Meme Fatwa Larangan Menggunakan BH dan Sulitnya Sikap Adil sejak dari Hujatan

Ada misinterpretasi serius terhadap naskah asli fatwa al-Lajnah ad-Daimah.

Meme Fatwa Larangan Menggunakan BH dan Sikap Adil sejak dari Hujatan

Meme Fatwa Larangan Menggunakan BH dan Sikap Adil sejak dari Hujatan

MOJOK.CONetizen yang membicarakan meme fatwa larangan menggunakan BH ini seperti kerumunan orang saat ada korban lakalantas. Malah bikin makin tak jelas.

Sehari setelah tiga platform media sosial milk Mark Zuckerberg pulih dari kondisi down, muncul berita menghebohkan yang dipicu oleh meme di Instagram. 

Bukan, berita viral itu bukan tentang meteor besar yang diprediksi akan menghantam bumi. Bukan juga tentang krisis energi yang mulai melanda sejumlah negara di dunia. Ini berita tentang sepotong kain bernama BH!

Meme itu diketahui diproduksi oleh sebuah akun dakwah @temanshalih. Meme itu berisi info tentang fatwa larangan menggunakan BH oleh kaum Hawa, yang disinyalir dikeluarkan oleh lembaga fatwa milik Arab Saudi, al-Lajnah ad-Daimah.

Sontak saja penduduk jagat maya Indonesia menyambut antusias momen itu sebagai ajang pelampiasan hasrat yang sempat tertunda terhadap ulama-ulama Arab Saudi.

Komentar-komentar bernada gerah datang dari berbagai arah. Ibu-ibu yang sedang menyusui protes, “Bagaimana kalau ASI saya beleberan?” Para wanita pemilik dada besar mengeluh, “Fatwa ini akan menimbulkan efek buruk pada punggung saya.”

Pegiat kesetaraan gender memberi analisis tajam yang menggiring opini bahwa fatwa ini melecehkan nilai-nilai kesetaraan. Protes juga datang dari kaum pria yang merasa kestabilan keimanannya akan terancam, “Payudara tanpa BH malah jadi trigger otak untuk travelling.”

Tak ketinggalan meramaikan suasana adalah protes khas tongkrongan kaum warkop semisal, “Dasar Wahabi! Orang-orang sudah berpikir gimana caranya pindah ke Mars, ini masih saja sibuk ngurusin urusan nggak penting kayak gini.”

Dan yang paling parah, menurut saya, adalah komentar nir-akhlak yang menyerang kewibawaan ulama pembuat fatwa. “Yang bikin fatwa otaknya salah letak. Kenapa selalu perempuan yang jadi korban? Padahal terbukti otak mereka yang mesum.”

Arus informasi di media sosial yang sangat deras menuntut warganya untuk berpikir cepat. Tak heran bila mereka cenderung bersikap responsif (atau agresif?) atas setiap isu yang bergulir.

Sikap yang—disadari atau tidak—menggerus sisi kearifan yang berfungsi membimbing seseorang untuk bersikap adil atau berimbang. Jargon adil sejak dalam pikiran, yang sering mereka dengungkan, hanya jadi bualan tanpa pembuktian. 

Di dunia nyata, ramainya netizen yang membicarakan meme fatwa larangan menggunakan BH ini seperti kerumunan orang saat menyaksikan korban lakalantas. Semakin berlapis lingkaran orang-orang yang berkerumun, semakin menjauhkan orang-orang di lingkaran terluar dari fakta sesungguhnya.

Orang yang berdiri di barisan belakang mengandalkan rasa ingin tahu kepada orang yang ada di depannya. Jarang sekali ada yang berani menerobos kerumunan untuk mencari kebenaran yang utuh dengan mata kepalanya sendiri.

Dari sebuah akun Facebook yang statusnya tentang meme fatwa larangan menggunakan BH ini menuai ribuan like dan ratusan komentar, teori tentang kerumunan yang ogah mencari kebenaran itu terlihat jelas.

Komentar-komentar yang muncul terlihat seragam, sifatnya hanya menerima dan mendukung kebenaran yang disajikan author. Sebagian besar malah memanfaatkan diskusi itu sebagai ruang untuk melampiaskan syahwat melucu dan sarkasme. Hanya satu orang yang menunjukkan sedikit sikap kritis menulis,  “Saya tidak yakin ini fatwa ulama Arab Saudi.”

Kalau saja para komentator itu mau mengeluarkan sedikit effort untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya, maka di YouTube telah beredar video dari beberapa guru bahasa Arab yang membuktikan telah terjadi misinterpretasi terhadap naskah asli fatwa al-Lajnah ad-Daimah bernomor 9090 itu.

Kata yang seharusnya berarti “dilarang menampakkan”, di Indonesia malah dimaknai sebagai “dilarang menggunakan”

Sebenarnya fatwa ini tidak berisi sesuatu yang baru. Ia hanya bersifat menegaskan fatwa atau aturan yang telah umum berlaku bagi wanita Saudi selama ini. Bahwa apapun pilihannya, memakai atau tidak memakai BH, terlarang bagi wanita menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya di hadapan laki-laki non-mahram. 

Al-Lajnah ad-Daimah memang berisi ulama-ulama senior yang semuanya laki-laki. Tapi mereka bukan semacam biksu yang demi mencapai taraf kesucian harus menjauhi perempuan.

Ulama-ulama senior itu tentunya memiliki istri, mungkin juga memiliki anak perempuan, kakak, atau adik perempuan. Sebelum mengeluarkan fatwa ini mereka bisa memanfaatkan pengalaman dan pendapat orang-orang terdekat mereka itu sebagai bahan pertimbangan. Yang pasti, saat menetapkan sebuah fatwa mereka tak akan seserampangan itu.

Kalau ada yang bertanya, kenapa sih perkara receh seperti itu harus dijadikan fatwa?

Mungkin ada yang belum tahu kalau kehidupan wanita di Arab Saudi berbeda dengan wanita di negara kita tercinta. Bedanya seperti jarak yang tercipta antara kamu dan mantan; jauh.

Tanpa ditemani mahram, wanita di sana tidak bisa semaunya piknik ke luar kota bersama teman-teman sefrekuensi yang asyik demi mengusir rasa jenuh yang mengusik. Bahkan untuk sekadar ngopi-ngopi cantik di kafe yang dinding-dindingnya terlihat estetik, mereka harus memastikan bahwa kafe itu menyediakan ruang khusus yang memisahkan mereka dari area pria.

Berburu beasiswa dan kuliah di universitas bergengsi dunia seperti yang dilakukan Maudy Ayunda dan Cinta Laura adalah suatu kemustahilan. Bukan karena keterbatasan otak atau dana, lebih karena negara membatasi akses mereka dalam dunia pendidikan. 

Namun tidak berarti mereka dilarang mengenyam pendidikan tinggi. Memang sih ujung-ujungnya, kebanyakan dari mereka memilih menjadi ibu rumah tangga ketimbang berkarier di luar rumah. Lagi-lagi karena negara membatasi pilihan profesi yang boleh mereka jalani. 

Pembatasan-pembatasan tak hanya diberlakukan dalam ranah yang melibatkan interaksi mereka di ruang publik, tapi juga menyentuh wilayah privasi. Misalnya saja dalam hal berpakaian.

Terusan hitam longgar adalah pakaian wajib mereka jika harus keluar rumah. Riasan wajah dan aksesoris yang mencolok hanya boleh digunakan demi menyenangkan para suami di dalam rumah. Menjadi beauty vlogger seperti Tasya Farasya hanya akan menjadi bunga-bunga mimpi penghias tidur para ABG di sana. 

Itu terjadi karena Arab Saudi adalah satu dari sedikit negara yang meletakkan asasnya begitu strict atas syariat Islam. Segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang bersumber dari Al-Quran, Hadits, dan Ijma Ulama di sana.

Dalam kaitannya dengan hal itu lah al-Lajnah ad-Daimah memainkan perannya sebagai pihak yang memiliki kredibilitas untuk melegitimasi setiap laku dalam hidup mereka, seremeh apapun kelihatannya.

Jadi kalau ada yang menganggap aneh fatwa terkait hukum memakai BH, yang muncul di tengah kehidupan masyarakat yang kental dengan romansa surga-neraka seperti di Arab Saudi, ia lah yang sesungguhnya layak dicap aneh. Soalnya kejadian seperti ini muncul karena dipicu dari kesalahan interpretasi dari akun @temanshalih yang bikin meme, bukan fatwa asli dari al-Lajnah ad-Daimah.

Kini, akun @temanshalih sudah menyampaikan permohonan maafnya. Mereka mengaku telah melakukan kecerobohan karena membuat konten itu tanpa bimbingan asatidz yang kompeten. 

Namun, sebaliknya, mungkinkah mereka yang telah telanjur membuat analisis keliru, ulasan serampangan, berkomentar nyinyir, dan tak sopan terhadap fatwa al-Lajnah ad-Daimah di Arab sana juga akan melakukan tindakan serupa?

Akankah mereka meneladani jiwa ksatria Deddy Corbuzier yang pernah menunjukkan kejulidan saat menanggapi santri-santri yang melindungi telinga mereka dari paparan suara musik?

Sambil nunggu salah satu dari mereka berani berkata… “Gue mau minta maaf. Waktu itu memang gue lagi goblok aja!”… saya sih mau belanja BH dulu.

BACA JUGA Tiba Saatnya Arab Saudi Izinkan Perempuan Pergi Haji Sendirian dan ESAI lainnya.

 

Exit mobile version