MOJOK.CO – Caleg yang sering muncul di tengah massa pada musim pemilu itu sudah biasa, tetapi bagaimana jika ditambah dengan aroma persaingan pegawai koperasi?
Kalau kamu berpikir bahwa Mars Perindo yang saban hari muncul di layar televisimu adalah hal yang paling menyita perhatian di seluruh penjuru Indonesia pada musim pemilu ini, kamu harus tahu bahwa di Flores, Nusa Tenggara Timur, ada pertarungan caleg versus pegawai koperasi yang selalu bergerak aktif merebut perhatian khalayak! Ya, menjelang Pemilu yang akan terjadi sebentar lagi, termasuk di dalamnya adalah pemilihan legislatif, banyak caleg yang kini berlomba-lomba mensosialisasikan diri kepada masyarakat agar semakin dikenal. Harapannya, tentu saja mereka bisa mendulang banyak dukungan suara di hari pencoblosan.
Proses sosialisasi oleh para caleg bisa dilakukan dengan berbagai cara di berbagai tempat, di antaranya melalui kampanye akbar, mendatangi rumah-rumah pemilih, dan membagi stiker kepada masyarakat. Cara lain, beberapa calon juga menempelkan gambar wajahnya di batang pohon, serta menaruh poster besar di ruang publik yang strategis.
Selain strategi sosialisasi yang umum tadi, ada strategi tidak umum yang dilakukan caleg. Biasanya, hal ini dilakukan dengan lebih halus. Motifnya bisa sedikit disembunyikan, tetapi, lagi-lagi yang namanya upaya mengiklankan diri, ya, tetap saja akan kelihatan dengan mudah, bahkan oleh orang yang tidak tertarik dengan politik sekalipun.
Nah, di Flores, kegiatan sosialisasi tidak umum dilakukan di…
…di bawah tenda pernikahan atau tenda duka kematian!!!
A-apa??? Kok bisa gitu, sih???
Ya bisa lah! Pasalnya, para caleg itu umumnya bukan datang dari kalangan biasa. Mereka datang dari kalangan orang terpandang dan memiliki pengaruh di kampungnya.
Para caleg yang datang dari latar belakang bekas pejabat publik, pensiunan militer atau polisi, hingga politisi kawakan yang disegani, jelas mendapat tempat khusus di masyarakat untuk mengemban tugas-tugas penting. Nah, mereka-mereka ini sering kali dipakai oleh keluarga untuk menjadi ketua panitia acara atau wakil keluarga dalam memberikan sambutan kepada undangan dan pelayat yang datang.
Di saat semacam itulah, mereka, para caleg-caleg itu, akan secara halus menyelipkan materi kampanyenya dalam sambutan.
[!!!!!!!!!11!!!1!!!1!!!]
Iya, iya, ini memang menyebalkan, tetapi lama-lama dianggap biasa. Aktivitas semacam ini bahkan telah menjadi bagian tak terpisahkan saat musim pemilu di bawah tenda kematian atau pesta di Flores.
Para caleg tentu sangat menikmati momen in karena mereka tidak perlu mengeluarkan banyak sumber daya, seperti uang dan tenaga untuk mengumpulkan masa kampanye. Ibaratnya, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Hanya bermodal bacot, sosialisasi berjalan gratis.
Nah, ketika caleg ini diberi kesempatan, mereka akan berbicara panjang lebar dan membosankan. Bayangkan saja kalau masa kampanye terselubung ini diadakan mendekati acara makan—sudahlah para undangan kelaparan, malah harus mendengar sambutan dari beliau-beliau sekalian! Tentu, hal ini akan dengan mudah menimbulkan protes. Undangan atau pelayat yang perutnya keroncongan akan saling menggerutu kecil di bawah tenda.
Caleg yang sigap akan segera mengakhiri kegiatan masa kampanye terselubung itu sambil basa-basi mengucap permintaan maaf. Sementara itu, yang kurang peka akan terus berbicara sampai lupa waktu hingga seluruh isi tenda makin gaduh. Biasanya, sih, caleg tipe ini, alih-alih berniat untuk menarik simpati massa, justru akan menimbulkan rasa kecewa dan amarah. Tak jarang, setelah pulang dari acara, para tamu undangan akan saling berbisik untuk menolak memilih si caleg di hari pencoblosan.
Mamam, noh!!!!!!11!!!!1!!
Ketika dihadapkan dengan tingkah laku caleg di atas, keluarga pemilik hajatan tak berani bersuara apalagi menegur. Kenapa? Ya soalnya dari awal mereka telah bersepakat untuk melimpahkan seluruh tanggung jawab acara kepada si caleg. Kepalang basah!
Lalu, di mana pegawai koperasi yang katanya musuh caleg dalam masa kampanye itu?
Nah, Indonesia sebagai negara dengan jumlah koperasi terbanyak di dunia telah membuat usaha koperasi tumbuh di banyak tempat, tak terkecuali di Flores. Koperasi yang banyak itu adalah koperasi yang terdaftar dan berbadan hukum—belum terhitung yang tidak terdaftar, apalagi memiliki badan hukum.
Banyak masyarakat di Flores yang menjadi anggota koperasi. Produk mereka yang lebih ramah dari bank disinyalir menjadi faktor penting yang mampu menarik minat masyarakat untuk menjadi anggota.
Salah satu produk paling bonafide dari koperasi adalah santunan kematian bagi anggotanya yang diterima oleh ahli waris. Pemberian santunan ini biasanya dilakukan saat anggotanya meninggal dunia.
Petugas koperasi yang datang akan tampil di hadapan pelayat untuk memberikan santunan. Sialnya, di Flores, proses pemberian santunan ini tidak pernah singkat. Pegawai koperasi diberikan kesempatan untuk berbicara panjang lebar, tentunya sambil menyelipkan materi iklan mengenai koperasinya kepada pelayat yang hadir.
Sejenak, kematian yang meninggalkan duka bagi keluarga, akan dengan mudah dikapitalisasi oleh pegawai koperasi sebagai ajang mengejar keuntungan.
[!!!!!!!!!11!!!1!!!1!!!]
Sambutan panjang sambil menjual produk itu bisa saja tidak hanya dilakukan oleh satu pegawai koperasi, jika almarhum mengikuti beberapa koperasi, semua wakil pegawai dari masing-masing koperasi akan mendapat tempat yang sama. Kondisi ini, membuat tenda duka mirip seperti pasar, penuh oleh pelapak yang menjual barang dagangannya.
Pegawai koperasi yang berbicara banyak biasanya membuat porsi kampanye caleg di bawah tenda duka menjadi berkurang. Caleg yang menjadi ketua panitia atau juru bicara keluarga, mau tidak mau, harus mengalah untuk membagi porsi bicaranya dengan petugas koperasi sehingga besar kemungkinan si caleg akan susah menyelipkan materi kampanye.
Di saat-saat semacam itu, jelaslah sudah musuh terbesar bagi para caleg bukan lagi lawan politiknya dari daerah pemilihan yang sama, tetapi para pegawai koperasi yang menikung porsi ngebacotnya dibawah tenda duka.
Hadeeeeeh. Menjadi caleg memang tidak mudah, Saudara-saudara. Sudahlah butuh banyak duit, bertarung dengan sesama caleg, eh harus siap ditikung pegawai koperasi di masa kampanye, pula!