Erick Thohir, Bukan Gaya Hidup yang Bikin Anak Muda Nggak Punya Rumah, tapi Orang Kaya Tamak

Selain membangun rumah, barangkali Pak Erick Thohir juga bisa melakukan penertiban terhadap kepemilikan properti. Entah memberlakukan pajak super progresif, atau membatasi pembelian rumah.

Erick Thohir, Rumah Tak Terbeli karena Orang Kaya Semakin Tamak MOJOK.CO

Ilustrasi Erick Thohir, Rumah Tak Terbeli karena Orang Kaya Semakin Tamak. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COErick Thohir bilang kalau anak muda Indonesia nggak bisa punya rumah karena gaya hidup. Begitulah kata orang tua kaya raya nggak peka.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut saat ini ada 81 juta anak muda masih belum memiliki rumah. Sementara itu, pemerintah punya 12 juta lebih rumah yang belum terjual. Hal ini, kata Erick, karena generasi muda menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk memenuhi gaya hidup. Sementara itu, keinginan untuk memiliki rumah tidak menjadi prioritas utama. 

“Generasi muda dengan era sosial media yang luar biasa hari ini lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan belanja untuk gaya hidup, yang akhirnya justru kebutuhan rumah tidak punya karena habis dipakai untuk hal-hal yang justru hanya konsumtif,” kata dia.

81 juta anak muda itu barangkali bekerja sebagai kuli, content creator, dan juga anak pejabat korup macam Mario Dandy, mungkin suka jajan. Yah, Pak Erick Thohir tidak salah. Dia benar bahwa rumah menjadi kebutuhan yang penting bagi setiap orang. Apalagi rumah menjadi tempat membangun keluarga yang baik. Yang salah, menduga bahwa semua anak muda Indonesia memilih jadi boros buat gaya, ketimbang beli rumah.

Pak Erick Thohir perlu tahu kondisi generasi sandwich masa kini

Sebuah studi terbaru yang berfokus pada individu berusia 16 hingga 25 tahun, umumnya dikenal sebagai Generasi Z, telah mengungkapkan temuan tentang pilihan hidup mereka. Meskipun generasi ini dianggap sebagai generasi yang paling keras bekerja, mereka tidak bersedia mentoleransi pekerjaan yang dipaksakan. Mereka lebih mengutamakan diri sendiri daripada harus tunduk pada standar hidup orang, termasuk soal memiliki rumah. 

Studi ini, yang dilakukan oleh The Workforce Institute di Kronos Inc., mengumpulkan temuan dari lebih dari 3.000 anggota Generasi Z dari 11 negara. Pak Erick Thohir. Temuan penting adalah bahwa hampir sepertiga dari Generasi Z menganggap diri mereka sebagai generasi paling gigih dalam dunia kerja. Etika kerja ini memiliki akar dari keluarga, di mana mereka terjepit dua generasi, orang tua dan keluarga sendiri.

Banyak Gen Z saat ini harus memberikan kontribusi finansial bagi keluarga mereka sejak usia dini. Ini yang luput dipahami dan dicari tahu. Barangkali jika Pak Erick Thohir perlu tahu bahwa berdasarkan pengolahan data Susenas Maret 2022, diperkirakan terdapat 8,4 juta penduduk Indonesia yang tergolong generasi sandwich dalam extended family. Mereka ini punya beban ganda yang nggak bisa dibayangkan oleh Pak Erick Thohir yang punya aset hingga Rp2.3 triliun.

Boro-boro buat gaya hidup, Pak, generasi sandwich ini lebih sering memilih jalan kaki biar hemat ongkos. Belum lagi kalau listrik prabayar bunyi dan didengar tetangga. Wah, malu, Pak. Mereka rela nggak makan asal listrik aman. BTW, Pak Erick Thohir pernah dengar suara token listrik mau habis nggak ya? 

Makanya, Pak Erick nggak usah ngajari anak muda Indonesia untuk berhemat. Kami ini rela makan nasi dan Indomie seminggu supaya bisa bayar UKT.

Baca halaman selanjutnya: BTW, Pak Erick Thohir pernah dengar suara token listrik mau habis nggak ya?

Erick Thohir, orang kaya raya ngajari generasi sandwich beli rumah. Kocak!

Agak absurd jika ada orang kaya raya dengan aset triliunan, memiliki generational wealth, ngajari anak muda Indonesia yang jadi generasi sandwich untuk berhemat dan membeli rumah. Hal yang bisa dilakukan sebenarnya mencari tahu mengapa anak muda Indonesia mesti menghidupi keluarganya? Bagaimana inflasi mempengaruhi harga bahan pokok? Dan mengapa gaji pekerja di Indonesia tidak bisa mengimbangi harga rumah yang makin gila?

Perihal hemat dan menabung itu hanya bisa dilakukan jika kita punya uang. Kalau nggak punya uang, apa yang mau ditabung? 

Hasil survei Katadata Insight Center untuk Astra Life tahun 2021 yang melibatkan 1.828 responden berusia 25-45 tahun di seluruh Indonesia, hampir 50% di antara mereka merupakan generasi sandwich. Dan faktanya, hanya 13,4% dari generasi sandwich tersebut yang memiliki kesiapan finansial dalam memenuhi kebutuhan pokok, menabung, dan berinvestasi di waktu yang bersamaan.

Saat ini, problem terbesar kepemilikan rumah itu bukan anak muda boros, Pak Erick Thohir. Salah satu masalah yang brengsek betul adalah perilaku culas orang kaya yang berniat melipatgandakan harta dengan menimbun rumah-rumah sebagai instrumen investasi. Ironisnya, mimpi kepemilikan rumah yang semestinya menjadi tangga untuk meraih sukses justru hancur di tangan pada bandit ini. Meminjam istilah bang Bayem, “Lo punya duit, lo punya kuasa!” 

Lihatlah, di sekitar Jakarta atau Jogja, banyak bangunan perumahan megah yang tak terpakai. Belum lagi sawah-sawah diubah menjadi ruko yang berujung kosong. Jalanan di Palagan dan Kaliurang yang diliputi sawah, kini jadi ruko kosong tak berguna. Gedung-gedung dengan desain buruk ini menjadi tumpukan batu bata yang menghalangi pandangan generasi muda untuk jadi tempat yang bisa disebut sebagai “rumah”.

Pak, punya nyali nggak melawan bos properti yang tamak?

Orang seperti Pak Erik pasti punyalah kenalan yang bicara instrumen investasi dengan nada congkak. Mereka ngebacot sembari bicara bahwa rumah bukan lagi tempat tinggal, melainkan “aset berharga” yang diukur dengan angka di rekening bank. Orang-orang ini bakal bicara soal return of investment, kontrakan sekian pintu, kos-kosan mewah, sembari mengejek anak muda yang tak mampu beli rumah sebagai generasi pemalas dan boros.

Pak Erick Thohir, dan berbagai orang tua sebelum dia, menyebut generasi hari ini pemalas. Tapi mereka abai bahwa sebagian dari kami harus melakukan 2 sampai 3  pekerjaan berbeda supaya hidup layak. Bahwa mimpi punya rumah diinjak-injak oleh sekelompok orang yang memborong properti atas nama investasi. Bukanlah saatnya kita bersama-sama mengingatkan mereka bahwa rumah bukanlah sekadar angka di pasar, melainkan tempat di mana harapan hidup berkembang dan masa depan tercipta?

“Kita harus benar-benar memberikan solusi. Kita hadir bersama-sama memberikan solusi dan insya Allah kami dari Kementerian BUMN terus mensinergikan seluruh aset kami untuk mendukung program pemerintah,” kata Pak Erick. 

Selain membangun rumah, barangkali Pak Erick Thohir juga bisa melakukan penertiban terhadap kepemilikan properti. Entah memberlakukan pajak super progresif, atau membatasi pembelian rumah.

Itu juga kalau Pak Erick Thohir punya nyali dan berani sama bos properti.

Penulis: Arman Dhani

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Generasi Sandwich Nggak Butuh Dukungan, Kami Butuh Uang, Uang yang Banyak dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version