Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Benarkah Berhenti Merokok Bisa Membuat Kita Kaya?

Puthut EA oleh Puthut EA
3 Januari 2018
0
A A
Benarkah Berhenti Merokok Bisa Membuat Kita Kaya?

Benarkah Berhenti Merokok Bisa Membuat Kita Kaya?

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – “Mari cek apakah hitung-hitungan menabung lewat berhenti merokok itu masuk akal.”

Setiap awal tahun, pasti ada saja resolusi tahun baru. Selain tentu saja ramalan bintang dan shio, tidak lupa aneka kiat dan siasat, mulai dari hidup sehat sampai hidup hemat.

Salah satu yang kerap terjadi adalah kiat hidup hemat pangkal kaya dengan cara berhenti merokok. Kalau untuk tema kesehatan, okelah masih bisa diperdebatkan. Tapi, kalau soal bisa kaya karena berhenti merokok, mari kita uji secara rasional dan kritis.

Berhenti merokok bisa kaya karena misalnya sehari pengeluaran seseorang untuk merokok seharga 20.000 rupiah, kali sebulan: 600.000 rupiah. Kalikan setahun? Sebesar 7.200.000. Kalikan 10 tahun? Jadilah angka 72.000.000 rupiah. Besar sekali ya? Oya? Benarkah?

Mari kita ambil contoh seorang penulis seperti Iqbal Aji Daryono. Satu esainya yang dimuat di sebuah media onlen nasional diberi honorarium minimal 1 juta rupiah. Untuk membuat esai itu, dia hanya butuh menghabiskan setengah bungkus rokok. Itu artinya, dengan asumsi sebungkus rokok seharga 20.000 rupiah, maka Iqbal hanya dengan modal 10.000 rupiah, dalam waktu kurang dari 2 jam, melipatgandakan modal tersebut menjadi 1 juta rupiah. Berapa kali lipat? Seratus kali lipat.

Itu baru Iqbal. Belum Agus Noor, dengan modal sekira 5 bungkus rokok, dia bisa menyelesaikan satu naskah drama yang konon harganya belasan juta bahkan lebih.

Itu dari sisi penulis. Saya ambil contoh yang lain. Desainer grafis seperti Ega Fansuri atau Azka Maula, misalnya. Harga desain sampul buku mereka berdua 750.000 rupiah. Sekali mendesain buku, paling tidak habis setengah bungkus rokok. Kalau sehari mereka menghabiskan sebungkus rokok untuk mendesain 2 sampul buku, maka hanya dengan modal 20.000 mereka meraup uang 1,5 juta.

Kalau saya paparkan lagi ke profesi lain, Anda bisa lebih menjerit lagi. Misalnya, perupa yang anggaplah menyelesaikan lukisannya dengan ukuran 2 x 3 meter. Anggaplah diselesaikan dalam waktu 10 hari. Sehari katakanlah habis 2 bungkus rokok. Berarti selama 10 hari habis 20 bungkus rokok. Artinya uang yang dikeluarkan untuk merokok sebesar 400.000 rupiah.

Kalau perupa itu masih tahap pemula, lukisan seukuran itu dihargai antara 30 s.d. 40 juta. Kalau lumayan terkenal, bisa sampai 100-an juta. Kalau terkenal, yah 200-an juta. Kalau terkenal banget, bisa di atas semiliar!

Kok hitung-hitungannya disimplifikasi hanya rokok saja? Kenapa kreativitasnya tidak diperhitungkan?

Lha kan yang memulai menghitung dengan cara simplifikasi itu yang duluan ngasih kiat kaya dengan cara berhenti merokok, bukan? Mereka melepaskan rokok dari sekian konteks lain. Seakan merokok merupakan perbuatan paling sia-sia dan tak berguna.

Itu pun belum jika saya hitung harga lain yang harus dibayar orang jika berhenti merokok. Ini berdasarkan riset kecil-kecilan saya.

Beberapa teman saya berhenti merokok, tapi ngemil sebagai gantinya: ngemil. Harga rokoknya 20.000 rupiah, ngemilnya habis 25.000 rupiah. Malah tekor, kan?

Tapi, yang sangat jarang dilihat oleh banyak orang adalah efek rekreatifnya. Bayangkan, Anda seorang pekerja kasar. Sehari membawa pulang uang 75.000 rupiah. Pulang. Capek. Penat. Lungkrah. Masak sih menghadiahi diri dengan merokok setengah bungkus saja tidak boleh? Padahal besok harus bekerja keras lagi. Mereka juga perlu menghadiahi diri sendiri. Terkadang, para aktivis antirokok yang kebanyakan kelas menengah ngehek itu, sering mengkritik: “Sudah miskin, merokok!”

Mereka belum pernah dibentak balik, “Ini duitku sendiri, hasil kerja kerasku sendiri, mau kupakai untuk ngerokok atau makan sate, ya suka-suka aku. Asal bukan untuk melakban mulutmu!”

Mereka sih enak, capek kerja pergi ke kafe, kalau nggak ya nonton film ke bioskop.

“Tapi kan lebih baik uang itu dipakai untuk membelikan lauk dan susu anak?” sergah kaum antirokok.

Jawabannya juga bisa tak kalah galak, “Kau pikir aku nggak ngasih anakku makan? Mana ada orangtua yang tega anaknya kelaparan sementara kami udad-udud? Memangnya kami sebejat itu?!”

“Tapi kan merokok mengganggu kesehatan?”

Nah kan, perdebatannya mulai dibelokkan. Kalah debat kok ngepot. Kalau debatnya soal itu, beda lagi kamar debatnya. Katanya kritis kok nggak tahu semesta perdebatan. Ini kamar debat untuk menguji benarkah berhenti merokok bisa membuat kita kaya? Paham, kan?

Kenapa hal ini layak dibantah? Karena penyakit simplifikasi itu tak baik buat otak kita.

Nggak suka merokok silakan. Nggak suka orang merokok juga silakan. Tapi, kalau mulai mengeluarkan argumen, ya mari kita beradu kekuatan pikiran.

Simplifikasi seperti itu mirip seorang ustad yang gemar sekali menyindir orang merokok. “Giliran nyumbang kotak mesjid, 2.000 rupiah. Tapi sekali merokok habis 20.000 rupiah.” Sungguh ini pernyataan yang aneh.

Si ustad kenapa nggak berpikir, orang yang membeli rokok sebungkus 20.000 rupiah, justru ketika menyumbang masjid ya makin banyak. Bisa 100.000, bisa 200.000, bisa sejuta. Dan kenapa dia bisa punya kesimpulan seperti itu? Seakan yang tidak merokok lalu menyumbang lebih banyak dari yang merokok. Padahal bisa jadi pas kotak sumbangan lewat di depannya, hanya digeser begitu saja.

Simplifikasi, hitam-putih dalam memandang hidup dan perilaku manusia, memang kerap mengganggu akal sehat kita.

Ngomong-ngomong, tulisan ini dibuat dengan hanya menghabiskan dua batang rokok saja.

Terakhir diperbarui pada 8 November 2018 oleh

Tags: Anti rokokargumenberhenti merokokhematkreatifnabunguang
Iklan
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Bagiku yang Pelajar, Uang Itu Penghalang. MOJOK.CO
Kilas

Bagiku yang Pelajar, Uang Itu Penghalang

11 Juni 2023
pahlawan pertama di uang rupiah mojok.co
Ekonomi

Siapa sih Pahlawan Pertama di Uang Rupiah Terbitan Bank Indonesia?

17 Desember 2022
Indra Ismawan: The Art of Money, Mengenal secara Mudah Seni Mengelola Uang
Movi

Indra Ismawan: The Art of Money, Mengenal secara Mudah Seni Mengelola Uang

22 Agustus 2022
Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Budiharto Setyawan menyerahkan pecahan uang seri terbaru emisi 2022 kepada Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di JEC
Kilas

Catat, Jadwal Masyarakat DIY Mulai Bisa Gunakan Uang Baru

21 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Sheila on 7 Legenda yang Sederhana, Bikin Fans Merasa Dekat MOJOK.CO

Sheila on 7 Menjadi Legenda Bukan Hanya karena Musik, tapi Juga Fashion Mereka yang Sederhana dan Membuat Fans Merasa Dekat

16 Juli 2025
Anggota pencak silat PSHT iri dengan aura farming pacu jalur MOJOK.CO

Aura Farming Pacu Jalur bikin Iri Orang PSHT: Sama-sama Mendunia tapi PSHT bikin Malu, Diajak Perbaiki Diri Nggak Mau

18 Juli 2025
ponpes al fatah.MOJOK.CO

Hak Prerogatif Tuhan di Ponpes Waria Al Fatah

14 Juli 2025
Festival Dolanan di Borobudur: Komitman Pemprov Jateng libatkan anak dalam pembangunan MOJOK.CO

Komitmen Pemorov Jateng: Suara Anak-anak Jadi Pertimbangan Kebijakan untuk Pembangunan Ramah Anak

13 Juli 2025
4 Dosa Warteg Mempermainkan Menu demi Untung Besar, tapi Bikin Rugi Pelanggan Mojok.co

4 Dosa Warteg Mempermainkan Menu demi Untung Besar, tapi Bikin Kapok Pelanggan

15 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.