Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Gibran, Gajah, dan Kulkas

Kurnia Gusti Sawiji oleh Kurnia Gusti Sawiji
28 Februari 2016
A A
Gibran, Gajah, dan Kulkas

Gibran, Gajah, dan Kulkas

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Membaca kisah petualangan Mas Gibran Rakabuming merambahi dunia bisnis katering dalam rubrik baru Mojok #BertamuSeru seakan menyiratkan dan menyuratkan dengan baik bahwa blio adalah pebisnis tulen. Hampir semua karakter pebisnis ada padanya: keberanian mengambil risiko, kemauan yang besar, dan tentu saja naluri memperoleh keuntungan yang kuat. Satu pernyataannya yang cukup berkesan ketika saya membaca kisahnya adalah bagaimana blio berusaha menjalankan bisnisnya tanpa beban, seperti almarhum Om Bob Sadino. Mengutip kata-katanya: “Kalau kita banyak kepikiran dan terbebani dengan bisnis kita, malah gak bisa bergerak.”

Dapat dikatakan, memang seperti itulah common sense dalam dunia bisnis. Hanya saja, kenyataannya di lapangan tidak akan semudah itu. Beban adalah sesuatu yang nyata di dalam dunia bisnis, dan ketika ingin menjalankan sebuah bisnis tanpa beban, kita bukannya menghilangkan beban itu, melainkan mencari cara bagaimana mengubah beban tersebut menjadi sesuatu yang bukan beban. Tidak sedikit yang gagal melakukannya.

Sama seperti memasukkan gajah ke dalam kulkas. Anda tahu cara memasukkan gajah ke dalam kulkas? Ya tentu tahu, dong. Ini kan tebak-tebakan lama. Jawaban dari pertanyaan ini sangat sederhana dan mengesalkan: buka kulkasnya, masukkan gajahnya, tutup kulkasnya. Sudah, selesai. Tanpa beban. Tapi, mengapa ketika baru pertama-tama mendengar tebak-tebakan ini (beberapa dari) kita begitu bingung menjawabnya?

Karena common sense yang kita gunakan untuk menjawabnya adalah sesuatu yang umum dan sudah didiktekan kepada kita sejak muda: gajah itu besar, sementara ukuran kulkas yang kecil tidak memungkinkan gajah bisa masuk ke dalamnya. Sedangkan pada common sense yang diinginkan oleh tebak-tebakan tersebut, gajah yang perlu dimasukkan bisa saja hanya berupa mainan gajah-gajahan. Kan, tidak dibilang harus memasukkan gajah asli yang hidup ke dalam kulkasnya. Ukuran kulkasnya pun tidak diberitahu. Frasa kuncinya adalah pendiktean common sense.

Seringkali pendiktean orang-orang di sekitar kita dalam menyelesaikan masalah malah membuatnya terlihat besar. Kita dilatih (baca: didikte) bahwa semua masalah ada penyelesaiannya, tapi tetap merupakan sebuah beban yang harus dihadapi dengan usaha dan kerja keras yang maksimal. Dalam mental bisnis seperti kata Mas Gibran, hal ini terasa kurang tepat. Masalah semestinya ditangani benar-benar tanpa beban. Selalu cari celah, sehingga beban usaha yang awalnya terlihat sangat besar dengan kacamata umum, menjadi terlihat ringan dan mudah untuk dilakukan. Sistem pendidikan kita, suka atau tidak, sebenarnya cukup berperan penting dalam perihal pendiktean ini.

Dalam wawancaranya, Mas Gibran mengatakan bahwa yang kurang dilatih adalah mental bangga kalau bisa mandiri. Sementara selama ini kita diajari kalau lulus sekolah nanti bekerja jadi pegawai negeri atau karyawan di perusahaan besar. Itu benar sekali: kita tidak diajari cara yang benar memasukkan gajah ke dalam kulkas. Sistem pendidikan kita adalah belajar berbasis penyelesaian masalah. Entahlah, tapi dalam kacamata bisnis, kok saya merasa itu sedikit banyaknya senjata makan tuan ya? Untuk menyelesaikan sebuah masalah, apakah memang perlu mengikuti teori-teori yang ada pada buku sekolah?

Ketika Agus membeli 3 pensil dengan sejumlah harga dan 2 buku dengan sejumlah harga, lalu Budi membeli 5 pensil dengan sejumlah harga dan 4 buku dengan sejumlah harga, perlukah kita menggunakan sistem persamaan dua variabel untuk mengetahui harga 1 pensil dan 1 buku? Tidak bisakah kita menjawabnya dengan: Agus atau Budi hanya perlu bertanya kepada kasir harga masing-masing benda?

Saya sendiri juga sudah icip-icip menjalankan beberapa bisnis, hingga sekarang. Tentu bukan bisnis yang besar, hanya level antarkelas, dan maksimal dalam lingkup satu sekolah. Ya namanya juga icip-icip. Tapi, yang namanya bisnis tetap bisnis, sekecil apapun itu. Tentu juga ada tantangan dan masalah.

“Bisnis” pertama saya, misalnya, adalah bisnis contekan (beneran! Saya jujur ini, lho!) ketika saya kelas 10 SMA. Tantangan dalam bisnis seperti itu tentu banyak; saya harus bisa menjawab soal dengan lebih tepat dan cepat dibandingkan klien-kilen saya, mengingat semua jawabannya tanpa ditulis di mana-mana, lalu pergi ke toilet untuk mendistribusikan jawaban saya kepada para klien melalui gawai tanpa ketahuan guru. Lalu ketika ujian berakhir, saya juga harus menjamin bahwa jawaban yang saya berikan itu minimal bisa membuat mereka lulus pas-pasan, hingga akhirnya membayar “jasa” saya.

Jelas saja, hal tersebut tidak bisa dilihat sebagai beban, karena semua akan terefleksi dari cara saya bergerak. Melihat tantangan yang ada di hadapan saya sebagai beban malah akan membuat saya melakukan gerakan yang dicurigai oleh guru, dan akhirnya menghancurkan rantai bisnis.

Penjabaran saya di atas tadi sejatinya hanyalah sesuatu yang umum dan kerap dibicarakan di seminar-seminar bisnis. Dan jika benar demikian, pertanyaannya kini adalah: kapan anda akan memulainya? Bukan memulai bisnis, maksud saya. Akan tetapi, mulai melihat dan menyelesaikan masalah tidak sebagai beban. Lagian, artikel ini saya tulis murni sebagai komplemen sederhana untuk kata-kata Mas Gibran, hitung-hitung juga sekalian beramal berbagi ilmu kepada orang lain.

Siapa tahu, ini siapa tahu lho, di luar sana masih ada yang tidak tahu bagaimana caranya memasukkan gajah ke dalam kulkas.

Terakhir diperbarui pada 3 Maret 2021 oleh

Tags: bisnisBob Sadinocommon senseGibran Rakabuming
Kurnia Gusti Sawiji

Kurnia Gusti Sawiji

Artikel Terkait

Prabowo-Gibran.MOJOK.CO
Aktual

7 Alasan Mengapa Satu Tahun Masa Kepemimpinan Prabowo-Gibran Layak Diberi Nilai 3/10

20 Oktober 2025
Pelaku Budidaya Belut Membeberkan 3 Hal yang Perlu Diperhatikan Pemula Mojok.co
Pojokan

Pelaku Budidaya Belut Membeberkan 3 Hal yang Perlu Diperhatikan Pemula

15 Oktober 2025
Ninja Xpress Bantu UKM Tumbuh dengan Affiliate Marketing MOJOK.CO
Ragam

UKM Daerah Makin Profit karena Pakai Affiliate Marketing Bareng Ninja Xpress, Awalnya Bisnis Kecil-kecilan Kini Makin Banyak Cuan

27 Juni 2024
Es Teh Ginastel, Bisnis Minuman yang Cuannya Nggak Sesederhana Booth-nya, 300 Ribu Sehari Itu Enteng!
Ragam

Es Teh Ginastel, Bisnis Minuman yang Cuannya Nggak Sesederhana Booth-nya, 300 Ribu Sehari Itu Enteng!

18 Mei 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Lagu Sendu yang Mengiringi Banjir Bandang Sumatera Barat MOJOK.CO

Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat

6 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.