MOJOK.CO – Rama hanya bisa menyesal. Sudah lulus UTBK di kampus top 10 Indonesia, tapai malah DO dan gagal banggakan kedua orang tua.
Ada perasaan sesak yang menghantui Rama, seorang pemuda dari Lamongan, Jawa Timur. Rasa sesak itu muncul setiap mengenang masa-masa kuliah di salah satu kampus top 10 di Indonesia.
Rama lolos UTBK 2024, tapi kini semua terasa sia-sia. Dia Drop Out (DO) karena depresi, kecemasan, dan paranoia, seperti terungkap dalam laporan psikologis MMPI-2 pada November 2024.
Rama sadar diri meski bisa lolos UTBK. Kemampuannya tidak seberapa dan pesimis bisa lulus dari jurusan yang banyak praktikumnya. Apalagi IP semester 1 tidak sampai 1, karena fokus dan konsentrasinya sering kacau.
Rama kini hanya bisa menyesal sudah menyia-nyiakan 1 tahun masa kuliah di tempat yang salah. Dia merasa sudah rugi waktu dan biaya. Maklum, setelah lolos UTBK, UTK rama kena Rp8 juta. Sudah begitu dia kesulitan mendapatkan beasiswa karena status “mahasiswa medioker”. Selain itu, ibu Rama adalah PNS.
Saat ini, Rama sedang berusaha untuk lolos UTBK SNBT 2025 demi bisa “balas dendam” terhadap 1 tahun waktu yang terbuang. Selain itu, dia juga berusaha untuk mendapatkan lingkungan baru yang lebih mendukung kesehatan mental Rama.
Lulusan UTBK, DO, dan cita-cita membahagiakan orang tua
Rasa sesak yang kini dirasakan Rama, setelah DO dan berusaha lulus UTBK lagi adalah membuat orang tua bahagia dan bangga. Apalagi bapaknya yang sudah berusia 60 tahun, ingin Rama cepat kerja.
Bapak Rama, seorang Gen X yang bekerja keras meski keuangan terbatas, punya pandangan praktis. Dengan usia hampir 60, beliau ingin Rama langsung kerja untuk membantu keluarga, bukan kuliah yang memakan waktu, apalagi kini malah tes UTBK lagi.
Sementara itu, Rama mendapatkan dukungan dari ibunya untuk tes UTBK dan kuliah lagi. Beliau ingin pendidikan anaknya lebih tinggi dari dirinya. Berkat dukungan ini, Rama bertekad untuk membahagiakan dan membanggakan orang tuanya meski pernah DO dari kampus top 10 di Indonesia.
Gangguan mental sejak remaja
Salah satu “hambatan” bagi Rama adalah gangguan mental yang sudah dia alami sejak kelas 7 SMP. Sejak saat itu, nilai-nilai Rama turun drastis.
Saat SD, dia selalu ranking, bahkan juara 1 se-kabupaten di ajang S2MEC kelas 6. Tapi, di SMP kelas 7, dia ranking terakhir. Sejak itu, kepercayaan dirinya hancur.
Pikiran gelap pernah menghantui dan memuncak pada percobaan bunuh diri. Dia pernah menelan biji dari 13 kilogram apel dan 1 gram Diphenhydramine. Kombinasi ini menyebabkan halusinasi seharian. Rama merasa tidak ada lagi pencapaian untuk dibanggakan dan tidak akan berguna di masa depan.
Baca halaman selanjutnya: Menyesal udah DO, padahal lolos UTBK.
Lolos UTBK, masuk kampus top, tapi gangguan mental malah memburuk
Ketika lolos UTBK 2024 dan masuk sebuah kampus top 10 Indonesia, Rama berharap bisa bangkit. Namun sayang, semasa di kampus top 10 Indonesia ini, gangguan mentalnya memburuk.
Akhirnya, Rama memutuskan ke psikiater dan Laporan psikologis MMPI-2 mengungkap depresi, kecemasan, dan paranoia berlebihan, terutama saat muncul tekanan. Rama sulit berpikir logis, curiga pada orang lain, introvert, dan menghindari aturan ketat, yang menyulitkan adaptasi.
Hasilnya, IP semester satu tidak sampai 1 dan Rama pesimis bisa lulus karena salah jurusan. Sudah begitu, support system Rama berubah sifatnya dan kini terasa seperti orang asing.
Meski bisa lolos UTBK, Rama sadar kemampuan tidak seberapa. Terutama jika membandingkan pencapaiannya dengan Diana. Sosok yang dia sayangi.
Diana berprestasi di organisasi, kepanitiaan, dan kuliah. Sementara itu, Rama harus mengulang dan Diana tidak. Puncaknya adalah ketika Diana menolak cinta Rama. Akumulasi segala kesulitan ini adalah keputusan Rama untuk memilih DO dan meninggalkan Diana. Rama takut hubungannya malah memperburuk kondisi mentalnya.
Mencoba bangkit
Kini, Rama mencoba bangkit, meski laporan psikologis menyarankan intervensi farmakologis dan psikologis untuk atasi depresi dan kecemasan. Dia mendaftar ulang di salah satu kampus swasta di Malang, menunggu hasil UTBK, dan pendaftaran Sekolah Kedinasan dibuka.
Tapi, overthinking tetap menghantui. Rama takut gagal kuliah lagi, takut tidak mendapat kerja, dan tidak bisa menafkahi bapa- ibu yang menua serta 2 adik Gen Alpha yang kebutuhannya meningkat.
Rama menyesal DO dari kampus top 10 dan meninggalkan Diana. Laporan psikologis mengkonfirmasi bahwa depresi, kecemasan, dan paranoia, ditambah IP jeblok dan salah jurusan, membuatnya tidak bertahan.
Gangguan mental sejak SMP dan percobaan bunuh diri memperburuk semua. Rama membayangkan betapa bahagianya ibu kalau dia lulus. Bapak tidak minta dia hebat, hanya ingin Rama bisa membantu keluarga secepatnya.
Overthinking tentang UTBK, takut salah jurusan lagi, kesulitan mendapat pekerjaan, keluarga, dan Diana terus membayangi. Rama takut waktu berlalu, bapak dan ibu menua, adik-adik membutuhkan, dan Diana pergi, tapi dia belum jadi apa-apa.
Meski laporan psikologis menunjukkan keterbatasan, Rama berusaha melangkah. Semuanya demi ibu yang masih percaya dan bapak yang ingin dia mandiri. Penyesalan ini berat, tapi Rama ingin menjadikannya bahan bakar untuk bangkit, meski jalan masih gelap.
Penulis: Ubaidillah Naufal Ramadhan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 4 Pilihan jika Gagal UTBK-SNBT, Tak Perlu Buru-buru Jadi Mahasiswa Baru dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.
