Kalau Catur Haram, Memang Kenapa?

MOJOK.COCatur haram. Demikian informasi yang diketahui Fanshuri. Karena tahu betul Gus Mut suka banget main catur, Fanshuri coba mancing-mancing.

“Gus, sudah tahu kabar terbaru belum nih?” tanya Fanshuri.

“Kabar apa? Memang lagi ada apa?” tanya Gus Mut masih memerhatikan papan catur. Posisi “pion raja” Gus Mut agak terjepit dengan posisi poin-poin Fanshuri, jadi wajar kalau Gus Mut tak begitu memperhatikan omongan Fanshuri.

“Ada ustaz kondang Indonesia bilang kalau catur haram,” kata Fanshuri semangat.

Fanshuri sedikit berharap Gus Mut akan terpancing emosinya. Maklum, Fanshuri tahu betul kalau Gus Mut sangat suka main catur. Tentu bakal seru kalau Gus Mut tahu ada ustaz terkenal mengharamkan permainan yang disukainya.

“Oh,” kata Gus Mut biasa saja.

Melihat respons Gus Mut biasa saja, Fanshuri heran.

“Gus?” tanya Fanshuri lagi.

“Iya, sebentar,” kata Gus Mut mulai sebal karena Fanshuri mengganggu konsentrasinya main catur.

“Gus Mut nggak marah ada orang yang bilang catur haram?” kata Fanshuri lagi memastikan.

“Kenapa harus marah?” tanya Gus Mut balik.

“Lah? Kan ini ustaz sama saja mengharamkan hobi panjengan, Gus. Malah aneh kalau Gus Mut nggak marah,” kata Fanshuri lagi.

Gus Mut terkekeh.

“Kamu itu jadi umat nggak usah kagetan begitu. Baru denger catur haram saja sudah geger kayak mau perang saja,” kata Gus Mut sambil menjalankan pion caturnya.

“Lah, lah. Sebentar, sebentar, berarti Gus Mut setuju dengan pendapat ustaz ini kalau catur haram?” tanya Fanshuri.

Gus Mut kembali terkekeh. Kali ini sambil geleng-geleng kepala.

“Yang bilang setuju siapa? Aku cuma bilang, kalau memang ustaz ini berpendapat catur haram, ya suka-suka dia lah. Aku hormati bentuk kehati-hatiannya,” kata Gus Mut tak mau ambil pusing.

Fanshuri agak bingung.

“Saya kok jadi bingung sendiri. Saya pikir Gus Mut bakal menentang habis pendapat ustaz ini. Ternyata Gus Mut biasa saja,” kata Fanshuri.

“Lah, ya kita memang harus biasa saja. Kamu itu baru dengar catur haram saja sudah geger. Kalau kamu dengar pakai peci putih haram, wah kamu sudah uring-uringan pasti,” kata Gus Mut.

“Peci putih haram? Hukum apaan itu?” tanya Fanshuri.

“Loh jangan salah. Di Rembang, pondoknya Al-Mukarom Mbah Moen, santri-santrinya yang belum haji dilarang pakai peci putih. Bahkan sampai diharamkan segala. Itu kalau orang-orang kayak kamu yang denger dan tak memahami konteks sosial sejarahnya, ya sudah pasti uring-uringan ” kata Gus Mut.

“Memang apa alasannya peci putih haram buat santri beliau yang belum haji, Gus?” tanya Fanshuri.

“Menurut Mbah Moen, orang desa di daerahnya itu kalau mau berangkat haji harus menabung bertahun-tahun, bahkan sampai jual sawah. Perlu perjuangan keras dan panjang. Lalu ketika perjuangan itu terbayar lunas, peci putih adalah simbol penghormatan sosial. Sekarang kalau ada santri, yang belum haji, lalu dengan petentang-petenteng keluar masuk daerah itu pakai peci putih harga 5 ribu perak, apa iya itu tidak bikin sakit hati orang-orang yang sudah berjuang keras biar bisa berangkat haji, Fan? Jadi konteks haram di sini adalah bentuk menghormati orang-orang kampung yang sudah berangkat haji,” kata Gus Mut.

Fanshuri manggut-manggut.

“Itu bentuk ijtihad dari ulama. Sama seperti ketika ustaz tersebut bilang catur haram. Bisa jadi kalau melihat mazhab Hanafi yang mengharamkan dadu dan catur, ya itu tidak salah,” kata Gus Mut.

“Jadi ada baiknya catur itu nggak usah dimainkan ya, Gus?” tanya Fanshuri.

“Bukan begitu, kamu harus lihat konteks sosial dan sejarah kenapa muncul ijtihad ulama tersebut juga. Jadi meski tahu ini haram, itu halal, tapi bisa juga pemahaman ini memunculkan bentuk ijtihad baru. Soalnya catur itu nggak pernah dikenal pada era kenabian. Catur itu dikenali pada era penyebaran agama Islam. Dimulai dari zamannya Umar bin Khattab tuh. Catur dikenal setelah umat muslim sampai menaklukkan Persia. Sedangkan orang Persia tahu catur dari India. Dan memang pada era Imam Hanafi, catur dan dadu sering digunakan untuk perjudian dan hal-hal buruk lainnya. Wajar kemudian kalau muncul hukum bahwa catur haram,” kata Gus Mut.

“Oh, karena baru muncul bertahun-tahun setelah era kenabian, makanya hukum catur ini beda-beda antar ulama ya, Gus?” tanya Fanshuri.

“Betul. Imam Nawawi bilang catur makruh. Sedangkan Imam Malik dan Imam Syafi’i tidak sampai mengharamkan catur,” kata Gus Mut.

“Kalau dibilang karena catur itu bisa melalaikan salat dan bisa memicu untuk judi gimana, Gus?” tanya Fanshuri.

“Ya tak usah main catur, Fan. Kamu ngobrol sama temanmu sampai kamu lupa sama waktu salat ya itu juga haram. Bukan pada caturnya yang bikin permainan ini haram, tapi karena permainan ini kan membutuhkan konsentrasi tinggi, jadi dikhawatirkan bakal membuat seorang hamba lupa sama Tuhan. Apalagi pada era ulama-ulama itu, ketika hukum catur haram muncul, perilaku pemain catur memang suka gitu. Suka lalai sama kewajibannya sebagai muslim. Apalagi sampai dibikin judi. Jadi secara konteks sosial saat itu memang sudah pas,” kata Gus Mut.

“Lah kalau sekarang gimana? Situasi sosial sekarang kan catur di masyarakat kita kan nggak pernah dipakai buat judi. Saya nggak pernah lihat itu Pak RT sama Mas Is main catur sambil taruhan duit?” tanya Fanshuri.

“Ya nggak usah bingung, kan ada mazhab dan ulama yang tidak mengharamkan catur? Dan secara kebetulan pula kita memakai mazhab itu dalam ibadah kita sehari-hari,” kata Gus Mut.

“Mazhab Syafi’i, maksudnya?” tanya Fanshuri.

“Iya,” kata Gus Mut.

“Kamu itu juga aneh,” kata Gus Mut lagi, “Sudah tahu kita ini pakai mazhab Syafi’i, kenapa geger waktu dengar ada seorang ustaz menjelaskan soal hukum main catur dari mazhab Hanafi? Ya kalau di sana haram ya monggo. Ngapain orang-orang kayak kamu sok-sok mau ngebela para pemain catur segala? Lha wong pemain catur di Indonesia itu—insya Allah—Syafi’iyah semua kok,” kata Gus Mut santai.

Fanshuri cuma cengengesan.

“Eh, ngomong-ngomong, kamu kapan ini jalannya? Lama amat sih, Fan?” kata Gus Mut menunggu langkah catur Fanshuri berikut.

“Lha, Gus Mut sih, ngajak ngobrol ngalor-ngidul…,” kata Fanshuri sampai lupa tadi mau jalan poin apa.

BACA JUGA Permainan Catur yang Diharamkan Ustaz Abdul Somad atau tulisan rubrik KHOTBAH lainnya.

Exit mobile version