MOJOK.CO – Kalau tiap hamba diwajibkan Tuhan harus berhasil dalam tiap ikhtiar, neraka bisa penuh sebab orang gagal lebih banyak dari yang berhasil.
Mas Is merasa kecewa dengan usahanya yang sedang mulai mengalami masa surut di masa pandemi ini. Padahal ikhtiar dengan segala macam cara sudah dia usahakan, tapi hasil yang didapat tak seperti yang diharapkan. Merasa frustasi Mas Is pun sowan ke Gus Mut.
“Ini bukan mau ngutang kan?” tanya Gus Mut nyentil bertanya setelah Mas Is menceritakan usahanya yang mau menuju kebangkrutan.
“Lho, bukan Gus. Ini saya bukan mau ngutang. Saya cuma mau sowan. Ini saya udah ikhtiar dan doa berkali-kali lipat, kok saya tetep gagal. Bingung rasanya, Gus. Udah hampir putus asa saya,” kata Mas Is.
“Waduh, ya jangan putus asa, Mas Is. Gagal itu biasa. Manusiawi,” kata Gus Mut sambil menyodorkan teh panas ke Mas Is.
“Iya, tapi gagal karena sudah ikhtiar sekuat tenaga itu rasanya kayak dikhianati proses,” kata Mas Is.
“Paling tidak, Allah sudah melihat ikhtiar kamu. Itu poin yang bagus, Mas Is, kamu tidak menyerah di masa sulit ini. Pertahankan saja itu,” kata Gus Mut.
“Apa mungkin karena Allah tidak ingin saya sukses ya?” tanya Mas Is.
“Husss! Ngawur kamu, Mas Is. Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya lho. Jangan suudzon terhadap Allah. Hati-hati,” kata Gus Mut.
“Ya kalau lihat kondisi saya yang sudah ikhtiar jungkir balik begini, saya rasa wajar sih, Gus, kalau orang sudah sampai tahap frustasi,” kata Mas Is.
Gus Mut menyadari kesulitan Mas Is. Ini bukan sesuatu yang mudah untuk seseorang yang berada di jurang kebangkrutan setelah ikhtiar berkali-kali.
“Tetep tenang, Mas Is. Allah itu selalu menilai ikhtiar hamba-Nya, bukan hasil dari ikhtiar hamba-Nya,” kata Gus Mut.
“Ma, maksudnya, Gus?” tanya Mas Is.
“Iya, Allah itu mewajibkan ikhtiar, tapi tidak mewajibkan kita harus berhasil,” kata Gus Mut lagi.
“Loh? Kok gitu?” Mas Is terheran-heran.
“Ya iya dong, Mas Is. Kalau semua hamba diwajibkan harus berhasil dalam setiap ikhtiarnya, bakal ada berapa banyak muslim yang masuk neraka?” kata Gus Mut.
Mas Is bingung.
“Maksud saya begini. Coba deh Mas Is lacak lagi. Bahkan ikhtiar-ikhtiarnya dari cerita-cerita Nabi saja, banyak juga kegagalannya. Dari Nabi Nuh yang gagal meyakinkan anaknya agar beriman atau Nabi Musa yang gagal membuat ayah angkatnya, Firaun, beriman. Itu semua tidak masalah di mata Allah, karena Allah itu menilai ikhtiar, bukan hasil,” kata Gus Mut.
“Tapi kan tetap saja, Gus. Ikhtiar tanpa hasil yang sesuai itu sesuatu yang meresahkan,” kata Mas Is lagi.
“Memangnya usahamu yang kemarin, sebelum pandemi itu, beneran sukses 100 persen karena ikhtiarmu saja?” tanya Gus Mut.
“Hah? Ya iyalah, Gus. Kalau saya nggak ngambil peluang itu kan ya nggak bakal ada usaha saya,” kata Mas Is.
“Yakin?” tanya Gus Mut lagi.
Mas Is mikir-mikir lagi sejenak.
“Ya kalau bapak sampean, Kiai Kholil, nggak modalin banyak di awal-awal sih ya nggak jalan usaha saya, Gus,” kata Mas Is sambil garuk-garuk kepala.
“Padahal itu sesuatu yang di luar ikhtiarmu kan? Wong kamu nggak pernah minta Bapak modalin usahamu kan?” tanya Gus Mut.
Mas Is terdiam sejenak.
“Emang artinya apa, Gus?”
“Ya itu artinya, hasil ikhtiar kita itu hanya satu elemen saja dari sebuah keberhasilan. Itu bukan satu-satunya penyebab kita sukses. Makanya, Allah tidak pernah mewajibkan untuk berhasil dalam suatu urusan,” kata Gus Mut.
Mas Is merenung.
“Kayak kita diwajibkan untuk menuntut ilmu misalnya, pernahkah kamu terpikir Mas Is, kan bisa aja Allah mewajibkan kita untuk pintar? Tapi kan bukan begitu perintah-Nya. Kita cuma disuruh belajar, tapi tidak diwajibkan untuk jenius atau sampai bisa menemukan sesuatu. Yang diharapkan dari hamba-Nya adalah berusaha sebaik-baiknya, bukan hasil sebaik-baiknya,” kata Gus Mut.
“Iya, Gus. Seperti saya ini. Sudah berusaha sebaik-baiknya, tapi nggak dapat hasil sebaik itu,” kata Gus Mut.
Gus Mut tersenyum.
“Setidaknya, kita bisa geser ‘keberhasilan’ itu pada poin yang berbeda, Mas Is. Dengan hasil yang tidak baik ini, sampean kan selama ini saya lihat jadi lebih rajin ibadah, rajin ngaji, lebih khusyuk juga kalau salat. Itu keberhasilan juga kan?” kata Gus Mut.
Kali ini, gantian Mas Is yang tersenyum.
“Ya tapi kalau berhasilnya di urusan duniawi juga kan lebih manteb, Gus,” kelakar Mas Is.
“Howalah, Mas Is, Mas Is. Oke sih, nggak suudzon ke Gusti Allah, tapi ya jangan kemaruk juga lah,” canda Gus Mut yang diselengi tawa Mas Is.
BACA JUGA Apakah Surga Hanya untuk Orang Islam Saja? atau cerita-cerita Gus Mut lainnya.