Bukan Takut Jokowi atau Prabowo Jadi Presiden, Tapi Ini yang Ditakuti Orang Flores

MOJOK.COTakut #DuaPeriode atau #2019GantiPresiden? Takut yang jadi presiden Jokowi atau Prabowo? Orang Flores mah tidak sepengecut itu, Sodara!

Saya ada di Flores dan tidak lama keluar selama masa suksesi yang baru lewat. Dua minggu saja, ke Kupang, ikut kegiatan dan bertemu Wankawan. Selebihnya, stay cool di Flores. Jadi, saya tahu cukup baik narasi-narasi apa saja yang berkembang di tengah masyarakat menyangkut 01 dan 02. Sedikit saja yang beradu program, baik di sosmed maupun di warung-warung kopi, studio foto, atau di kompleks tempat saya tinggal. Sisanya, orang-orang bicara soal perasaan.

Macam-macam perasaan diungkapkan. Misalnya, “Harus Jokowi lagi, sa senang punya presiden yang merakyat juga sederhana!”

Lain lagi, “Kita butuh Pak Prabowo. Sa suka belio pu ketegasan. Bukan kaleng-kaleng, belio itu!”

Rumusan lain, “Bangsa yang kekanak-kanakan ini butuh sosok ayah. Itu hanya ada dalam diri Ma’ruf!”

Atau, “Hoiiiii, zaman su berubah. Kita butuh Sandiaga. Cakep dan mileneal!”

Suka, senang, butuh, itulah yang mengemuka. Namun, bukan hanya itu. Ada satu lagi. Ketakukan.

Hoo, baiklah kalau kau mau Jokowi lagi. Sa takut Jakarta itu bisa hancur kalau demo tiap saat!”

“Ma’ruf? Kau tidak takut usia beliau yang makin senja itu? Kalau terjadi apa-apa di tahun kedua atau ketiga, bagaimana?”

“Oke kalau you mau Prabowo. Saya takut saja kepala Menteri Agama nanti dia buat macam mimbar pidato yang dia hantam ulang-ulang itu…”

“Iya, cakep sih iya. Mileneal sih iya, tapi itu tidak cukup. Sa takut kalau tiba-tiba ada pemilihan Sekjen PBB lagi, Uno lepas Indonesia dan ikut calonkan diri, macam dia lepas DKI…!!!”

Macam-macam. Orang Flores itu tidak beda sama orang Jawa. Banyak maunya. Mau pacarnya harus yang begini lah, mau telur harus mata sapi lah, mau kopi tanpa gula lah, aneh-aneh pokoknya. Namun, kalau mau jujur, bukan ini sebetunya yang orang Flores takuti, sekarang. Sebelum Pemilu sih iya, tapi sekarang tidak lagi. Yah, ini semua gara-gara Paskah yang mepet langsung selepas Pemilu. Jadi, apa yang baru-baru ini orang Flores takuti?

Listrik padam tiba-tiba

Dahulu, orang Flores takut setan. Tapi kini, listrik padam tiba-tiba jauh lebih horor. Apalagi, di luar hujan angin. Sungguh, neraka tak abstrak lagi saat itu. Neraka adalah saat hape baru 5 persen, dan dunia mendadak gelap. Rencana selfie di gereja bakal gagal total.

Ini belum seberapa. Tuntutan untuk tampil wouuw saat misa Paskah, buat kebutuhan akan listrik mengalahkan kebutuhan akan pelukan. Jomblo tak masalah, asal listrik tidak padam saat sedang catok rambut. Neraka menemukan pengertiannya yang makin jahanam di momen macam ini. Sedang hepi-hepinya lihat rambut yang mendadak gemilang di cermin, tiba-tiba listrik padam. Kata-kata kotor dalam aneka bahasa serentak disemprot bagai peluru di moncong senjata.

Fakta ini sebetulnya melampaui kebutuhan akan selfie atau soal kecantikan semata. Ia bicara lebih tegas soal perhatian negara yang kerap tidak adil. Jawasentris itu bukan lagi hal baru. Bagian lain Indonesia sudah tahu kalau pembangunan dan perhatian di negeri ini tidak merata. Pilih kasih itu masih terasa. Kasihan Indonesia Timur. Macam masih anak tiri saja, kata para komika Stand Up Comedy.

Jadi, siapa pun yang jadi presiden, orang Flores tidak takut. Orang Flores takut kalau tanpa basa-basi, listrik padam saat kue Paskah belum matang, saat tengah belajar siap diri untuk Ujian Nasional, saat jagoan sedang berlaga di Champion League, atau saat mengerjakan RPP bagi guru-guru di kampung-kampung. Listrik, plisss berdamailah.

Cairan lilin Paskah

Saat malam Paskah, lilin memainkan peran penting. Lilin adalah simbol terang. Secara teologis, lilin menandakan Kristus yang bangkit setelah mati akibat dosa umat manusia. Kegelapan akibat dosa dan khilaf berganti cahaya sebagai awal babak baru keselamatan. Lewat lilin, Allah menjadi sangat solider. Solidaritas radikal menyata lewat dikurbankannya Putra-Nya Yesus Kristus wafat di kayu salib. Paskah adalah momen manakala Allah orang Kristen mempresentasikan diri-Nya sebagai Allah yang iba dan tidak lepas tangan.

Jadi, bukan Jokowi atau Prabowo, cairan lilinlah yang ditakuti, Kaka. Saking takutnya, orang Flores akan menyiapkan karton atau kertas tebal, digunting bulat, dengan lubang di tengah tempat lilin ditancap. Cairan yang meleleh saat sedang seriusnya mengikuti upacara, sungguh akan sangat mengganggu bila sampai mengenai tangan. Belum lagi mengenai gaun atau celana yang baru dibeli. Sungguh, Malam Paskah bisa saja berubah jadi malam dengan makian kecil dalam hati.

Itu baru relasi cairan lilin dengan diri sendiri. Belum dengan gereja itu sendiri. Sehingga, sebelum misa, di beberapa gereja, petugas akan mengumumkan, “Mohon perhatian, diharapkan agar lilin tidak dipasang di bangku gereja, atau cairannya jangan sampai jatuh ke lantai. Jangan mempersulit petugas yang akan membersihkannya untuk perayaan selanjutnya!” Kurang lebih seperti itu. Ketakutan pada cairan lilin ini, bisa sampai segitunya. Jadi, maaf-maaf saja buat Cebong dan Kampret di luar sana.

Jerawat

KBBI offline mengartikan jerawat sebagai bisul kecil-kecil berisi lemak, terutama pada muka. Saya kira bukan orang Flores saja. Siapa pun sangat benci pada yang bernama jerawat itu. Produk kontra-jerawat baik sabun, pelembap, dan lain-lain, dibuat khusus untuk melawan jerawat itu. Makin ada-ada saja merk dan namanya. Semua satu tujuan, mencegah yang terburuk berkuasa, eh, mencegah jerawat tumbuh. Bisa marah Tuan Magnis, kalau saya permainkan ucapannya.

Ketakutan orang Flores ialah jerawat tumbuh saat mau Paskah. Kecantikan dan ketampanan akan terancam. Aura akan dibunuh. Kepercayaan diri akan dibantai oleh bintik-bintik menyebalkan itu. Di dagu atau di jidat mungkin efeknya tak terlalu. Sialnya, kalau tumbuh bebas di hidung atau di bawah mata atau di pipi. Sungguh, Paskah akan dirayakan dengan tidak bebas merdeka.

Belum lagi bertemu teman-teman atau keluarga yang selalu memandang jerawat sebagai pertanda. “Cie, yang lagi sayang-sayangnya…”, “Uhuk, lagi kangen siapa tuh?” Sungguh sangat-sangat tidak enak, Kaka. Serius. Gaun baru atau kemeja kotak-kotak baru akan hilang pesonanya, gara-gara jerawat jahanam yang datang tanpa diundang.

Jadi, begitu. Paskah baru saja dirayakan. Survei atau quick count atau exit poll atau meme-meme propaganda itu mah terserah. Mau Jokowi atau Prabowo itu juga terserah. Asalkan listrik tidak padam tiba-tiba, cairan lilin Paskah tidak merembes ke sembarang arah, juga jerawat sialan tidak tumbuh tanpa diminta. Orang Flores mah gitu, Kaka. Bisa sangat idealis menentukan jagoan, bisa pula sangat realistis berhadapan dengan situasi. Selamat Paskah eee.

Exit mobile version