Kisah-Kisah Kuda hingga Doa yang Melawan Mitos Indonesia Malas Baca

Kisah-Kisah Kuda hingga Doa yang Melawan Mitos Indonesia Malas Baca

Kisah-Kisah Kuda hingga Doa yang Melawan Mitos Indonesia Malas Baca

Pengantar: Kalau survei bilang orang Indonesia malas membaca, bagaimana melawannya? Pustaka Bergerak Indonesia, sebuah jejaring perpustakaan keliling swadaya yang diinisiasi secara bertahap sejak 2014, memilih untuk menjemput orang-orang untuk membaca. Langkah yang merupakan kebalikan perpustakaan konvensional yang menunggu pembaca datang.

Kendala untuk menyuburkan minat baca lebih kompleks dari sekadar orang ingin/tidak ingin membaca. Problem lain adalah akses terhadap buku. Bagaimana menjadi pribadi yang senang membaca jika bahan bacaan adalah hal asing?

Jejaring Pustaka Bergerak dinapasi orang-orang yang mencintai buku dan dengan senang hati mau mengantarkannya, membagi kesenangan itu dengan orang-orang lain. Pertukaran buku mulanya dilakukan antarorang, tapi kemudian ada masalah lain: buku menumpuk di Indonesia barat, terutama Jawa, butuh didistribusikan ke seantero Indonesia. Buku mahal, tapi biaya mengirimnya mahal (untuk Papua bahkan sangat mahal).

20 Mei 2017 datang angin segar, bincang-bincang awak Pustaka Bergerak dengan Presiden Jokowi membuahkan keputusan: tiap tanggal 17 saban bulan, pos melayani pengiriman buku gratis ke seluruh Indonesia. Sebelum itu, layanan ekpedisi Cargonesia telah berbaik hati memberi fasilitas mengirim buku secara gratis.

Berikut adalah sejumlah kisah dan potret yang terekam dari geliat Pustaka Bergerak di berbagai penjuru Indonesia. Tentang bagaimana kuda-kuda, becak, noken, perahu, pedati menjadi bagian dari perlawanan pada mitos: orang Indonesia malas membaca.

Lebak, Banten

Setelah berhari-hari bekerja berat untuk sebuah film pendek, Aldo Kudapustaka Rangkasbitung menjadi sangat lelah, stres, dan menolak pengambilan foto terakhir. Begitu lelah dan tertekannya, air mata tampak menetes di wajah Aldo. Dengan air mata yang sama-sama mengalir, Asep, pemilik Aldo yang tak kalah lelahnya, membisikkan bujukan ke telinga kuda yang sangat setia ini.

Aldo si kuda pustaka. Foto oleh Asep.

Setelah pengambilan gambar terakhir yang berlangsung lancar, Aldo bergegas pulang dan tak ada yang sanggup menahannya. Kini tinggal tugas para pembuat film dari Italia itu untuk menunjukkan cinta dan ketulusan kedua makhluk ini, dan upaya gigih warga Lebak, Banten berbagi pengetahuan ke sesamanya.

  1. Aldo dan Asep mulai bergerak dua tahun lalu dengan bantuan pendiri Kudapustaka Purbalingga, Ridwan Sururi. Semoga tetap tabah dan bersemangat angkut buku menyapa warga.

Ini foto ketika Aldo bersama Asep mulai mengantar buku di Desa Kadu Agung Tengah, Lebak, Mei 2016 lalu. “Semoga Tuhan melancarkan niat baiknya,” doa Ridwan.

Foto oleh Ridwan Sururi

Makassar, Sulawesi Selatan

Si belang Kutub Dunia di tengah kesibukan bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar pukul 12 malam; kuda tangguh piaraan Ridwan Sururi yang kini menjalankan tugas sebagai pejantan sekaligus Kudapustaka 3 Manokwari. Ketangguhan si belang teruji dalam perjalanan laut dari Tanjung Priok, Jakarta ke Manokwari, Papua Barat. Selama lima hari di laut, terkunci dalam kandang besi yang tak bergerak, Si Belang tetap riang gembira selama rumput masih tergantung dalam jangkauannya.

Sorong, Papua Barat

Foto ini menangkap kesibukan si belang Kutub Dunia di palka KM Gunung Dempo untuk tetap sehat dan ceria meski dikepung tumpukan bawang dan kontainer.

Dunia boleh runtuh, bongkar muat di Pelabuhan Sorong berlangsung sangat hiruk pikuk dengan bau bawang yang amat tajam, tapi si belang tetap tenang dan tak merasa terganggu. Mungkin karena rumput yang diberikan sungguh enak

Kutub Dunia memang kuda ekspedisi jarak jauh paling mantap yang pernah saya tunggangi. Untung ia tak membongkar kandangnya selama perjalanan dan ngeluyur tengah malam, sebagaimana yang sering ia lakukan ketika tinggal di Pasir Putih, Manokwari.

Foto oleh Nirwan Arsuka

Purbalingga, Jawa Tengah

“Kudapustaka hari ini di SD N 5 Serang (Purbalingga). Delapan puluh sembilan buku kepinjam dengan dibantu Bapak Nirwan Arsuka. Semangat anak-anak di desa kami yang menjadikan motivasi kami untuk memperluas jaringan gemar membaca,” tulis Ridwan Sururi ketika mengepos foto ini di Facebooknya, September 2015.

 

Ridwan memulai Kudapustaka bersama si kuda Luna delapan bulan sebelumnya, Januari 2015. Pada Senin petang 26 Januari, ia mengirimkan sejumlah foto yang merekam kegiatan dia memulai langkah awal menyebarkan bacaan di kalangan penduduk di kaki Gunung Slamet, khususnya di lapisan anak-anak. Ia memulai kegiatannya hari itu dengan doa. Sambutan anak-anak Gunung Slamet tampak cukup ramai sebagaimana terekam di foto.

Polewali Mandar, Sulawesi Barat

Kalau yang ini Bendipustaka Pa’issangang. Pa’issangang berarti ‘ilmu pengetahuan’. Lokasinya ada di Dusun Talolo, Desa Batulaya, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar.

Foto oleh Bendipustaka Paqissangang

Selat Sunda

Pada 6 Juli, bertepatan dengan Hari Pustakawan, Pustaka Bergerak Indonesia meluncurkan perpustakaan di kapal roll on roll off (ro-ro) KMP Portlink. Kapal yang beroperasi di Selat Sunda ini menjadi kapal pertama yang menyediakan perpustakaan. Inilah yang namanya mengembangkan semangat literasi dan budaya membaca di darat dan air dengan mengunakan moda transportasi apa pun.

Cirebon, Jawa Barat

Aparat Pemda Cirebon mendatangi kediaman Robby, pendiri Pedati Pustaka Bayalangu, bisa menjadi contoh tambahan buat pemda lain. Pemda yang bergerak sungguh-sungguh bersama para penggiat Pustaka Bergerak akan lebih mudah mudah mengangkat nama baik daerah masing-masing.

Banggai Laut, Sulawesi Tengah

Ibu Mardia, relawan Bois Pustaka di Pulau Lipulalongo, Kabupaten Banggai Laut, keliling desa jalan kaki mengusung bois (keranjang rotan) berisi buku. Setiap minggu beliau mengunjungi satu RT dan menggelar buku mengajak masyarakat membaca ramai-ramai.

Erni Aladjai menulis kisah Ibu Mardia begini,

“Namanya Ibu Mardia Abd. Karim (56 tahun). Dua tahun lalu ketika mesin jahit Singernya rusak, dia beralih dari pekerjaan menjahit menjadi petani sayuran dan cabai padi. Bagi kami dia perempuan yang ingin sibuk dan tak mau berdiam diri.

“Ketika saya berbicara padanya mengenai Bois Pustaka, sebuah upaya kecil mengenalkan buku dan mengajak siapa saja gemar membaca di Pulau Lipulalongo, dia langsung bersemangat. Dia bertanya bagaimana hubungan bois (keranjang tempat pangan dari anyaman rotan, pelepah sagu, dan serat kayu milik Suku Banggai) itu dengan membaca?

“Saya mengatakan, ‘Ibu mengisi buku-buku dalam bois kemudian berjalan ke tempat-tempat umum di desa ini, di sana. Ibu menggelar buku-buku itu, tempat umum seperti dermaga memungkinkan orang melihat buku-buku yang dibawa Ibu. Jadi, jika bois sebagai tempat membawa makanan, buku juga adalah makanan bagi pikiran dan jiwa.’

“Tanpa berkata-kata apa-apa lagi, dia langsung menyetujui menjadi relawan pertama Bois Pustaka. Tanggal 28 Mei 2017 dia memulai kegiatannya berjalan kaki membawa buku dalam bois di dermaga kampung. Waktu itu siang hari dan terik, anak-anak sedang terlelap, jadi dia berkata tak banyak anak-anak yang bermain di dermaga.

“Dia bilang, sekarang (kisah ini ditulis saat Ramadan kemarin, red.) di Pulau Lipulalongo anak-anak mendapat buku absen untuk sembahyang Asar, Subuh, dan Zuhur untuk nilai Pendidikan Agama mereka. anak-anak sangat sibuk di kala Ramadan, jadi dia berpikir akan melanjutkan Bois Pustaka menyasar pembaca anak sesudah Ramadan. Untuk pembaca ibu-ibu, dia akan melakukan seminggu sekali. Jalan kaki Bois Pustaka berikutnya dia akan mendatangi RT 1, lalu RT 2, lalu RT 3, dan RT 4.

“Dia bilang akan beristirahat sepuluh hari jelang Lebaran untuk membuat kue-kue. Selain menjadi relawan Bois Pustaka, Ibu Mardia juga mengelola Rumah Baca Bulantul di kala saya sedang di Depok. Ibu Mardia adalah ibu saya, ibu juara bagi kami dan jenaka.”

Manokwari, Papua Barat

“Ronda-ronda sore hari dengan anak-anak di Kampung Yoom 1, Distrik Manokwari Timur. Antusiasme anak-anak sungguh luar biasa,” tulis Soehanda Hamsa.

Soehanda Hamsa, Guru Garis Depan (GGD) relawan Motor Noken Pustaka Papua, mencari pembaca sampai ke pelosok Manokwari Timur dan Utara.

Foto oleh Soehanda Hamsa

“Majalah Bobo juga tra masalah kalau ada yang mau donasikan untuk Noken Pustaka,” kata Agus Mandowen ketika memilih buku-buku yang akan dia bawa ke Saukorem dari Rumah Baca Noken Pustaka Pasir Putih.

Foto oleh Misbah Papua Barat

Sumba, Nusa Tenggara Timur

Jika anak-anak perempuan kota besar merasa nyaman mendandani boneka plastik, anak-anak perempuan Sumba merasa enak mendandani dan menunggang kuda jantan. Sesi menunggang kuda ini adalah bagian dari rencana mementaskan cerita dari buku yang sudah selesai dibaca.

Terima kasih untuk Bapak Heinrich Dengi dari Radio Max 96 FM Waingapu yang meminjamkan buku untuk Kudapustaka Tanah Marapu. Berbekal sekardus buku pinjaman dari Pak Heinrich, koordinator relawan Kudapustaka Tanah Marapu Aries Ranja mulai bergerak.

Meski masih berusia sangat muda, si Hitam Sinar Kambata bisa cepat belajar menerima kotak buku di punggungnya dan melangkah mengangkut buku-buku tersebut ke tempat yang dituju.

Doa Pustaka

“Doa pustaka” ini ditulis Sultan Jaya Negoro, pengelola Sura Pustaka Turatea yang mengedarkan buku dengan motor modifikasi yang ia namai Katimbang.

Foto oleh Sulo Pustaka Turatea

Lamanya Mas, Padahal Mauki Membaca Tiap hari

“Mas sini ki cepat, sini ki cepat, Mas!” teriak Pangeran.

“Katimbang hari ini menuju Lingkungan Borong Untia untuk kali kedua setelah kemarin tidak sempat memenuhi permintaan Pangeran dan kawan-kawannya. Sesampainya di lokasi, saya langsung diteriaki oleh Pangeran di sebuah kolom rumah, dan ternyata teman-temannya yang lain sudah menungguku.

“Dimanaki kemarin, Mas?” tanya Pangeran.

“Ada saya selesaikan dulu, Dik.”

“Lama ta saya tunggu kemarin, Mas.”

“Hehehe …. Maaf ya.”

“Mana mi buku BEN 10, Mas?”

“Tunggu dulu Dik, saya carikan ki.”

“Halaman lima belas ma kemarin to, Mas?”

“Iye Dik, ini buku ta, ayo mi kita lanjut membaca,” ajakku sembari memberikan buku yang disenanginya.

“Ayomi, Mas!”

Teman-teman Pangeran yang lain pun mencari buku bacaan yang belum habis dibacanya tempo hari.

Saya kembali menemani Pangeran membaca sembari membantunya ketika ada kata dalam buku yang dia tidak tahu.

Karena masih terbata-bata dalam membaca, untuk menghabiskan sepuluh halaman Pangeran membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit.

“Hore … habis mi saya baca,” teriak Pangeran sambil kegirangan.

Terlihat wajah yang penuh kebahagiaan setelah Pangeran menyelesaikan satu buah buku bacaan yang kubawa.

“Mas, ambil ma lagi buku ta na, mau ka lagi membaca,”

“Iye, Dik, ambil maki di motor.”

Setelah mendapatkan buku, Pangeran kembali kesampingku untuk lanjut membaca. Semangat yang luar biasa.

“Hari terakhir ma itu di kampung ta, Dik!”

“Kenapa iya, Mas?” tanya Pangeran dan kawan-kawannya.

“Mau ka lanjut perjalananku, Dik.”

“Mau ki kemana lagi, Mas?”

“Mauka ke Desa Garassikang.”

“Jadi kapan lagi baru ke siniki, Mas?”

“Mungkin empat atau lima bulan pi, Dik.”

“Lamanya Mas, padahal mau ki membaca tiap hari na!” jawabnya dengan wajah cemberut.

“Doakan ma saja Dik, semoga perjalananku cepat selesai, jadi bisa ka cepat kesini lagi.”

“Iye, Mas, membaca maka paeng banyak-banyak de, Karena lama pi lagi baru datangki.”

“Iye, membaca memang maki banyak-banyak, Dik!”

Mereka kembali lanjut membaca dengan penuh semangat setelah mendengar pertemuan berikutnya masih lama. Bahkan waktu tak terasa sudah memasuki pukul setengah tujuh malam. Semoga ada perpustakaan menetap di sini agar anak-anak bisa membaca tiap hari.

Exit mobile version