Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Indonesia Positif Corona Nih, Ayo Kerja Sama atau Ambyar Sama-sama

Kardono Setyorakhmadi oleh Kardono Setyorakhmadi
3 Maret 2020
A A
Indonesia Positif Corona Nih, Ayo Kerja Sama atau Ambyar Sama-sama

Indonesia Positif Corona Nih, Ayo Kerja Sama atau Ambyar Sama-sama

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Usai pengumuman Jokowi yang mengonfirmasikan dua orang positif corona sebagai kasus pertama di Indonesia. Banyak orang jadi ambyar. Panik luar biasa.

Belakangan ini, saya punya protap baru menjalani rutinitas sehari-hari. Di meja kantor saya tersedia hand sanitizer. Jadi, tiap teman dan tamu yang main ke rumah, saya wajibkan untuk membasuh tangannya dulu dengan hand sanitizer di rumah.

Berlebihan?

Iya juga sih, tapi tidak masalah. Karena dari semua artikel yang saya baca, semuanya merujuk pada hal itu: antisipasi yang terbaik terhadap COVID-19 (atau yang di sini dikenal sebagai corona) adalah tetap sehat dan rajin cuci tangan. Lalu, jarang memegang wajah atau ucek-ucek mata.

Oya, untuk pengetahuan diri sendiri, Gaes. Memakai masker tidak dianjurkan bagi yang sehat. Juga kurang efektif. WHO sendiri yang bilang. Masker untuk yang sakit. Jadi, meski kerap blunder, pernyataan Menkes Terawan bahwa masker bukan untuk yang sehat ternyata benar. Kalau udah kadung bully ya nggak apa-apa deh.

Tentu saja saya tidak sendiri. Usai pengumuman Jokowi yang mengonfirmasikan dua orang positif corona sebagai kasus pertama di Indonesia. Malahan, mungkin banyak yang lebih panik ketimbang saya.

Buktinya, banyak supermarket di Jakarta yang mendadak raknya kosong dibeli masyarakat. Banyak yang menyetok persediaan makanan seolah menghadapi karantina berbulan-bulan.

Apakah mereka lebay? Tentu saja iya, tapi sulit untuk menyalahkan mereka. Toh, tak ada yang bisa menjamin apa yang terjadi ke depannya.

Tidak yakin juga dengan upaya pemerintah. Masalahnya sederhana. Karena kerap bahaya seperti ini baru terasa setelah ancamannya sudah di depan mata. Kita tak tahu penyakit baru sebelum ia akhirnya sudah menjadi epidemi.

Apalagi, belakangan diketahui, dua orang yang positif corona ternyata pernah berada di dua klab malam di Jakarta. Di situ pula, kemungkinan terpaparnya. Nah lho, ada berapa ratus orang yang bersama mereka malam itu?

Sebenarnya, belakangan ini, saya lagi senewen-senewennya dengan pemerintah. Setelah Pemerintah Cina memberitahu WHO, yang kemudian menetapkannya sebagai epidemi global, langkah-langkah pemerintah kita malah santai banget kayak lagi di pantai.

Malah, dalam rapat terbatas kabinet pekan lalu, Jokowi minta ke semua jajarannya untuk, “memaksimalkan kegiatan konferensi dalam negeri, MICE (meeting, incentive, convention, dan exhibition) serta tingkatkan promosi untuk menyasar ceruk pasar wisman yang mencari alternatif destinasi wisata karena batal mengunjungi RRT, Korea, dan Jepang.”

Pemerintah juga menyiapkan anggaran sekitar Rp500 miliar untuk diskon pesawat, dan mendorong warganya untuk lebih sering bepergian.

Padahal, vaksin untuk penyakit ini tidak bisa diproduksi massal dengan cepat. Prosedur pembuatan obat sangat ketat dan rumit, jika tak ingin ada ekses buruk. Dari artikel yang saya baca, paling cepat satu sampai setengah tahun vaksin corona ini bisa diproduksi massal dengan aman.

Iklan

Jika ini dilakukan tanpa ada bayangan corona, ini mungkin bisa dipahami. Tapi, ini dilakukan ketika banyak negara meragukan klaim Indonesia bebas dari virus yang belum adanya tersebut.

Secara statistik saja hampir mustahil Indonesia bebas penyakit tersebut. Ada lebih dari 1,2 juta turis Cina yang datang plesiran ke sini. Ingat, sebenarnya kasus infeksi pertama di Wuhan itu terjadi sekitar 2017, dan baru meledak dua tahun kemudian. Belum bicara Indonesia bertetangga dengan negara-negara yang semuanya terpapar.

Apalagi, saya tak menemukan apa pun kekhususan Indonesia yang membuatnya bisa kebal dari virus tersebut. Seperti misalnya, DNA orang Indonesia memang berbeda dengan manusia lainnya di Bumi. Atau kebiasaan orang Indonesia yang berbeda dengan lainnya. Atau bahkan, sistem kesehatan yang ketat, mumpuni, dan nomor satu di dunia, misalnya.

Dan yang paling menyebalkan, ya sikap pemerintah itu. Nyaris tidak ada upaya khusus untuk dealing dengan penyakit ini.

Bahkan, informasi dasar saja, seperti di mana saja alat tes virus ini tersedia, bagaimana prosedur dan berapa biayanya, atau jika menemukan di lingkaran terdekat ada suspect corona apa yang harus diperbuat dan melapor kepada siapa, tidak ada. Baru ketika resmi ada dua orang positif corona di Depok, dibikinlah informasi tersebut. Pancen bangsa yang reaktif.

Pemerintah juga tidak agresif melakukan sampling di sejumlah kawasan untuk melakukan tes tersebut. Bersikap pasif. Hanya mengetes orang-orang yang diduga suspect.

Yang sebelum pengumuman, jumlahnya tak lebih dari seribu orang. Bandingkan dengan total penduduk Indonesia yang 250 juta jiwa. Apalagi, terus kemudian muncul pernyataan aneh-aneh seperti Wapres Ma’ruf Amin yang menyebut Indonesia bebas corona karena “rajin baca doa qunut”.

Maka, pernyataan satire Kang Hasanudin Abdurrahman bahwa “jika doamu bisa buat ngisi baterai HP-mu, maka bolehlah berharap doa itu bisa menghalau corona” jadi sangat relevan.

Tapi, sudahlah, percuma juga sebal kepada pemerintah. Karena, sebal juga tidak berguna untuk mengatasi wabah. Saya tidak akan bicara tentang tips-tips mengantisipasi corona. Semua sudah banyak. Saya akan bicara apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi bersama.

Pertama, buat jaringan informasi dengan lingkungan terdekat. Bisa keluarga, bisa teman kantor, teman kuliah, pokoknya lingkungan terdekat.

Kedua, buat protap bersama di lingkungan tersebut. Sehingga, ketika ada apa-apa (teman ada yang menunjukkan gejala), tahu harus melakukan apa. Seperti melapor kepada siapa, dan membawa ke mana serta prosedurnya juga supaya tak ikut tertular. Juga membuat protap tambahan kehidupan sehari-hari.

Jaga kondisi, rajin cuci tangan, dan jika tidak perlu-perlu banget, jangan sampai berada di kerumunan. Jika harus berada di kerumunan, setidaknya juga sudah siap dengan pengamanan.

Ketiga, saling berbagi dan mendukung dengan lingkungan terdekat tersebut. Yang paling sederhana adalah melawan hoaks atau informasi menyesatkan. Seperti virus ini adalah balatentara Allah, dan sebagainya.

Oke, iman memang penting di saat krisis, tapi jangan menjadi acuan ilmiah untuk menjelaskan soal wabah ini. Sebaiknya, berpegangan pada informasi di media mainstream. Atau dari aparat yang berwenang. Atau jika melihat medsos, pantau akun-akun terpercaya. Seperti di Twitter, Anda bisa follow akun @KawalCOVID19.

Keempat, jangan panik. Saya tahu ini nasihat klasik. Sederhana, tapi selalu yang paling sulit dipraktikkan. Tapi, kepanikan selalu mengakibatkan korban lebih dari yang seharusnya. Yang paling sederhana dan jangan dilakukan dulu adalah panic buying.

Artinya memborong bahan makanan, masker, dan sebagainya. Ingat, bahwa bukan hanya Anda yang memerlukan. Tapi, orang lain juga. Beli secukupnya.

Empat hal tersebut adalah hal-hal yang bisa dilakukan oleh saya, Anda, dan masyarakat kebanyakan lainnya.

Butuh kerja sama semua pihak untuk melewati wabah ini. Karena wabah bagaimanapun juga ada siklusnya. Muncul, berkembang, mencapai puncak, menurun, dan kemudian hilang.

Namun, dengan bertindak dan antisipasi yang tepat, kita tak perlu mengalami nasib seperti Eropa yang dihantam Black Death, atau penyakit pes pada abad ke-15 lalu (yang melenyapkan sepertiga populasi Eropa).

Dunia yang semakin terkoneksi memang menjadi salah satu alasan penyebab kenapa corona ini bisa dengan cepat menjadi epidemi. Namun, dunia yang semakin terkoneksi ini pula yang membuat kita bisa lebih baik dalam menangani epidemi.

Sebab, pilihan kita di Indonesia terbatas dalam menghadapi corona. Bekerja sama dengan baik antara kita, atau tercerai-berai ambyar dihantam kepanikan dan wabah yang belum ada obatnya.

Stay healthy, Gaes—dan sekali lagi—rajin-rajin lah cuci tangan.

BACA JUGA Guyonan Virus Corona dan Akal Kiyowo Kita Sebagai Umat atau tulisan Kardono Setyorakhmadi lainnya.

Terakhir diperbarui pada 3 Maret 2020 oleh

Tags: COVID-19jokowipositif coronaterawanvirus corona
Kardono Setyorakhmadi

Kardono Setyorakhmadi

Jurnalis spesialis aksi terorisme. Tinggal di Surabaya.

Artikel Terkait

Z sarjana ekonomi di Undip. MOJOK.CO
Kampus

Apesnya Punya Nama Aneh “Z”: Takut Ditodong Tiba-tiba Saat Kuliah, Kini Malah Jadi Anak Emas Dosen di Undip

27 November 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.