Megawati Sengit sama Pengajian karena Nggak Pernah Diundang, ya?

Jadi, Ibu Megawati yang baik hatinya ini menganggap pengajian itu mengambil porsi waktu. Hasilnya, ibu-ibu jadi lupa mengurus anak.

Megawati Sengit sama Pengajian karena Nggak Pernah Diundang? MOJOK.CO

Ilustrasi Megawati Sengit sama Pengajian karena Nggak Pernah Diundang? (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COYang mesti ditanyakan bukan kenapa ibu-ibu suka pengajian, Ibu Megawati, tapi kenapa negara nggak bisa hadir seperti pengajian?

Ibu Megawati Soekarnoputri bikin kejutan lagi. Yak, kamu benar sekali, lagi dan lagi, komentarnya menjadi kontroversi. Kali ini, Ibunda PDIP itu membuat kontroversi ketika menjadi pembaca di sebuah seminar nasional. Sekarang, beliau menyenggol soal pengajian ibu-ibu. Aneh sekali hidup beliau kalau saya rasakan.

Jadi, Ibu Megawati yang baik hatinya ini menganggap pengajian itu mengambil porsi waktu. Hasilnya, ibu-ibu jadi lupa mengurus anak. Alhasil, dia sampai berpesan agar ibu-ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dan melupakan asupan gizi anak.

“Saya melihat ibu-ibu tuh ya maaf ya sekarang kan kayaknya budayanya beribu maaf, jangan lagi saya di-bully. Kenapa toh seneng banget ngikut pengajian ya? Iya lho maaf beribu maaf, saya sampai mikir gitu lho,” kata Ibu Megawati saya catat kata per kata.

“Ini pengajian iki sampai kapan tho yo? Anake arep dikapake (anaknya mau diapakan), he, iya dong. Boleh bukan nggak berarti boleh, saya pernah pengajian kok,” ucap Megawati melanjutkan. 

Mendengarkan pidato Ibu Megawati di atas seakan-akan pengajian itu bisa bikin anak sampai stunting. Tentu ini interpretasi bebas dari saya. Namun, pada intinya, dengan menyebut bahwa pengajian memakan banyak waktu dan ibu-ibu sampai lupa nggak mengurus anak itu sangat tidak tepat.

Komitmen Ibu Megawati

Tentu saja kita semua nggak boleh berburuk sangka. Mungkin Ibu Megawati sedang ingin mengingatkan ibu-ibu di tanah air untuk membagi waktu dengan adil. Mengejar akhirat dengan pengajian itu boleh, tapi jangan lupa mengurus anaknya di rumah. Saya sampai harus mendengar sendiri pidato itu supaya tidak salah paham atau salah tafsir.

Untuk melaksanakan komitmennya itu, Ibu Megawati berniat menginstruksikan langsung kepada dua menteri yang mengurusi ibu-ibu dan stunting. Dua orang yang dimaksud adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati alias Bintang Puspayoga dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk mengatur waktu ibu-ibu. 

“Maksud saya nanti Bu Risma saya suruh, hah, nanti Bu Bintang saya suruh, tolong bikin manajemen, manajemen rumah tangga,” ucap Ibu Megawati. Duh, kenapa Ibu harus ribet, sih. Ibu kan bisa langsung memerintahkan petugas partai bernama Pak Joko Widodo untuk mewujudkan hal ini. Ibu Mega kan hebat sekali, unik lagi. Bukan pemimpi tertinggi, memberikan instruksi. Saya kagum sama Ibu.

Apakah memang ada yang kayak gitu? 

Apakah benar ada pengajian yang bisa sampai membuat Ibu-ibu lupa mengurus anak? Jangan-jangan stunting terjadi karena ibu-ibu terlalu sering ikut pengajian, nih? Ah, masak kayak gitu. 

Apakah bukan karena dana bantuan sosial yang seharusnya digunakan untuk membeli makanan bergizi malah dikorupsi sehingga ada stunting? Ah, mana mungkin ada korupsi dana sosial di Indonesia. Ini negara bebas korupsi, Bos!

Pengajian juga mana mungkin “sejahat” itu. Sejauh yang saya tahu, pengajian ibu-ibu di desa-desa malah jadi semacam forum kolektif untuk saling dukung antara tetangga dan keluarga.

Ibu Megawati nggak pernah diundang? Pengin diundang, Bu?

Di Jember, Majalengka, dan Magetan, ibu-ibu bersatu dengan Posyandu setempat membentuk jejaring strategis mencegah stunting. Jika Ibu Megawati memang merasa pengajian kurang bermanfaat, mungkin bisa belajar dari relawan putri ibu sendiri, Mbak Puan. Desa Cisambeng, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka menjadi lokasi pertama kerja sama HaloPuan dan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Barat untuk melawan stunting. Masak ibu sama anak nggak ngobrol, sih, sampai nggak tahu.

Tapi mengapa sih Ibu Megawati sampai curiga, sengit, sama pengajian? Nggak pernah diajak ngobrol, nggak punya kegiatan gayeng bersama ibu-ibu lain, atau memang nggak pernah diundang? Pengin diundang, Bu?

Jika memang begitu, mungkin Ibu bisa belajar dari Fatayat NU dan Aisyah. Dua organisasi ibu-ibu, yang revolusioner dalam mengembangkan pengajian. Kedua organisasi ini malah sudah bergerak terlebih dahulu memerangi stunting dan kekerasan domestik, tanpa harus mengadakan seminar.

Peran penting pengajian

Di rumah, ibu saya adalah peserta pengajian yang lumayan aktif. Bukan sekadar ngerumpi, bagi perempuan jelang usia lanjut, pengajian menjadi ruang untuk mengaktualisasikan diri. Mereka bisa mengaji, mendengarkan ceramah, berbagi makanan gratis tiap Jumat di masjid, hingga piknik bersama via Ekspedisi Wali Songo. 

Sejauh ini, kesepian dan kesendirian menjadi racun mematikan bagi banyak lansia dan ibu-ibu rumah tangga. Pengajian menjadi tempat berkumpul dan bertemu, di mana orang-orang bisa membangun semangat, jejaring pertemanan, hingga mengisi kekosongan hidup. Bagi ibu saya, yang sudah ditinggal anak-anaknya bekerja, acara ini jelas jadi tempat menyenangkan karena dia bisa bertemu banyak orang.

Di pengajian, ibu-ibu juga bisa berbagi resep, pengetahuan niche seperti tanaman obat keluarga, praktik pola asuh, hingga destinasi kuliner kesukaan. Ibu-ibu juga bisa membantu satu sama lain melalui urunan/bantuan sosial (yang mustahil dikorupsi kader partai) untuk mereka yang kekurangan. Stunting jelas sangat bisa diatasi jika ada forum seperti ini.

Yuk, datang, Bu

Mengapa harus membenturkan pengajian dan stunting, Bu? Seorang ibu bisa tetap hadir di masjid mendengar ceramah sambil membawa anak mereka. Menu makanan di pengajian juga enak-enak, lho Ibu Megawati. Di Cilandak tempat saya kos dulu, masjid setempat membuat pengajian subuh dan membagikan sembako dan uang saku bagi anak yatim, janda, dan lansia. 

Masjid di Cilandak itu memiliki data kelompok rentan yang membutuhkan bantuan. Selain itu, ada juga layanan mobil ambulans untuk mengantar dan menjemput pasien atau mengantar jenazah. 

Pengajian mengisi ruang kegagalan negara yang tidak mampu menjamin layanan dasar dan jaminan sosial masyarakatnya. Kalau begini, yang mesti ditanyakan bukan kenapa ibu-ibu suka pengajian, tapi kenapa negara nggak bisa hadir seperti pengajian?

Oh iya, denger-denger Ibu Mega naik haji dua kali dan umroh tiga kali, ya? Mungkin sudah waktunya pensiun dari pembina partai dan jadi Bu Hajjah. Siapa tahu, dengan ikut pengajian, Bu Hajah ngga akan ambil jatah kuota haji bagi yang membutuhkan, kan. Amal yang baik itu, Bu.

BACA JUGA Jokes Garing Megawati Adalah Bentuk Pembebasan Burung dari Sangkarnya dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Arman Dhani

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version