginian.

Karena sejauh ini toh pengguna dan pemilik kripto di Indonesia tahu jika aset yang mereka miliki ini adalah produk komoditas, bukan mata uang yang digunakan sebagai alat tukar. Sebab alat tukar dan mata uang yang sah di Indonesia adalah rupiah.

Selain itu, perkara fundamental yang perlu digali lagi dari perspektif MUI, adalah mengapa sih kita jadi kayak harus melawan teknologi?

Bukan gimana-gimana, soalnya—bahkan—Pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan regulasi penggunaan uang kripto. Bank Sentral Saudi dan Bank Sentral Uni Emirat Arab bekerja sama untuk mempelajari bagaimana kedua bank dapat mengadopsi blockchain dan pembayaran digital.

Hal yang sama juga dilakukan Otoritas Sekuritas dan Komoditas Uni Emirat Arab telah menandatangani perjanjian dengan Otoritas Pusat Perdagangan Dunia Dubai (DWTCA) yang bertujuan untuk mendukung perdagangan aset kripto di zona bebas DWTCA.

Ini negara-negara Arab lho, bangsa yang lebih ketat soal riba. Jika mereka saja mulai membuka diri soal kripto, lha kok kita malah mau ngotot menolak? Masa iya biar kita nggak dibilang ke-arab-arab-an sekaligus ke-barat-barat-an?

BACA JUGA Beli Tesla Bisa Pakai Bitcoin mah Biasa, kalau Bisa Kredit Baru Top! dan tulisan Arman Dhani lainnya.

Exit mobile version