MOJOK.CO – Setelah emak-emak sempat kecanduan sama Tupperware, sekarang emak-emak punya lagi andalan baru untuk menghabiskan uang belanja. Namanya? Minyak Kutus Kutus.
Kalangan emak-emak kayak saya tentu akrab sekali dengan minyak-minyakan. Mulai dari minyak goreng buat bikin ayam goreng kesukaan suami, minyak zaitun untuk kulit yang ternutrisi, minyak rambut buat bayi agar kelak menjadi bintang iklan sampo lain, dan satu lagi minyak yang hits banget saat ini: Minyak Kutus Kutus.
Minyak Kutus Kutus alias MKK ini adalah sebuah fenomena di kalangan emak-emak setelah elektabilitas Tupperware mulai meredup, setidaknya dua tahun belakangan ini. Yah, minimal bagi para emak-emak pengguna gawai. IG story hingga newsfeed FB dibanjiri dengan iklan dan testimoni si MKK ini. Katanya, MKK cespleng dalam menangani berbagai keluhan generik masyarakat Indonesia seperti pegal linu dan masuk angin.
Anda tertarik mencoba Minyak Kutus Kutus? Tidak semudah itu, Bambang. You harus rogoh kocek setidaknya Rp230.000 untuk mendapatkan 100 mililiter minyak hijau unyu ini.
APAAA? DUA RATUS TIGA PULUH RIBU SEBOTOL? KE MANA NEGARA?1!111!
Iya, Ferguso, memang segitu. Seharga hampir 12 bungkus nasi padang pake ayam, setara kurang lebih 15 gelas kopi susu gula merah kekinian. Belum termasuk ongkir ya, Sis.
Lah, perkara masuk angin doang mah pake aja minyak oles dengan bintang iklan artis internasional kan bisa. Atau minyak angin bening idola para simbah-simbah yang tajam semriwing menusuk mata dan hidung itu juga bisa.
Sesungguhnya, perdebatan ini juga yang saya alami dengan suami kala saya meminta restu menggunakan sebagian uang belanja kami yang setara 1,5 kilogram daging sapi untuk menghadirkan si MKK ke tengah mahligai rumah tangga kami. Apalagi, suami cuma PNS, yang naik gajinya kalau mau Pemilu saja. Eh.
Akhirnya, setelah saya menghadirkan bukti ilmiah—berupa testimoni influencer Instagram, analisis resiko dan manfaat, dan tentunya fakta bahwa wanita selalu benar, akhirnya suami pun terpaksa luluh dan kami pun punya MKK di rumah.
Sudah hampir setengah tahun ini MKK menemani hari-hari kami, dan sebagai emak-emak saya berani berkata: Minyak Kutus Kutus adalah sebuah investasi!
Saat anak saya mulai menunjukkan gejala batpil alias batuk pilek, saya selalu gercep balur MKK sesudah mandi dan sebelum tidur. Dari beberapa kali kejadian, syukur kepada Allah, gejala batpil anak saya tidak bertambah parah dan bahkan berangsur pulih setelah beberapa hari.
Dengan demikian, saya bisa terhindar dari pengeluaran minimal setengah juta rupiah untuk dokter spesialis anak dan obat-obatan di rumah sakit swasta ibukota dan sekitarnya. Ya, tentu saja, anak saya tetap dikasih makan sesuai gizi yang dianjurkan penyuluh Posyandu. Plus, saya vaksin juga yak, bukan lantas waktu sakit cuma diolesin MKK doang.
MKK bukan hanya investasi buat kesehatan anak, tapi juga kewarasan bapak dan emaknya. Setiap malam di akhir hari yang penat oleh KRL yang penuh, bos dan klien yang marah-marah wae, dan cicilan-cicilan penuh riba yang bikin vertigo, saya selalu membalur diri dengan MKK sebelum tidur. Wah, tidur saya jadi nyenyak dan berkualitas, encok pegel linu pun hilang, bangun tidur menjadi bersemangat.
Ini tentu saja bentuk penghematan karena paginya saya nggak usah beli secangkir kopi kekinian dengan alasan ngantuk berat. Plus saya jadi terhindar dari belanja-belenji nirfaedah ala wanita dengan alasan “shopping is my relaxation therapy” karena toh saya sudah cukup rileks pakai MKK.
MKK juga adalah investasi untuk keharmonisan rumah tangga. Jujur, saya sih bukan tipe wanita yang jago memijat. Saya pernah khawatir dengan hal ini, sebab salah seorang kawan pernah berkata, “Kalau jadi cewek mending bisa mijat daripada bisa masak! Kalau nggak bisa masak, suami jajannya warteg. Kalo nggak bisa mijet, suami jajan yang ada pijet-pijetnya!”
Nah, dengan Minyak Kutus Kutus saya yang nggak terlalu bisa mijet ini bisa tenang. Kalau suami mengeluh pegal, tinggal oles MKK. Nggak pakai dipijet pun pegalnya hilang! Jadi, suami nggak usah jajan pijet-pijet dong. Meskipun sejatinya saya yakin dia nggak akan jajan pijet-pijet, ya karena gajinya itu tadi. Hehe.
Minyak Kutus Kutus juga adalah suatu investasi intangible dalam hal keharmonisan keluarga besar. Kala orang tua atau mertua berkunjung dan mengeluh pegal-pegal setelah seharian menemani anak saya yang lagi hobi lari dan lompat tiada henti, saya tinggal sodorkan botol MKK. Wah, saya langsung jadi anak dan menantu salehah di mata mereka.
See? Dari semua penjabaran saya, sudah jelas bahwa MKK adalah investasi daam rumah tangga. Tidak apa kita mengeluarkan 230 ribu untuk anggaran belanja MKK, karena banyak hal yang bisa didapat dan dihemat.
Kalau masih ngeyel harga 230 ribu itu kemahalan buat minyak balur, saya kasih sedikit perspektif dari mantan mahasiswa farmasi yang dahulu akrab dengan proses ekstraksi bahan alam demi lulus mata kuliah farmakognosi dan fitokimia.
Seperti diketahui, Minyak Kutus Kutus adalah campuran dari 49 macam jenis minyak. Minyak-minyak ini didapat dengan cara mengekstrak tanaman. Dan hal ini nggak mudah dan nggak murah.
Dari 5 kilogram jahe saja, dahulu saya hanya bisa mendapat ekstrak sekitar 100 mililiter saja. Prosesnya pun lama, butuh pelarut, butuh support mantan, butuh energi panas, yang tentu saja tidak gratis. Itu baru jahe, gimana dengan 48 jenis tanaman lain di MKK?
Jadi menurut saya, wajar aja sih harganya segitu. Soalnya saya juga pernah mencoba MKK abal-abal yang harganya lebih murah. Suwer deh, nggak ada anget-angetnya. Baunya juga tidak sekencang MKK, yang menandakan ekstrak di dalamnya juga tidak premium seperti yang asli.
Dan benarlah pepatah yang mengatakan ada harga ada rupa, mylov. MKK abal mah nggak memberikan poin-poin investasi seperti yang tadi saya sebutkan. Singkat kata, investasi bodong.
Yang kemudian bikin orang lain ragu pada MKK adalah klaim berlebihan dari bakul, baik asli maupun abal-abal, yang bilang bahwa MKK menyembuhkan berbagai hingga segala macam penyakit. Hal itu disambung-sambungkan dengan penampakan pembuatnya yang gondrong dan mirip dukun.
Padahal, yah, namanya juga lulusan sekolah cowok kondyang di Jogja, meskipun itu sudah puluhan tahun silam, sekadar gondrong tentu saja wajar. Plus, kalau kita cek langsung di kemasan yang sudah disetujui BPOM, nggak ada tuh klaim berlebihan.
Bahkan tidak disebut pula sebagai minyak untuk mengobati, melainkan “sebagai minyak gosok untuk membantu meredakan masuk angin, perut kembung dan gatal-gatal akibat digigit serangga serta sebagai minyak urut untuk membantu meredakan pegal linu, encok dan nyeri pada persendian.”
Oh iya satu lagi, cara pakai Minyak Kutus Kutus ini unik, yakni dengan membalurkannya di sepanjang tulang belakang dari tengkuk hingga tulang ekor. Mengingat tangan saya nggak nyampe kalau harus balur ke punggung sendiri, otomatis harus pakai tangan suami. Demikian pula sebaliknya. Kalau sudah begini, tidak hanya minyak yang dibalurkan, cinta juga disalurkan. Asoy, bukan?