MOJOK.CO –Mengandung bentuk segitiga, Masjid Al-Safar lantas dituduh berkaitan dengan kelompok illuminati. Duh, memang harusnya pakai bentuk apa, sih? Trapesium, gitu???
Masjid Al-Safar karya Ridwan Kamil dipergunjingkan di media sosial karena, konon katanya, menyusupkan geometri segitiga ala Illuminati. Sumber pergunjingan itu adalah video dari ceramah seorang ustaz yang dicuplik oleh akun Twitter buzzer (yang tidak jelas identitas riilnya).
Sejatinya, saya tidak punya akun di media sosial manapun. Video ustaz ini sampai ke layar ponsel karena ada di grup WhatsApp keluarga. Saya lantas shock, mual, lalu ngidam rujak—tunggu, tunggu, ini saya kaget atau hamil, sih?!
Pokoknya, saya merasa kesal karena video tadi. Pusing rasanya, sampai-sampai saya berkesimpulan bahwa saya merasa menyerah dan kalah sebagai manusia di Indonesia tercinta ini. Hiks.
Di video tersebut, sang Ustaz, yang setelah saya telusuri bernama Rahmat Baequni, dengan nada halus berkata, “Masjid ini sarat dengan bermuatan segitiga. Segitiga ke atas, segitiga ke bawah. Kok menaranya kayak gini? Menara apa phallus?”
(Catatan: tolong cari tahu sendiri, ya, Gaes, phallus itu apa. Thx.)
Sebagai orang yang belajar arsitektur, sebagaimana Ridwan Kamil yang basic-nya adalah seorang arsitek, saya bisa bilang bahwa penafsiran seliar apapun tentang bangunan ini diperbolehkan. Sumpah, deh, saya nggak bohong. Bahkan, kalau dibawa-bawa jadi sentimen politik juga masih boleh—tentu kalau logis. Tapi, kalau dibawa ke agama—duh, ampun…
Dan celakanya, simbol yang dituding merepresentasikan ideologi tertentu adalah geometri paling dasar di muka bumi: segitiga.
Padahal nih ya, FYI aja, di dalam bidang konstruksi, segitiga merupakan bentuk paling stabil yang sudah barang tentu dipakai di banyak konstruksi di muka bumi! Itulah kenapa muncul kuda-kuda di atap rumah kita, muncul juga bentuk atap limas dan joglo, termasuk piramida.
Tentang piramida, ustaz ini bilang bahwa: “Piramida dibangun (Firaun) untuk menunjukkan dia Tuhan di Mesir.” Kalimat ini kurang lengkap sampai jadi menyesatkan. Kenapa?
Bosque, alasan Firaun bikin piramida itu bukanlah karena piramida dapat menunjukkan bahwa dia adalah Tuhan, tapi karena bentuknya memang paling stabil untuk membuat bangunan besar!
Singkat kata, jangan salahkan piramidanya. Salahkan keinginan Firaun, dong!
Terus menurut si Ustaz, bentuk masjid yang paling benar itu apa, dong? Kubah?
Duh, Antum tahu nggak, kalau kubah baru populer jadi bentuk masjid pasca Hagia Sophia dijadikan masjid oleh Ottoman Turki? Sebelumnya, masjid ora ono sing nganggo kubah, Bro! Kubah sebelumnya dipakai di gereja-gereja musuh Allah, Bro! Mamam~
Terus, bedanya menara Masjid Al-Safar dan menara masjid-masjid lain gimana, dong? Kok yang satu kayak phallus, yang lain nggak? Hmm, bukannya semua menara bentuknya begitu, ya, Bro? Sejujurnya, phallus saya, sih, nggak kayak menara masjid apa pun. Jangan-jangan… phallus antum…. Hehe.
Berhubung tidak ada pakem gaya arsitektur masjid ajeg dalam Alquran, desain arsitektur masjid itu merupakan ijtihad tidak berhenti, menyesuaikan kondisi alam dan kemampuan membangun masyarakat. Yang penting adalah suci, Bosque. Ingat itu!
Keberagaman bentuk masjid adalah kekayaan Islam yang haqiqi. Ijtihad Ridwan Kamil dalam menghasilkan bentuk Masjid Al-Safar ini menggunakan pendekatan folding architecture: struktur dan bentuk bangunan yang tercipta dari proses melipat sebuah bidang.
Pendekatan ini diapresiasi oleh lembaga pemerhati arsitektur masjid di Arab Saudi, kok. Jadi, kalau orang-orang kita malah lebih ekstrem dalam menilai keberagaman dalam Islam ketimbang Arab Saudi, INI NAMANYA GAWAT!!!!11!!!1!!!
Di dalam video yang viral ini, si Ustaz juga mengajukan pertanyaan yang cukup absurd, tap halus, “Maka ketika salat, sebenarnya kita sedang menghadap siapa? Kita sedang menghadap Allah atau menghadap segitiga satu mata?”
Sambil ngomong hal ini, slideshow penyerta ceramah sang Ustaz berisi gambar mihrab masjid yang geometrinya segitiga dengan ornamen kaligrafi di atasnya. Edan, euy!
Sebenarnya, kalau tidak dikasih narasi seperti itu, bentuk mihrab-nya jauh dari segitiga satu mata alias logo illuminati. Malahan ya, secara kasat mata, logo illuminati lebih mirip sama logo salah satu ormas Islam yang ITU. Kalau mau adil, logo itu juga dituduh Illuminati, dong, nggak cuma Masjid Al-Safar. Kok suudzon pilih-pilih, sih, Pak Ustaz?!
Apakah ini semua gara-gara beda pilihan politik? Hehe.
EIts, tunggu—tuduhan saya bukan tidak beralasan, loh. Ustaz yang budiman ini bilang, “Saya undang Bapak (RK) untuk hadir di kajian saya. Silakan Bapak jelaskan, kita berdebat dalam kajian kami. Beliau tidak datang… Kalau beliau datang, alhamdulillah. Kami bersyukur, biar umat tahu siapa pemimpin mereka”.
Loh, loh, ini ngomongin RK sebagai arsitek atau pemimpin, sih??? Bapak fokus pada karya arsitekturnya Ridwan Kamil atau karier politiknya??? Yang jelas dong, Bosque. Kalau memang nggak suka Ridwan Kamil, ngomong langsung aja, Pak!
Saran saya, nggak perlulah bawa-bawa desain arsitektur. Sebagai arsitek, saya juga dirugikan, loh. Sungguh. Ke depannya, saya harus hati-hati menggunakan segitiga di rancangan desain saya daripada dituduh illuminati.
Ha daripada “cuma” dituduh, mending saya illuminati beneran yang konon menghasilkan banyak duit dan pengaruh, deh! Tapi boro-boro, saya ini kan cuma arsitek miskin yang pengin pakai segitiga biar bangunan rancangan saya gak boring. Itu aja. Titik!
Terus, saya penasaran: nanti, arsitek yang masih menghargai ceramah Bapak, tentu bakal mikir-mikir kalau dapat proyek menara dan gedung tinggi: “Aduh, saya bikin menyerupai phallus gini, dosa nggak, ya?”
Di akhir cuplikan video, ustaz bersuara merdu ini menyampaikan pesan pamungkasnya: “Hati-hatilah siapa pun yang berkomitmen dengan iblis dan dajjal akan dibikin terkenal.”
Sungguh, logika kalimat bapake ini, kalau diibaratkan dengan soal-soal yang ada di UMPTN, adalah: “benar-benar tidak berhubungan”.
Ya gimana, loh, maksud ustaz ini? Ridwan Kamil ingin terkenal, makanya ia berkomitmen dengan iblis dan dajjal, gitu? Dih, memangnya satu-satunya jalan terkenal cuma lewat dajjal? Apakah orang yang akhirnya terkenal itu hanya gara-gara dajjal?
Please, lah, itu gunanya, fokus, Pak. Kalau tidak sepakat dengan sikap politik orang, ya, kritiknya ke sana aja, Us, nggak usah meluber ke mana-mana. Memangnya, Pak Ustaz nggak kesian sama orang-orang kayak saya yang kena luberan-nya gini?
Huh, baru juga Lebaran, eh udah kena luberan masalah gara-gara berita Masjid Al-Safar ini—dan tentu saja si Ustaz—kian terkenal di mana-mana.
Eh, tunggu—kalau Pak Ustaz ikutan jadi terkenal, itu gara-gara dajjal juga, bukan, ya?!