MOJOK.CO – Dulu, Jalan Lempuyangan Jogja menjadi alternatif pengendara dari utara menuju selatan. Kini, jalan sempit itu kerap “menjebak” pengendara yang tidak waspada.
Menjelang perayaan tahun baru, biasanya kita akan menemukan informasi beberapa jalan atau titik di Jogja yang sebaiknya dihindari. Nama-nama jalan yang sudah sehari-harinya padat ada di sana. Misalnya, 4 ruas jalan yang menjepit Tugu Jogja. Mereka adalah Jalan Jendral Sudirman, Jalan P Mangkubumi, Jalan AM Sangaji, dan Jalan Diponegoro.
Yah, maklum, di 4 ruas jalan tersebut akan menjadi pusat keramaian menjelang pergantian tahun. Selain 4 ruas jalan di atas, ada juga beberapa nama jalan yang sudah akrab di telinga orang Jogja. Misalnya, Jalan Yos Sudarso (Stadion Kridosono), Jalan Abu Bakar Ali (Kotabaru), dan Jalan Suroto (ke utara, mengarah ke UGM).
Nah, untuk memperbaharui informasi tentang kemacetan di Jogja untuk pembaca, izinkan saya menambahkan satu nama jalan lagi. Ruas jalan yang saya maksud ini sebenarnya, dulu tapi ya, adalah jalan alternatif. Sebuah jalur yang memotong jalan lain supaya perjalanan lebih cepat dan tidak memutar jauh. Jalan yang saya maksud adalah Jalan Lempuyangan dari arah Jalan Yos Sudarso ke selatan.
Jalan Lempuyangan Jogja
Sekali lagi, di sini saya harus menegaskan bahwa Jalan Lempuyangan yang saya maksud bukan ruas jalan di depan Stasiun Lempuyangan. Iya, nama jalan di depan stasiun memang sama. Namun, baik arah, tujuan, dan keramaian yang terjadi sangat berbeda.
Secara lebih rinci, Jalan Lempuyangan yang saya maksud merupakan potongan dari Jalan Yos Sudarso. Jalan ini menjadi alternatif bagi kamu yang berkendara dari arah utara (UGM dan Kotabaru, misalnya) dan hendak menuju ke arah selatan Kota Jogja. Jadi, kamu bisa masuk dari sisi selatan Stadion Kridosono, mengikuti jalanan yang berkelok membentuk huruf “S”, belok kiri, lalu belok kanan menuju Jalan Hayam Wuruk.
Dulu, saat saya masih kecil, Jalan Lempuyangan Jogja ini sangat sepi. Maklum, di sekitar jalanan ini hanya ada gudang kereta api. Yah, saat itu, kepadatan lalu-lintas Jogja juga belum menyebalkan seperti sekarang. Makanya, banyak yang memanfaatkan jalan alternatif ini untuk menuju, misalnya, Stasiun dan Pasar Lempuyangan.
Selain itu, kalau jalan dari UGM, hendak menuju Malioboro, lebih enak lewat jalan ini. Ada semacam shortcut di dalam shortcut. Tapi itu lain kali saja saya jelaskan. Intinya, Jalan Lempuyangan Jogja adalah alternatif yang (dulu) menyenangkan.
Baca halaman selanjutnya: Lebih baik hindari jalan ini karena bisa “menjebak”.
Jalan yang ajaib
Jalan Lempuyangan Jogja yang ada di tulisan ini sebenarnya pendek saya. Mungkin tidak sampai 2 kilometer, tapi “ajaib”. Nah, ruas jalannya pendek, kecil, dan berliku ini yang membuatnya bisa menjadi sumber kekesalan. Pasalnya, kemacetan di sini kadang tidak bisa diprediksi.
Tidak bisa diprediksi karena berapa banyak dari kita yang hafal jadwal kereta api melintas di Stasiun Lempuyangan ke arah barat? Iya, palang kereta di sini bisa bikin naik darah. Saya akan mencoba membuat simulasi pendek. Semoga penjelasan saya tidak membingungkan.
Jadi, saya mengendarai mobil dari arah Stadion Kridosono. Ketika hampir sampai di pertigaan ke arah Jalan Lempuyangan Jogja, saya memelankan kendaraan. Saya memelankan kendaraan supaya bisa “mengintip” dulu, apakah jalan alternatif itu sudah padat kendaraan atau belum. Nah, kebetulan, saya melihat di jalan masuk itu kendaraan terlihat lengang.
Dengan sangat percaya diri saya belok kiri dan masuk Jalan Lempuyangan Jogja. Ingat ya, jalan alternatif ini berkelok membentuk huruf “S”. Jadi, dari arah Kridosono, kamu tidak bisa melihat kondisi jalan setelah kelokan pertama. Dan ternyata, setelah kelokan pertama, ternyata terjadi kemacetan. Ada kereta api yang hendak melintas.
Kebiasaan pengendara sepeda motor
Nah, karena sudah kadung “terjebak” kemacetan di Jalan Lempuyangan Jogja, saya hanya bisa pasrah. Di sini, biasanya, kesabaran pengendara mobil akan diuji. Ingat lagi kalau lebar jalan alternatif ini mungkin cuma 5 meter. Ketika palang kereta sudah turun, pengendara motor akan memenuhi jalur kanan, untuk bisa mengentre paling depan.
Iya, seperti kebiasaan ketika kena palang kereta. Pengendara motor tidak akan menunggu di jalurnya dengan sabar. Ada saja yang akan bergerak ke jalur kanan, supaya bisa antre paling depan. Padahal, aksi tersebut sudah pasti akan bikin macet. Itulah yang terjadi di Jalan Lempuyangan Jogja yang sempit.
Apakah ujian di jalan alternatif hanya itu? Ada lagi, mylove. Jadi, kalau dari Jalan Lempuyangan Jogja, kamu bisa menuju Jalan Tukangan. Namun, pengendara motor wajib belok kiri dulu dan putar balik di dekat stasiun.
Apa yang terjadi? Pengendara motor, yang antre paling depan, akan memotong jalur pengendara di depannya supaya bisa masuk Jalan Tukangan. Jadi, sudah sangat padat karena palang kereta, pengendara motor dari arah Kridosono, akan memotong jalur demi masuk Jalan Tukangan. Pelanggaran lalu-lintas ini sudah pasti bikin antrean kendaraan nggak gerak.
Makin jengkel ketika saya sudah sabar menunggu, baru jalan 2 meter, palang kereta turun lagi. Pengin rasanya bisa terbang.
Hindari jalan ini
Kelak, menjelang tahun baru, sebaiknya hindari Jalan Lempuyangan Jogja. Nggak perlu sok keras dengan uji kesabaran masuk jalan ini.
Kemarin, saya berkendara dari arah timur, menuju Kridosono. Begitu sampai pos polisi di dekat Mie Gacoan, saya bisa melihat pantat mobil nggak gerak ketika mau masuk Jalan Lempuyangan Jogja. Sudah kendaraan semakin padat, ada lagi palang kereta turun, plus pengendara motor yang melawan arah. Sudah, komplet itu, menjadi bumbu yang menyebabkan kemacetan paling menyebalkan.
Oleh sebab itu, menjelang momen tahun baru, setiap tahun saya setuju dengan sebuah kalimat yang bunyinya gini: “Cara paling bijak menghabiskan waktu di tahun baru adalah dengan tidur.”
Iya, tidur saja di rumah dan bikin resolusi paling masuk akal untuk dikejar. Jangan sok keras dengan merasakan kemacetan di Jalan Lempuyangan Jogja.
Penulis: Moddie Alvianto W.
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kasta Miskin Stasiun Lempuyangan Jogja yang Sudah Lebur dan Nggak Lagi Kalah dari Stasiun Tugu Jogja dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.