Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Dangdut Koplo dan Senggakan Abah Lala yang (Semoga) Tak Sekadar Menginterupsi Zaman

Perihal hak cipta, Didi Kempot sempat mengutarakannya di beberapa kesempatan. Jawabannya semi politis, semi meringis. Dia tak mengharap lebih.

Fajar Martha oleh Fajar Martha
1 November 2022
A A
Dangdut koplo dan legenda Abah Lala MOJOK.CO

Ilustrasi Dangdut koplo dan legenda Abah Lala. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Rezeki elang tak akan didapat oleh musang. Lagu ke-17, “Ojo Dibandingke”, menjadi hit. Dampaknya, banyak orang mengajak pria yang pernah menjadi TKI ini untuk berkolaborasi. Mulai “Si Ratu Ambyar” Yeni Inka hingga, ehmm, calon presiden 2024 sekaligus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Teranyar, 27 Oktober 2022 lalu, Abah Lala merilis “Mumbul Dhuwur”, lagu motivasi bagi anak-anak muda untuk bekerja keras dan menepikan bab asmara dulu. Dengan lebih dari 150 ribu subscriber YouTube dan 322 ribu followers TikTok, Abah Lala sudah melampaui musisi-musisi dangdut koplo lain, mumbul dhuwur di atas mereka semua.

Perihal hak cipta, Didi Kempot sempat mengutarakannya di beberapa kesempatan. Jawabannya semi politis, semi meringis. Dia tak mengharap lebih, tapi paling tidak mereka yang menggunakan lagu-lagunya itu datang dulu kepadanya. Semacam kulo nuwun, begitu. Tidak semua tak beretika, ada segelintir yang datang meminta izinnya dengan baik-baik.

Mungkin mendiang tahu kondisi, toh dia telah lama malang melintang di industri. Perihal hak cipta dan royalti di skena dangdut koplo adalah paradoks yang suatu waktu menjadi teman, di waktu lain malih rupa menjadi lawan.

Kita tentu masih mengingat bagaimana “Sayang” menjiplak “Mirai E” milik penyanyi Jepang Kiroro. Atau bagaimana “Iwak Peyek”, lagu dangdut koplo legendaris yang dahulu menggoyang Nusantara ternyata mencomot refrain “Take ‘Em All” milik band punk Inggris Cock Sparrer.

Hak cipta adalah paradoks

Peneliti dangdut dari Universitas Gadjah Mada, Irfan R. Darajat, mengatakan bahwa budaya comot-mencomot karya musisi luar juga terjadi di genre pop. Irfan memberi contoh lagu tahun 1975, “Telah Berdaun Rimba Jati” milik Bimbo yang diduga kuat (dan juga diakui) mengambil nada dari lagu “Fanfare de la Caballería de Nápoles“.

Akademisi yang juga gitaris-vokalis grup Jalan Pulang itu justru lebih menyoroti praktik meng-cover lagu di kancah dangdut koplo. Melalui penelitiannya, dia bisa mafhum mengapa praktik cover tanpa izin menjadi hal yang wajar. Artis-artis dangdut koplo hidup dari panggung ke panggung: mulai hajatan pernikahan, sunatan, hingga pemilihan kepala desa.

Dangdut dan dangdut koplo (maafkan aku, Bang Haji!) adalah budaya visual. Mungkin itu yang melatari mengapa biduan-biduan dangdut memulai karier sejak dini. Semisal Ayu Ting Ting, yang memulainya sejak SMP. Mencipta lagu bukanlah bab pembuka karier mereka.

Sebelum menghakimi mereka sebagai musisi yang kurang kreatif, sebaiknya kita berpikir adil. Bandingkan dengan praktik bermusik band-band top 40 yang berkiprah di kafe dan acara pernikahan, tentunya menyanyikan lagu-lagu populer.

Yang membedakan dengan kelompok kedua, aksi para biduan di berbagai pentas itu direkam dan diedarluaskan dalam format video. Menghampiri konsumen dalam format VCD, DVD, hingga melalui kanal YouTube masing-masing OM atau rumah produksi.

Beberapa ketakutan

Ini menjawab kegelisahan saya di esai sebelumnya. Tentang mengapa para penyanyi dangdut dan dangdut koplo tidak mengurus profil mereka di Spotify. Selain ketidaktahuan, mungkin yang mengunggah lagu-lagu mereka ke platform tersebut justru penggemar. Artis dan manajemennya tak berani mengklaim lagu yang bukan gubahan mereka karena bisa diintai dan dimintai penalti. 

Saya menemukan banyak lagu Nella Kharisma di Spotify yang merupakan versi live. Ini seperti daur-ulang proses konsumsi karya-karya dangdut koplo era VCD bajakan.

Iklan

Hak cipta, yang merupakan bagian dari kekayaan intelektual, menjadi semakin krusial di tengah derasnya produksi konten audio-visual di rimba digital. Suatu karya yang telah lama mati bisa hidup kembali berkat TikTok. Tanyakan saja kepada para personil Fleetwood Mac. Lagu tahun 1977 mereka yang berjudul “Dreams” bangkit dari katakomba budaya populer, lalu wara-wiri di chart Billboard, iTunes, hingga Spotify.

Royalti sebagai rezeki

Jika kita mengabaikan dulu elemen teknologi informasi, royalti dari satu karya hit bisa menghidupi anak cucu. Rezeki ini menimpa Norman Greenbaum, musisi 1970an asal Amerika Serikat. Lagu one hit wonder-nya, “Spirit in the Sky” bernasib luar biasa mujur. Laporan New York Times tahun 2006 mencatat bahwa lagu itu setidaknya dipakai 32 film.

Sambil merendah tapi tetap jemawa, kepada New York Times dia berkomentar, “Yah, lagu itu tidak membuatku benar-benar kaya, sih. Tapi berkat lagu itu aku enggak perlu kerja lagi. Bisa dibilang aku menjalani hidup yang luar biasa nyaman.”

Moda produksi karya dangdut koplo mungkin akan berubah. Musisi mulai sadar bahwa karya mereka bisa berbicara banyak di berbagai medium. Suatu lagu bisa dipakai film, iklan, hingga kampanye parpol.

Menurut terawang Irfan, semangat “satu buat bareng-bareng” ini masih akan berjalan walau perkara hak cipta telah ada yang mengatur (payung hukum hingga institusi). Misal ada satu lagu hit yang lantas dibawakan banyak artis, pemilik lagu akan kebagian cipratan rezeki melalui mekanisme royalti ini. Mungkin. Kita amini saja dulu.

Semoga masa depan menjadi lebih cerah

Sehari setelah dinyanyikan Farel di istana negara, hak intelektual “Ojo Dibandingke” didaftarkan Kementerian Hukum dan HAM. Lagu itu secara sah milik Abah Lala, sehingga penggunaannya kini tidak bisa sembarangan.

Jalan semakin lapang. Para penggemar tinggal berharap apakah konsistensi dan nasib baik akan menjadi karib Abah Lala. Semoga nasib nahas seperti yang dialami Syam Permana, pencipta ratusan lagu dangdut 1990an yang kini terlunta-lunta menjadi pemulung, menjauh darinya.

BACA JUGA Synchronize vs Pestapora: Invisible Curator di Antara Indie Kopi Senja dan Dangdut Koplo dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Fajar Martha

Editor: Yamadipati Seno

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 1 November 2022 oleh

Tags: abah laladangdutdangdut koploDidi Kempotfarel prayogaojo dibandingke
Fajar Martha

Fajar Martha

Penulis esai bertema musik dan sepakbola. Beberapa cerpennya dipublikasikan Kompas, Pikiran Rakyat, Lampung Post, dsb.

Artikel Terkait

Dangdut Lawas OM Lorenza Melawan Hegemoni Dangdut Koplo MOJOK.CO
Esai

Dangdut Lawas OM Lorenza Obat Kejenuhan Dangdut Koplo: Wayahe Wong Lawas Tampil

11 Februari 2025
Penonton Dangdut Koplo, Fans NDX & Guyon Waton SDM Rendah MOJOK.CO
Esai

Penonton Dangdut Koplo dan Fans Guyon Waton & NDX Dianggap SDM Rendah, Tukang Kisruh, dan Tukang Rusak Festival

2 Juli 2024
Omong Kosong Dangdut Miskin Tema dan Kamu Perlu Tahu Karya Monumental Dangdut Ngapak MOJOK.CO
Esai

Omong Kosong Dangdut Miskin Tema dan Kamu Perlu Tahu Karya Monumental Dangdut Ngapak

25 April 2023
Video

Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, dan Warisan Besar Musik Jawa.

2 Maret 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.