[MOJOK.CO] “Ayat-ayat cinta Fahri tak selamanya bikin bahagia.”
Fahri adalah seorang pemuda Indonesia yang kuliah di Mesir. Menuntut ilmu di luar negeri itu bonusnya bisa memperbaiki feeds Instagram, seperti halnya penerima beasiswa LPDP. Namun Fahri lebih suka menulis daripada swafoto di padang pasir. Pengalaman kuliah di luar negeri dituliskannya dalam sebuah blog bernama Onta Jantan. Blog tersebut berkisah tentang keseharian Fahri di Mesir sebagai pelajar sholeh dan ingin hidup menjalani ayat-ayat cinta.
Fahri tinggal di flat dan bertetangga dengan gadis bernama Maria. Perbedaan agama di antara keduanya tidak menjadi penghalang untuk bersahabat. Mungkin karena mereka berdua tidak lebih dulu bertemu di Facebook. Namanya ayat-ayat cinta, tiada pembeda bisa membuat mereka berpaling.
Suatu hari, ketika Fahri berangkat mengaji, Maria memanggil Fahri dari kamar flatnya.
“Fahri!” Panggil Maria.
“Aya naon?” Sahut Fahri.
“Meulikeun cai we!” Maria menjawab dalam bahasa Sunda secara lantang. Inilah hasil dari barter bahasa antara Fahri dan Maria. Fahri mengajari nyunda, Maria menjadi guru les privat Aksara Mesir Kuno.
Maria menitip dibelikan minuman dengan memberikan uang kepada Fahri lewat keranjang yang diturunkan dari kamarnya. Uangnya berbentuk koin yang lumayan banyak.
“Punten ya, receh,” ucap Maria. “Kembalian micin nih.”
Namun, karena Maria kurang hati-hati, keranjang itu terbalik dan menumpahkan koin seperti babak bonus permainan arcade Western Dream. Hujanan koin itu mengenai kepala Fahri bertubi-tubi. Fahri yang memang sedang pusing mengerjakan tesis, jadi makin kliyengan begitu tertimpa jackpot. Akhirnya Fahri tak sadarkan diri. Malah Maria yang berlari membelikan minuman dan minyak kayu putih untuk Fahri.
Setelah siuman, Fahri langsung menemui Ustad Jamal untuk mengaji. Fahri begitu khusyuk ketika melantunkan ayat suci sehingga membuat gurunya takjub.
“Alif, ba, ta, tsa,” lafal Fahri fasih.
Begitu selesai, guru mengajinya bertanya, “Kamu sudah pintar mengaji. Kapan kamu mau menikah, Fahri?”
“Nantilah, Ustad. Nunggu musim hujan,” jawab Fahri sekenanya.
“Saya berniat mengenalkan kamu dengan keponakan saya,” kata Ustad Jamal.
“Tidak usah, Ustad,” jawab Fahri.
“Kenapa tidak usah? Daripada kamu cari di Tinder!” Ustad Jamal geleng-geleng kepala.
“Niatnya saya mau coba ayopoligami.com sih,” aku Fahri malu-malu.
“Fahri! Bukan begitu skenario kamu kecemplung ke dunia poligami,” tukas Ustad Jamal. “Tidak pakai perantara start-up!”
Setelah dibujuk sedemikian rupa, akhirnya Fahri mau menjadikan ta’aruf sebagai jalan ninjanya.
***
Suatu malam, terdengar suara keributan dan teriakan dari rumah tetangga Fahri. Tepatnya, keributan itu berasal dari keluarga Bahadur yang sedang menyiksa anaknya, Noura.
“Karena kamu melakukan kesalahan lagi, kamu harus dihukum. Dengarkan lagu ini sampai habis!” Bahadur memaksa Noura memakai headphone.
Lalu Bahadur memutar video klip Awkarin berjudul Candu di Youtube, menggunakan gawainya.
“Ini lagu terkenal dari Endonisi. Nikmati!” Bahadur tertawa melihat anak gadisnya tersiksa.
Tangisan Noura sungguh menyayat hati. Demi mendengarnya, Fahri menelepon Maria untuk menolong Noura.
“Roger,” sahut Maria sebelum memulai misi. Lalu Maria menjatuhkan keranjang berisi koin ke kepala Bahadur. Sampai akhirnya Bahadur pingsan.
“Yes!” Fahri senang. Bukan karena berhasil menolong Noura saja, melainkan karena ada orang lain merasakan derita yang sama yang pernah dirasakannya. “Begitulah rasanya.”
***
Tiba saatnya Fahri bertemu dengan wanita yang akan dijodohkan dengannya. Wanita tersebut memakai cadar. Namanya Aisha.
“Sekarang buka cadarmu, Aisha. Calon suamimu berhak melihat wajah aslimu,” komando bibinya Aisha.
Fahri deg-degan ketika melihat Aisha perlahan membuka cadarnya.
Ketika cadar Aisha dilepas, Fahri begitu kaget. Di baliknya, Aisha masih memakai masker seperti guru Kakashi.
“Aisha memang senang bikin orang penasaran,” komentar bibinya Aisha. “Sekarang buka maskermu, Aisha.”
Saat Aisha benar-benar memperlihatkan wajah aslinya, tiba-tiba saja mengalun lagu entah dari mana.
“Desir pasir di padang tandus
Segersang pemikiran hati
Terkisah ku di antara cinta yang rumit”
“Ngomong-ngomong, itu suara dari mana ya?” Tanya Fahri larak-lirik mencari asal suara.
“Bila keyakinanku datang
Kasih bukan sekadar cinta
Pengorbanan cinta yang agung
Ku pertaruhkan”
“Mbak, nyanyinya bisa nanti saja? Ini Nak Fahri sedang butuh konsentrasi,” pinta bibinya Aisha kepada Rossa yang tiba-tiba ada di acara ta’aruf yang khidmat.
“Maafkan bila ku tak sempurna,” senandung Rossa sembari menjauh.
“Iya dimaafkan, Mbak. Asal jangan diulangi lagi ya,” sahut Fahri.
“Bagaimana, Fahri?” tanya Ustad Jamal.
“Menurut saya sih suaranya unik. Tapi mungkin Mbak Rossa sedang tidak fit, jadi kurang menghayati lagunya. Kita bisa beri kesempatan di lain waktu,” komentar Fahri.
“Bukan. Bukan Rossa. Tapi, ini tentang Aisha, Fahri,” kata Ustad Jamal. “Fokus, boy.”
Tanpa menjawab sepatah kata pun, Fahri hanya mengacungkan dua ibu jarinya.
“Sikat, Bro!” Rossa balik lagi.
***
Setelah menikah, Fahri dan Aisha pindah ke Indonesia. Karena tidak diizinkan poligami, Fahri masuk ke dunia politik.
“Sama-sama poli. Sama-sama bermanfaat bagi banyak orang,” ucap Aisha supaya tidak dimadu. “Asalkan memenuhi satu syaratnya, bisa adil.”
Fahri memilih masuk Partai Keadilan Senpai (PKS) sebab ada kata ‘adil’ di dalam nama partai tersebut. Syukur-syukur bisa menjadikannya sejahtera juga. Dengan mulus, Fahri terpilih sebagai anggota DPR. Selama karirnya sebagai politikus, Fahri sempat membuat kontroversi dengan mengajukan wacana pembubaran KPK.
“Saya rasa KPK telah gagal menjalankan fungsinya. Sejak saya masih SD, bilangan prima sering dipanggil KPK. Tapi sampai sekarang tidak pernah diproses lebih lanjut,” papar Fahri. “Dimana peran KPK? Apa perlu bantuan FPB? Pohon faktor?”
Karena pernyataannya yang matematis tersebut, Fahri dipecat dari PKS dan diminta mundur cantik dari jabatannya di DPR. Fahri disarankan alih profesi menjadi guru bimbel di Kumon saja.
“Saya tidak mau jadi guru bimbel,” tolak Fahri. “Biar masih ada unsur poli, saya jadi dosen di politeknik saja.”
“Asal henteu poligami, sok wae lah,” sahut Aisha yang sudah fasih nyunda dengan aksen Tasikmalaya.
***
Ini Fahri yang itu?
Bukan, ini Fahri Ayat-ayat Cinta!