Kenyataan Pahit yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Gresik, dari Pudarnya Status Kota Santri sampai Dampak Buruk Kota Industri

Gresik Kini Sudah Mati, Dibunuh Status Kota Industri MOJOK.CO

Ilustrasi Gresik Kini Sudah Mati, Dibunuh Status Kota Industri. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.CODulu, banyak orang mengenal Gresik sebagai kota santri. Tapi sekarang, julukan itu mulai tidak relevan lagi, dibunuh status kota industri.

Banyak kota di Indonesia yang mempunyai julukan. Misalnya, Kota Bogor mempunyai julukan kota hujan, Kota tahu Sumedang, Kota Kretek Kudus, dan Kota Apel Batu. Nah, kalau menyebut kota santri, ada 2 kota yang menyandang gelar tersebut, yaitu Jombang dan Gresik.

Selain menyandang gelar kota santri, Gresik juga mempunyai julukan kota wali. Pasalnya, ada beberapa makam penyiar Islam di sini. Misalnya, di sini ada makam Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri, Habib Bakar Assegaf, dan makam Panjang Siti Fatimah binti Maimun. Ada juga Bukit Condrodipo yang menjadi salah satu titik pemantauan hilal bulan Ramadan dan syawal.

Nah, Gresik sendiri adalah sebuah daerah di mana saya lahir dan tumbuh besar. Setelah menamatkan pendidikan dasar, orang tua saya mengirimkan saya ke pondok pesantren. 

Ada banyak pondok pesantren besar di Gresik yang jumlah santrinya ribuan. Santrinya dari Sabang sampai Merauke, ada pula dari negara-negara arab seperti Yaman, Sudan, dan Maroko. Oleh sebab itu, sejak era 1990an, atribut kebanggaan warga Gresik adalah sarung dan kopiah. Kami bangga menunjukkan identitas kami sebagai santri. 

Makanya, sarungan dan memakai kopiah merupakan “baju dinas” kami. Apa saja acaranya, walaupun bukan acara keagamaan, kemana saja kami pergi, pakaian khas kami ya sarungan. Pergi ke tambak, ke Gunung Kapur, memancing, dan aktivitas lainnya. Bahkan sampai saat ini, saya yang sudah menjadi suami dan ayah jalan-jalan ke mall tetap pakai sarung dan kopiah.

Sekarang, di Gresik, sarungan dan memakai mulai aneh

Sebelum puasa, istri saya mengajak jalan-jalan ke mall. Niat hati menyenangkan anak yang masih batita sekaligus healing menghirup dinginya AC Icon Mall Gresik, mall terbesar di sini. 

Dan tentu saja, saya memakai “atribut wajib”. Baru masuk 5 Langkah, ada ibu dan 2 anaknya mengamati wajah saya. Mulai dari bawah hingga ke ubun-ubun, lalu mereka tertawa kecil sambil berjalan meninggalkan saya. Entah kenapa, saya merasa mereka sedang menjadikan saya sebagai olok-olok.

Namun, saya nggak mau ambil pusing. sambil menunggu istri dan anak bermain di Kids Station, saya menyusuri luasnya mall. Saya merasa capek dan ingin beli kopi kekinian. Saya menuju pintu lift yang lumayan dekat dengan tempat bermain.

Lagi-lagi sentimentil saya terhadap cara saya berpakaian terulang. Ada 5 remaja perempuan, umur masih belasan. Cara berpakai mereka menggambarkan usia dan zaman sekarang ini. Saya tidak bisa menghindar karena sudah telanjur masuk lift.

Saya langsung membelakangi dan nggak mau menggubris mereka. Ketika lift mulai bergerak turun, terdengar dengan jelas bisik-bisik mereka. Jadi, mereka meledek saya dengan kalimat, “Ada bapak-bapak ndeso mau kondangan.” Kalimat itu ditutup dengan tawa tertahan dan cekikikan.

Mendengar ledekan itu, saya memilih diam. Kalau membalas, saya yakin saya yang akan repot melayani remaja tantrum. Jadi, saya diam dan menunggu lift sampai di lantai yang ingin saya tuju.

Sesampainya di warung kopi, saya melihat pemandangan yang kini tak asing lagi. Banyak anak muda dan pekerja muda sedang asyik mengobrol. Saya tidak lagi menemukan anak-anak muda Gresik yang main ke mana saja sambil sarungan.

Yah, begitu, Gresik mulai berubah. Dan saya jadi manusia paling aneh di mall itu.

Kemunculan banyak pabrik besar

Saya mendeskripsikan bahwa eson (sebutan untuk kata “saya”) adalah wong Gresik nyel (asli Gresik, sejak lahir). Orang tua, kakek, dan nenek saya bukan juga orang luar. 

Saat saya masih belia, jalanan Gresik tidak seperti sekarang ini. Hampir berubah 180 derajat. Zaman memang berubah. Dulu, kalau menyeberang jalan, saya hanya melihat segelintir sepeda motor. Ada juga bus karyawan pabrik tapi masih sedikit.

Saat ini, jalan raya di depan gang saja layaknya jalan nasional. Sekitar 20 armada bus bisa lewat di depan jalan raya depan gang rumah saya untuk mengakomodasi karyawan pabrik.

Mengutip CNBC Indonesia News, Gresik terpilih menjadi kota tempat pembangunan pabrik tembaga terbesar di dunia, yaitu PT Smelting. Berita ini memang terbilang masih baru. Oleh sebab itu, saya akan menyebutkan beberapa pabrik besar yang sudah ada di sini sejak lama. Mereka adalah:

Petrokimia Gresik, PT Semen Gresik, PT Maspion, PT Nippon Paint, PT Wilmar Nabati (produsen minyak goreng, tepung terigu, beras, gula, cokelat protein nabati dengan brand Sania), PT Karunia Alam Segar (mie instan, kecap, minyak goreng dengan merek Sedaap), dan PT Garuda Food. 

Bagaimana, tentu pembaca sudah akrab dengan nama-nama besar di atas. Semuanya berskala nasional dan menjadi magnet pendatang dari tahun ke tahun.

Saya senang kota saya menjadi maju dan terpandang, tapi….

Sebagai warga asli, sebetulnya saya senang kalau Gresik jadi maju dan terpandang. Apalagi Gresik menjadi kota pertama di Jawa Timur setelah Surabaya dengan UMR lumayan. Tapi, semua penghuni kota ini harus menanggung dampak buruknya.

Salah satunya adalah status udara Gresik sudah di level hazardous alis sangat tidak sehat dan berbahaya. Apalagi untuk anak saya yang masih berumur 3 tahun. Kami harus membeli purifier supaya anak saya tidak menghirup polusi. 

Belum lagi aliran air yang susahnya minta ampun. Pernah 1 minggu aliran air mati sampai-sampai saya harus mengungsi di rumah paman. 

Di desa saya ada puluhan rumah kos untuk karyawan non-warga Gresik yang mencari pundi rupiah. Saya sih nggak bermasalah dengan pendatang. Mereka juga bagian dari perkembangan. Namun, ada saja oknum yang tidak punya tata krama. Mereka ngobrol dengan teman-teman sesama pekerja hingga larut malam. Oknum ini sangat mengganggu ketenangan saya dan warga untuk istirahat. 

Dampak buruk lainnya adalah terus meningkatnya kriminalitas dan kecelakaan. Akun Instagram @InfoGresik setiap bulan pasti mengunggah berita kecelakaan dengan korban karyawan pabrik, anak sekolah, dan warga sekitar.

Kenyataan pahit tinggal di Gresik

Belum lagi kenyataan pahit yang harus saya terima adalah saat saya hendak mengunjungi ibu mertua dengan memanfaatkan transportasi online. Sopir mobil ojek online bercerita bahwa dia sering mendapatkan pelanggan LC (Lady Companion) yang bekerja di “warung pangku” dan beberapa tempat karaoke tersembunyi di Gresik. Dia menambahkan bahwa warung pangku dan karaoke juga tak pernah sepi pengunjung bahkan di bulan Ramadan.

Hati saya hancur mendengar cerita sopir tersebut. Bagaimana tidak, Gresik yang dikenal dengan banyaknya pondok pesantren, nama-nama kiai yang masyhur, dan wisata religinya dinodai dengan praktik bisnis tabu. 

Yang jadi tanda tanya besar mengapa pemerintah diam saja? Apakah mereka benar-benar tidak tahu, atau maunya diam saja? Pihak-pihak terkait seharusnya tidak menutup mata terhadap fenomena ini. Jangan sampai label kota santri benar-benar hilang digerus zaman.

Penulis: Muhammad Ulul Azmi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Tidak Ada Kebanggaan dari Status Gresik Sebagai Kota Industri dan pengalaman menyedihkan lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version