MOJOK.CO – Film Dirty Vote semakin membuka mata banyak orang, walaupun yang masih memilih buta akan kondisi aktual Pilpres 2024 juga tak kalah banyak.
Film berdurasi lebih dari satu setengah jam ini bukan saja menjenuhkan bagi generasi less than a minute, tetapi juga tidak ramah warga negara dengan kadar nalar di bawah rata-rata.
Di X sendiri, sentimen pro-kontra film besutan Dandhy Laksono ini relatif tipis, dengan persentase 50% negatif, 6% netral, dan 43% sisanya positif. Di platform Tiktok juga nyaris serupa sentimennya; 52% negatif, 7% netral, dan 41% positif. Demikian bunyi analisis Drone Emprit.
Ada banyak faktor kenapa Dirty Vote diperbincangkan orang. Pilpres 2024 tentu menjadi puncak alasannya. Konteks selanjutnya adalah substansi konten dan reaksi orang terhadapnya. Sengatan film Dirty Vote terlalu akurat menyengat perilaku korup beberapa institusi kekuasaan.
Kubu 01, 02, dan 03 yang berkontestasi di Pilpres 2024 sebetulnya menjadi bahasan Dirty Vote. Hanya, bagian konten paling dominan adalah 02. Mengapa?
Tentu saja karena 02 adalah paslon yang sponsornya adalah penguasa. Dan, seperti kata aktivis revolusi Lord Acton (1834-1902), power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.
Apakah 01 dan 03, dengan demikian, tidak dirugikan?
Jawabnya tergantung bagaimana mereka memposisikan film Dirty Vote. Jika dianggap sebuah serangan black/negative campaign, tentu saja 01 dan 03 akan merasa dirugikan. Namun agaknya mereka lebih merasa sedang dievaluasi. Wajar jika respons yang muncul ke publik dari keduanya adalah santai saja.
Menonton dan mempercayai Dirty Vote setara dengan syirik sosial
Pihak yang satunya lagi rupanya tidak demikian. Tauhid kebanyakan pendukung 02 terlalu kokoh menghadapi paparan bid’ah-bid’ah budaya populer. Alih-alih membantah dengan data, narasi tandingan yang dilakukan TKN Prabowo-Gobran adalah playing victim dan kill the messenger.
Menonton dan mempercayai Dirty Vote jadi setara dengan syirik sosial karena menyekutukan kontrak kesepakatan dengan penguasa tertinggi di negeri ini. Maka dengan konsolidasi melakukan report konten Dirty Vote terhadap YouTube, rasanya kualitas keimanan mereka auto menjulang laksana tebasan pedang para pejuang Badar.
Sebetulnya film Dirty Vote tidak berdiri sendiri. Diskursus utamanya adalah rasa prihatin terhadap kondisi terkini demokrasi Indonesia yang dianggap telah tercabik-cabik oleh hasrat segelintir elite kekuasaan.
Jadi, Dirty Vote pada dasarnya masih senafas dengan seruan lain yang dipekikkan oleh para guru besar, aktivis, kritikus, akademisi, mahasiswa, rakyat miskin kota, bersatu padu rebut demokrasi, gegap gempita dalam satu suara… dst.
Tuduhan yang tidak adil
Maka sangat tidak fair sekali jika ada yang mempertanyakan timing penayangan Dirty Vote, sementara di saat yang sama mereka melupakan:
10) Timing rilisnya keputusan Mahkamah Konstitusi sepekan sebelum deklarasi Paslon 02.
9) Timing tsunami bansos.
8) Timing kunjungan kerja Presiden ke daerah-daerah yang juga dikunjungi paslon lain.
7) Timing menteri-menteri Presiden Jokowi konsolidasi elektoral.
6) Timing cuitan akun X Kemenhan RI dengan tagar Prabowo-Gibran.
5) Timing peresmian Graha Utama Akmil di Magelang oleh Presiden dengan para influencer cum menteri pendukung Paslon 02.
4) Timing Presiden menaikkan tukin Bawaslu hingga Rp29 juta.
Dan, 02), timing podcast Prabowo di YouTube “Close The Door”.
Di titik ini petanya menjadi cukup jelas. Paslon 01 dan 03 adalah yang paling nothing to lose. Kalau menang, atau setidaknya masuk putaran kedua, berarti itu sesuai rencana dan harapan netizen.
Paslon 01 dan 03 sudah melawan sebaik-baiknya
Kalau kalah, mereka saya kira kalah dengan gagah setelah melakukan perlawanan sebaik dan seheroik mungkin. Paling tidak, baik 01 maupun 03 sudah membuktikan lewat upacara kebudayaan setamsil Desak Anies, Slepet Imin, Tabrak Prof, dan Gelar Tikar Ganjar.
Walaupun secara bungkus identik dengan gimmick, forum-forum dengan format dialog terbuka seperti itu menjadi sangat prestige. Apalagi di tengah mimpi buruk kembalinya rezim otoritarianisme. Lagian, kekalahan yang didapat dengan penuh kehormatan itu merupakan pintu gerbang bagi kemenangan-kemenangan lain. Anjay.
Sebaliknya, hasil yang akan didapat Paslon 02 rasanya bukanlah sebuah anugerah yang membahagiakan. Sejauh ini, kemungkinan orang mendukung 02 itu karena sedikitnya 2 alasan.
Yang setengah 2 adalah mereka yang punya kepentingan politik kekuasaan. Apa yang netizen sebut sebagai sandra politik termasuk dalam hal ini, selain tentu saja para pegiat jabatan. Atau kedua, mereka yang satu mazhab dengan Coki Pardede-Tretan Muslim. Masih butuh penjelasan?
Oiya ada satu lagi hampir tertinggal. Yang kedua-lebih-sedikit adalah para pengguna TikTok atau sederajat dengan tingkat literasi menengah, walaupun ke bawah.
Golongan jenis ini cenderung pragmatis-utopis. Mereka terlalu tinggi ekspektasinya untuk menganggap bahwa makan siang dan susu gratis bisa menyelesaikan problem kesehatan mental serta depresi. Ini belum ngomongin akar kemiskinan, korupsi, nepotisme, dan ontran-ontran struktural lainnya.
Indonesia menuju zaman kegelapan
Maka kalau 02 menang, ia tetap saja akan berada dalam bayang-bayang fusi demonstrasi oposisi, civil society, UGM_Fess, dan tentu saja Fedi Nuril yang tampaknya telah menyingsingkan lengan bajunya untuk memasak saban hari dengan berbagai jenis menu.
Masalahnya adalah gimana kalau ternyata 02 kalah? Sekali lagi, gimana kalau ternyata mereka kalah, kendatipun telah mengerahkan segenap aparatur negara hingga ke kepala-kepalanya?
Wallahu a’lam….
Walau demikian, satu hal yang mungkin bisa saya bayangkan saat ini adalah cuitan Budiman Sudjatmiko di tanggal 13 Mei 2019. Kalimat Budiman akan menjadi rumusan masalah paling bersejarah yang layak dijawab melalui skripsi atau tugas akhir mahasiswa dalam berbagai tingkatannya.
Tapi sebetulnya ada yang lebih buruk dari itu. Prediksi ini telah disabdakan Rindradana Rildo. Katanya, kalau 02 kalah Indonesia terancam demensia, bahkan bisa gagal menuju Indonesia Emas 2045.
Sebab, untuk menuju Indonesia Emas 2045 kita butuh revolusi besar. Berdasarkan sejarah, pencerahan Eropa membutuhkan era kegelapan sebelum benar-benar mencapai puncak renaissance. Dan, paslon mana lagi yang bisa membawa Indonesia ke dark age selain 02?
Juga, paslon mana lagi yang bisa membuat segenap rakyatnya akan memaksimalkan potensi otaknya, selain 02?
Penulis: Anwar Kurniawan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Dirty Vote Menghadirkan Data yang Luar Biasa Terkait Kecurangan Pemilu 2024, tapi Sayangnya Tidak Ditonton Rakyat Biasa dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.