Jadi Lokasi TPS Pemilu, Rumahku lebih KPU dari Kantor KPU - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Esai

Jadi Lokasi TPS Pemilu, Rumahku lebih KPU dari Kantor KPU

Margana Wiratma oleh Margana Wiratma
22 April 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Siapa yang tidak ketar-ketir ketika rumah sudah dipilih untuk jadi lokasi TPS, tapi muncul kabar heboh akan terjadi bentrok pada saat coblosan?

Setiap kali ada Pemilu, tensi saya pasti naik. Padahal, sehari-hari saya termasuk jenis ampibi. Tekanan darah selalu rendah. Kadang 90/60 atau lebih rendah lagi. Kalau naik ke kisaran 120/70. Dokter bilang itu normal untuk usia kepala enam di ambang tujuh.

Apa karena pilihan? Ah, enggak juga. Bagi saya, yang penting dalam Pemilu adalah menjadi pemilih yang cerdas. Artinya, pilihan sudah jelas. Tak perlu dipikirkan, apalagi tanya  ke “dukun politik”.

Yang membuat tensi suka melonjak adalah karena rumah saya selalu dipilih Pak RT jadi tempat pemungutan suara (TPS). Kebetulan, masih ada halaman yang bisa untuk antrean, car port untuk para petugas TPS, dan garasi disulap menjadi tempat pencoblosan.

Jelang tanggal 17 April lalu, tensi saya, menurut versi posyandu lansia di RT saya, menunjukkan 150/90. Ini tergolong tinggi untuk saya. Ah, nggak usah banyak membahas angka tensi, nanti dilempar masuk rubrik Penjaskes Mojok lagi, hehehe.

Kembali ke TPS. Untuk Pemilu yang lalu, Pak RT lagi-lagi minta rumah saya untuk TPS. Dengan berputar-putar saya bilang apakah tak ada tempat lain. Pak RT bilang ada, di halaman masjid. Daripada mencurigation, maka rumah saya selalu menjadi sasaran.

Baca Juga:

partai prima

Menangkan Aduan Partai Prima, Bawaslu Tekankan 5 Poin Ini

21 Maret 2023
syarat nyaleg lampirkan cv dan esai motivasi

Seperti Daftar Beasiswa, Bacaleg Diminta Lampirkan CV dan Esai Motivasi

21 Maret 2023

Saya pun merajuk Pak RT. “Iya, Pak,  tapi keamanan dijamin ya?” kata saya. Pak RT pun menjanjikan; “Seperti sebelum-sebelumnya, ada Polisi dan anggota TNI yang ditugaskan menjaga TPS,” katanya. Selain itu, juga ada keamanan RT yang dijuluki satpam. “Dijamin aman, Pak. Kita akan jaga bersama-sama.”

Yah, saya pesan satu lagi, kalau pasang tenda, jangan lupa mengembalikan genteng yang dilorot untuk memasang tali tenda. Soalnya, pernah tali tenda diikatkan ke kaso di bawah genteng. Selesai hajatan, genteng tak dikembalikan. Akibatnya pas hujan, air menggenang di atas plafon. Untung jatuhnya air ke teras, bukan membanjiri  kamar tidur.

Kembali yang membuat saya waswas adalah keamanan. Apalagi sebelun hari H coblosan, berita keamanan sungguh membuat kebat-kebit. Dalam Pemilu kali ini, menurut saya, paling seru dibandingkan dengan Pemilu atau Pilkada DKI Jakarta sebelumnya yang—juga—digelar di rumah saya.

Siapa yang tidak khawatir dengan keamanan tatkala masing-masing capres bersumbar akan mengerahkan “pasukan” untuk mengawal TPS?

Ada kubu yang memerintahkan emak-emak untuk membuka dapur umum buat mendukung logistik para pengawal. Kubu pesaing juga balik mengeluarkan ancaman,  akan “memutihkan” TPS.

Wah,  wah, kalau sampai dua “pengawal” yang militan itu bertemu, dan terjadi bentrok di rumah saya, apa itu tak membuat jantung dheg.. dheg… plass.. seperti lagunya Koes Plus?

Tambah seru lagi, aparat keamanan baik Polisi ataupun TNI  menyatakan siap mengamankan TPS. Mereka akan bertindak keras terhadap siapa saja yang mengganggu dan mengacau TPS. Berita itu antisipasi aparat keamanan itu membuat saya tambah khawatir akan terjadi sesuatu ti TPS.

Masih ada lagi yang membuat hati saya kecut. Lah, kalau ada ketidakpuasan masyarakat yang jagoannya kalah, bagaimana?

Beberapa Pemilu sebelumnya ada berita pendukung ngamuk, mengobrak-abrik, atau membakar TPS. Lah, kalau kejadian dalam coblosan kali ini bagaimana?

Kericuhan begini sering terjadi dalam sejarah TPS di negeri ini. Soalnya ada pemain politik atau pendukung yang tidak siap kalah dalam kontestasi Pemilu.

Menjelang hari coblosan kemarin, Petugas KPPS sibuk menyiapkan tempat. Pasang tenda, membawa meja dan kursi, dan perlengkapan lainnya. Karena sudah menjadi langganan sebagai TPS beberapa kali pemilu dan pilkada sejak 2014, Pak RT sudah hafal menata layout perlengkapan Pemilu.

Makin malam kegiatan tambah sibuk. Pukul 20.00 datang sebuah mobil dikawal dua polisi. Pak Ketua KPPS dan tim datang membawa empat kotak bertuliskan KPU. Katanya, itu surat suara.

Pak polisi mengatakan segera kembali ke markas KPU yang mangkal di dekat kelurahan untuk mengawal lagi kotak pemilu. Saya pun tanya, siapa nanti yang akan tidur di TPS. Saya akan menyiapkan tikar atau matras alas tidur.

Ternyata pemilu kali tak ada Polisi atau anggota TNI yang stand by menjaga kotak suara dan TPS semalaman. Dua Polisi, katanya, akan berpatroli mengawal 16 TPS di Kelurahan Balekambang, Jakarta Timur.

Saya malam itu tambah waswas kalau ada orang yang main curang membongkar kotak suara dan mencoblos kartu suara seperti diberitakan di media massa dan media sosial.  Saya juga tak membayangkan kalau ada serangan fajar atau salat subuh berjamaah yang katanya dikerahkan segera ke TPS untuk mengantre dan mengawal jalannya TPS.

Beda dengan pemilu atau pilkada yang lalu, sebagai TPS rumah saya dijaga satu anggota TNI, plus beberapa Polisi patroli dari TPS ke TPS. Selain itu ada petugas keamanan RT yang stand by mengawasi keamanan rumah saya.

Sebagai tuan rumah, saya menawari anggota TNI yang bertugas untuk tidur di dalam rumah. Rupanya, sebagai petugas, ia tidak boleh meninggalkan lokasi operasinya. Ia memilih di garasi menjaga kotak suara dan perlengkapan pemilu bersama satpam dan petugas TPS lainnya.

Bersyukur banget ternyata pemilu kali ini tidak seperti yang diperkirakan sebelumnya. Usai salat subuh, tak ada orang yang datang ke rumah saya untuk mengantre. Ketika jarum jam menunjuk angka enam, belum ada calon pemilih yang antre di depan pagar. Bahkan petugas TPS pun belum datang.

Upacara pembukaan, pengambilan sumpah petugas TPS dimulai pukul 7.00. Setelah itu, mereka membuka kotak dan menghitung kartu suara dan mencocokkannya dengan catatan pengantar  di kotak suara. Beberapa orang yang berdiri di belakang saya mulai ngomel setelah antre sampai 8.40. “Sudah setengah jam pendaftaran belum juga dibuka,” katanya.

Lalu orang ini meneruskan analisisnya seperti yang tersiar di media sosial, katanya cara itu sengaja dilakukan petugas TPS untuk mengulur waktu sehingga banyak orang tak kebagian waktu untuk mencoblos sampai dengan pukul 13.00. Ujung-ujungnya, banyak warga tidak bisa mencoblos karena waktunya sudah habis.

TPS di rumah saya ini tercatat memiliki 296 daftar pemilih tetap (DPT). Mereka datang mengalir ke TPS. Tak terjadi penumpukan massa saat mendaftar atau mencoblos. Berita gawat di media massa dan media sosial ternyata tidak terlihat di lapangan. Ya syukurlah.

Pasukan pengawal TPS yang dikerahkan oleh kedua kubu capres, ternyata tak tampak batang hidungnya. Bahkan, saksi dari kedua capres pun tidak ada. Hanya empat orang yang duduk di meja saksi.

Mereka dari PDIP, PAN, PKS, dan Gerindra. Partai-partai lain juga tidak mengirim saksi. Dapur umum yang dibuat emak-emak? Kayaknya tak ada kabarnya. Lha para saksi pada pergi ke warung untuk beli makan.

Waktu enam jam yang dialokasikan untuk 296 DPT terasa pas-pas saja. Tak ada pemilih yang tercecer atau tidak kehabisan waktu mencoblos. Semua  pemilih yang mendaftar dengan lancar kebagian waktu untuk mencoblos.

Bahkan beberapa warga yang tidak tercantum di DPT, bisa mendaftar dengan eKTP untuk mencoblos. Untung ada Pak RT sebagai petugas TPS. Semua pendaftar dengan e-KTP dikenali sebagai warga RT.

Penonton semakin banyak ketika petugas TPS melakukan penghitungan suara capres-cawapres. Mereka sekadar menonton dan kemudian memotret plano perolehan suara. Pendukung capres yang unggul di TPS rumah saya pasti pulang dengan senang. Yang kalah ya pulang juga.

Bahwa di rumah yang menang menurut versi hitung cepat berbeda, ya silahkan protes aja sama pesawat televisinya. Yang penting, kalau toh ada yang kesal karena kalah atau bersorak gembira menggebrak-gebrak meja sudah bukan di rumah saya.

Segala ketegangan mulai mengendor setelah penghitungan suara anggota DPR, DPRD dan DPD. Proses penghitungan yang melelahkan itu nyaris tanpa menonton. Petugas TPS  bekerja keras menghitung hasil suara dari pemilih.

Rumitnya caleg dan partai membuat proses penghitungan bertele-tele. Nama partai, nama caleg, nomor urut caleg, kartu tidak sah, dan lain-lain. Setelah itu mereka masih harus mencocokkan lagi hasil suara di plano dan jumlah kartu yang tercoblos. Akhirnya, mereka bekerja semalaman menemani saya tidur nyenyak semalaman. TPS baru ditutup pukul 4.00 tanpa ribut-tibut.

Pagi-pagi saya kebagian sampah di halaman. Puntung rokok dan gelas minum berceceran di segala penjuru halaman. Itu sih nggak apa-apa. Saya dan semua orang di negeri ini layak melakukan sujud syukur karena Pemilu yang dikhawatirkan heboh itu ternyata berlangsung aman dan nyaman.

Setidaknya yang di rumah saya.

Terakhir diperbarui pada 22 April 2019 oleh

Tags: kpupemiluPolisiTentaraTPS
Margana Wiratma

Margana Wiratma

Wartawan dan dosen Jurusan Marketing Communication, Binus University.

Artikel Terkait

partai prima
Kotak Suara

Menangkan Aduan Partai Prima, Bawaslu Tekankan 5 Poin Ini

21 Maret 2023
syarat nyaleg lampirkan cv dan esai motivasi
Kotak Suara

Seperti Daftar Beasiswa, Bacaleg Diminta Lampirkan CV dan Esai Motivasi

21 Maret 2023
mantan napi korupsi nyaleg
Kotak Suara

Kata KPU, Mantan Napi Korupsi Boleh Nyaleg, Asalkan…

20 Maret 2023
Di Tragedi Kanjuruhan, Angin Memang Jahat, Polisi Pasti Benar MOJOK.CO
Esai

Di Tragedi Kanjuruhan, Angin Memang Jahat, Polisi Pasti Benar

17 Maret 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
arsenal manchester united pecundang mojok.co

Arsenal x Manchester United: Perlombaan Menjadi Pecundang Sejagat Raya

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka MOJOK.CO

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka

15 Maret 2023
Jadi Lokasi TPS Pemilu, Rumahku lebih KPU dari Kantor KPU

Jadi Lokasi TPS Pemilu, Rumahku lebih KPU dari Kantor KPU

22 April 2019
Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Ego di Jalan Raya MOJOK.CO

Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Hawa Nafsu di Jalan Raya

18 Maret 2023
sekolah kedinasan mojok.co

10 Sekolah Kedinasan yang Paling Ramai dan Sepi Peminat

22 Maret 2023
Samsung Galaxy A Series Android Terbaik MOJOK.CO

Samsung Galaxy A Series: Seri Terbaik untuk Kelas Midrange Android

21 Maret 2023
Honda Supra X 125 Tetap Juara di Pelosok Indonesia MOJOK.CO

Honda Supra X 125: Tetap Juara di Pelosok Indonesia

20 Maret 2023
jurusan kedokteran mojok.co

Selektivitas 7 Jurusan Kedokteran Terbaik di Indonesia 

16 Maret 2023

Terbaru

manfaat puasa mojok.co

Pakar UGM: Berpuasa Baik untuk Kesehatan Mental

23 Maret 2023
rohana kudus pahlawan perempuan

Rohana Kudus: Bermula dari ‘Homeschooling’, Jadi Gemar Bikin Sekolah, Lanjut Jadi Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia

23 Maret 2023
Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah. MOJOK.CO

Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah 

23 Maret 2023
universitas brawijaya mojok.co

15 Jurusan yang Sepi Peminat di Universitas Brawijaya, Tingkat Ketetatannya Rendah!

23 Maret 2023
surat pelaku mutilasi mojok.co

Isi Lengkap Surat Pelaku Mutilasi di Sleman Sebelum Tertangkap

23 Maret 2023
massa mengambang jelang pemilu

Jelang Pemilu, Apa itu Massa Mengambang yang Jadi Rebutan Parpol?

22 Maret 2023
Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

22 Maret 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In