Zakat Lewat Dompet Duafa Bagus, Lewat MUI juga Bagus, Yang Nggak Bagus yang Nggak Zakat

KPAI

KPAI

Karena kejadian soal Dompet Duafa, berkembang hal yang tidak produktif lagi. Yuk, kita berbagi soal zakat biar adem.

Menurut saya, membayar zakat lewat mana saja bagus. Lembaga yang bisa menyalurkannya sudah diverifikasi oleh pemerintah dan MUI. Atau kalau mau dibagikan sendiri juga bagus.

Tapi di angka tertentu, membayar zakat itu memang sulit. Utamanya zakat mal. Karena tertujunya jelas disebut di Al-Quran.

Coba bayangkan bila Anda punya uang 2 miliar yang sudah haul. Itu artinya wajib mengeluarkan zakat: 100 juta rupiah. Kalau 10 miliar berarti wajib mengeluarkan uang 500 juta rupiah. Jika Anda sekaya itu, mungkin perlu tenaga ekstra, bahkan tim khusus untuk mencari fakir dan miskin di sekitar Anda.

Sebab ada khilaf para ulama misalnya boleh nggak zakat mal untuk masjid atau ponpes; untuk orang tua; bahkan untuk anak yatim. Saya sendiri harus belajar dan butuh waktu lama menentukan pilihan dari sekian banyak argumentasi para ulama. Plus konsultasi langsung.

Sebab saya tidak ingin ada harta orang lain di harta saya. Terlebih zakat mal wajib sifatnya. Aturannya juga jelas. Hanya di beberapa poin di atas, ada khilaf di antara para ulama.

Bayar zakat itu baik. Lewat lembaga mana saja. Yang tidak baik adalah jika kita tidak membayarkannya sementara sudah nisab dan haul. Itu artinya kita memakan hak orang lain. Bahasa lainnya: kita korup. Korup kepada Tuhan.

Godaannya jelas. Kalau punya uang 50 juta: ah, cuma 1,25 rupiah.

Kalau 100 juta: ah, masih hanya mengeluarkan 2,5 juta.

Begitu sudah 1 miliar, wah kok harus bayar 50 juta ya? Kan bisa untuk depe mobil, beli X-max, dan lain sebagainya.

Terus biasanya mulai ada godaan untuk mencampurkan antara zakat mal dengan sedekah. Sedekahnya dihitung sebagai bagian dari zakat mal. Celaka.

Soal zakat, sungguh banyak sekali godaannya. Tapi kalau tergoda seperti itu, ingat saja bahwa ini perintah Tuhan. Wajib. Ancamannya berat.

Atau godaan lain: umat muslim dipajakin sebagai warga negara, masih juga diwajibkan zakat mal.

Pokoknya makin pintar kita, makin kuat godaan untuk akal-akalan. Saya yakin banyak teman-teman yang mengalami hal ini. Tapi kita harus tetap kuat dan saling menguatkan.

Ada satu hal yang sering dijadikan contoh. Jika seseorang punya kambing 40 ekor, sudah haul (batas waktu), dan sudah nisab (ambang batas jumlah), maka harus mengeluarkan seekor kambing. Sehari sebelum haul, orang itu menjual kambingnya agar tidak kenal haul dan nisab. Ini yang disebut akal-akalan.

Dan nanti Tuhan akan mencandai dengan meminta malaikat memasukkan orang itu ke dalam karung, lalu dilempar ke neraka. Waktu orang itu bertanya, “Hei Malaikat, kok saya dilempar ke neraka?”

“Nggak kok. Aku hanya melempar karung ke neraka…”

Hehe…

Itu saja sih, upaya berbagi. Saya orang yang sangat percaya, jika umat muslim di Indonesia membayar zakat dengan baik, maka akan punya potensi ikut menyejahterakan masyarakat. Salam hangat. Damai selalu.

Exit mobile version