MOJOK.CO – Kenapa goblok itu maksiat? Soalnya turunannya bisa jadi fitnah. Nggak dapat informasi yang cukup tapi kebelet sebar-sebar prasangka.
“Gus, apa sebaiknya nggak ditebang aja?” tanya Mas Is.
Baru saja Mas Is memberitahu bahwa ada geger-geger di kantor kelurahan. Ketika sedang kerja bakti untuk membersihkan kebun di belakang musola kelurahan Mas Is menemukan ada Pohon Cemara yang tumbuh. Tak terlalu tinggi, tapi sangat jelas itu Pohon Cemara.
“Ngapain ditebang segala?” tanya balik Gus Mut.
“Lha kan itu tepat di belakang musola? Itu kan pohon Kristen. Kalau orang salat di sana bisa bahaya, Gus. Kita jadi nyembah pohon Kristen,” kata Mas Is berapi-api.
“Yang ngira gitu siapa?” tanya Gus Mut.
“Ya banyak toh, Gus. Kan jalur kiblatnya jelas. Di belakang tempat imam langsung itu, Gus, pohonnya. Itu artinya, arah menuju kiblat ke Kakbah ketutupan sama pohon Kristen itu,” kata Mas Is lagi.
Gus Mut terkekeh mendengarnya.
“Jadi kalau misalnya yang tumbuh di belakang tempat imam itu pohon rambutan, kamu jadi nggak ingin nebang pohonnya?” tanya Gus Mut.
“Ya, beda dong, Gus. Rambutan kan ada buahnya,” kata Mas Is.
“Emang, agamanya pohon itu ditentukan dari ada buahnya atau tidak? Sejak kapan Pohon Cemara dianggap kamu Kristen dan pohon Rambutan lebih islami, jadi nggak perlu ditebang?” tanya Gus Mut.
“Lah kan ya jelas to, Gus. Pohon Cemara kan dipakai untuk perayaan Natal. Itu kan pohon khas agama Kristen,” kata Mas Is.
Gus Mut lagi-lagi ingin tertawa. Tapi dia tahan, takut menyinggung perasaan Mas Is.
“Emangnya kenapa kalau ada pohon Kristen di belakang musala? Salat kita jadi nggak sah gitu?” tanya Gus Mut lagi.
“Ya, bisa jadi. Kan kita jadi nggak konsen, Gus. Wah, arah kiblat kita udah ketutupan sama pohon Kristen. Jadi nggak sah dong salatnya,” kata Mas Is.
“Sejak kapan syarat sah salat itu disebut harus nggak ada pohon Cemara di hadapannya. Lha kalau gitu logikanya, kamu salat di hadapanmu ada kulkas ya kamu bisa dianggap nyembah kulkas dong,” kata Gus Mut lagi.
“Ta, tapi, Gus. Ini kan pohon Kristen,” kata Mas Is masih kukuh.
“Tahu darimana kamu pohon agamanya apa? Yang menafsirkan itu pohon Kristen siapa? Sampeyan sendiri to? Hanya karena dipakai untuk perayaan Natal saja,” kata Gus Mut.
“Ya kalaupun itu bukan pohon Kristen, itu pohon kan biasa dipakai untuk umat Kristen. Padahal kan menyerupai suatu kaum itu bahaya, Gus,” kata Mas Is.
“Lha kalau gitu, berarti lampu kelap-kelip yang kita pasang di plang masjid itu harus kita bongkar, Mas Is,” kata Gus Mut.
“Lho, kok gitu? Emang kenapa?”
“Lha kan lampu kelap-kelip juga biasa dipasang untuk menghias Pohon Cemara buat natalan, lha itu kan lampu Kristen juga,” kata Gus Mut.
Mas Is langsung berubah air mukanya. Dari yang tadinya grusa-grusu, berubah jadi cengengesan sendiri.
“Hehe, tapi yang jelas, pohon itu memang harus ditebang, Gus, soalnya daunnya sering berguguran di belakang musala dan bikin kotor,” kata Mas Is.
“Kalau alasannya itu, ya silakan saja. Tapi kalau alasannya hanya semata-mata karena Mas Is menuduh itu pohon Kristen, wah itu aku nggak setuju. Lha wong, saat Nabi Isa yang dipercaya sebagai Yesus sama umat Kristiani saja nggak pernah pakai Pohon Cemara dalam dakwahnya. Itu kan budaya orang Eropa aja. Kayak kita Lebaran pakai ketupat aja, nggak terus kemudian ketupat jadi makanan Islami,” kata Gus Mut.
“Wah, ternyata saya segoblok ini ya, Gus. Sampai mau buru-buru koar-koar ke warga kampung untuk nebang pohon Kris, eh, pohon Cemara di belakang musala kantor Kelurahan,” kata Mas Is tertawa.
“Ya itulah, Mas Is. Harus hati-hati. Sampeyan tapi bagus masih tanya-tanya dulu. Soalnya sikap goblok, bodoh, bebal itu termasuk kemaksiatan juga lho. Terima fakta dan dalil mentah-mentah, nggak diproses dulu. Bisa bahaya,” kata Gus Mut.
“Ah, Gus Mut bisa aja, masa iya goblok termasuk kemaksiatan sih, Gus? Lha kalau emang nggak tahu kan nggak apa-apa?” tanya Mas Is.
“Kalau merasa nggak tahu itu nggak apa-apa. Goblok di sini kan orang yang sebenarnya nggak tahu apa-apa tapi merasa tahu. Orang model begini ini yang berbahaya. Lha di luar sana masih ada aja orang yang nggak mau mempelajari sejarah Pohon Cemara jadi tradisi perayaan umat Kristen, terus main tuduh-tuduh aja. Nggak paham sama yang dituduh, tapi sebar prasangka buruk, itu kan ambyar. Allah sendiri berfirman, sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat buat orang-orang yang melakukan kejahatan lantaran kebodohan,” kata Gus Mut.
“Berarti saya nggak termasuk maksiat dong, Gus? Kan saya belum berbuat jahat?” tanya Mas Is membela diri.
“Insya Allah sih nggak. Tapi kalau sampeyan udah koar-koar ke warga, provokasi misalnya, lalu bikin tuduhan macam-macam. Lha kan jadinya fitnah. Orang nyebar fitnah itu didasari karena nggak tahu informasi yang sebenarnya, tapi kepingin eksis. Lalu bikin-bikin prasangka. Bikin sikap permusuhan sama saudara sendiri, jadinya pecah, perang, ribut antar sesama. Itulah kenapa goblok itu juga jadi sumbernya maksiat, soalnya turunannya bisa jadi fitnah. Nggak perlu sampai zina, goblok aja itu udah maksiat, Mas Is,” kata Gus Mut.
“Lha makanya itu saya tanya panjenengan, Gus. Karena saya merasa nggak begitu tahu, makanya tanya,” kata Mas Is.
“Yang bahaya itu nggak cukup pada sikap gobloknya aja, tapi sikap sombongnya juga. Soalnya sikap sombong itu bikin orang malas untuk bertanya, jadi bikin orang malas untuk cari ilmu baru, bikin orang jadi nggak mau mempelajari apa yang dianggapnya musuh. Jadi ilmunya nggak nambah-nambah, lalu jadi serba takut sama sekitarnya. Siapa-siapa dimusuhi, dijauhi. Padahal kita ini beragama Islam untuk nyebarin rahmat, ini malah dimakan-makan sendiri, takut-takut sendiri,” kata Gus Mut.
“Dan kamu tahu dari siapa kita bisa mendapat contoh bahwa sikap sombong dan goblok itu jadi kolaborasi sempurna untuk maksiat?”
“Dari siapa, Gus?”
“Ya Iblis dong. Disuruh bersujud ke hadapan Nabi Adam sama Gusti Allah kok nolak. Merasa dirinya lebih baik daripada Nabi Adam lagi,” kata Gus Mut.
“Ya itu mah cuma sikap sombong, Gus. Nggak ada goblok-gobloknya itu,” kata Mas Is.
“Ya goblok bangetlah itu, Mas Is,” kata Gus Mut.
“Lho kok bisa?”
“Ya iyalah, Iblis itu tahu secara langsung Gusti Allah itu Sang Pencipta. Tahu secara langsung lho. Gitu kok nentang, langsung di hadapan-Nya lagi. Itu kalau nggak goblok apa namanya, Mas Is?”