Abang Tifatul Sembiring baru-baru ini dikritik habis-habisan oleh (((warganet))). Yah, warganet siapa lagi kalo bukan para cebongers yang menganggap doa Abang Tifatul itu merupakan ungkapan kritik dan sindiran. Doa di Sidang Tahunan MPR kok disisipin ungkapan yang nyerang gitu, nggak elegan banget. Begitu katanya.
Idih, amit-amit. Nggak ada yang salah kok dari Abang Tifatul waktu baca doa itu. Yang salah ya kuping kalian, denger orang berdoa kok kepanasan. Setan, kali?
Coba, tunjukkan apanya yang salah dari doa begituan.
Gemukkanlah badan beliau, ya Allah … karena kini terlihat semakin kurus.
Masak cuma doa supaya gemuk aja pada sewot. Orang yang didoain Pak Jokowi, bukan ibu-ibu PKK. Kalau yang didoain begitu ibu-ibu PKK, itu baru masalah serius. Boro-boro doa, lha wong foto kelihatan tembem dikit aja bisa berpotensi melahirkan kemarahan junta militer rumah tangga.
Lagipula, dengan doa supaya badan Pak Jokowi gemuk, bukankah itu tanda Abang Tifatul pengen Pak Jokowi kelihatan makmur? Jadi, apanya yang salah? Doa Abang Tifatul Sembiring semacam ingin menunjukkan bahwa Presiden yang bagus itu yang kelihatan makmur. Lihat presiden sebelumnya, misalnya … yang kantong matanya berisi banget dan terbukti makmur sekali sampai anaknya sukses-sukses. (Sukses jadi mantan calon gubernur-laaah, hahaha. Apa lagi? Sukses jadi mantan saksi di KPK soal Candi Hambalang? Hmmm.)
Nah, kalau presiden kok sampai kurus itu berarti ada yang salah. Masak merawat badan sendiri aja nggak bisa, gimana mau ngurus Indonesia? Gimana coba kalau Pak Presiden sakit karena badannya yang kurus? Itu adalah kekhawatiran yang merupakan bukti sayang Abang Tifatul.
Apalagi doa Abang Tifatul ini sebenarnya ingin agar Pak Presiden bisa lebih sehat, kok. Coba deh simak lagi.
Kami lihat beliau kurang waktu untuk beristirahat, setiap hari pasti capai dan lelah …. Limpahilah beliau dengan kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan tugasnya.
Dari doa tersebut bisa dilihat bagaimana Abang Tifatul menganggap badan kurus itu berpotensi sekali kena banyak penyakit berbahaya. Ini benar-benar doa yang memancarkan aroma ketulusan. Sebab penyakit seperti pilek, batuk, meriang, sampai masuk angin itu bahaya banget. Jangan sampai waktu mimpin rapat kabinet di leher presiden masih ada merah-merah bekas kerokan semalem. Nggak oke banget. Mbok ya yang lebih keren dikit.
Masak pemimpin negara level penyakitnya sama kayak wartawan yang nggak pernah bisa belanja ke mal? Kan memalukan sekali. Seharusnya penyakit sekelas pejabat itu macam darah tinggi, kolesterol, atau jantung koroner. Penyakit-penyakit yang lebih berpotensi menyerang orang-orang yang punya berat badan lebih berisi atau pejabat-pejabat yang nggak sudi makan di warteg.
“Lho, ke mana Arlian Buana kok nggak masuk kerja?” kata Agus Mulyadi.
“Anu, lagi bedah jantung di Rumah Sakit Internasional Timur Leste,” jawab Prima Sulistya.
Keren, kan?
Bandingkan dengan ini:
“Lho, Iqbal Aji Daryono kok balik ke Indonesia?” tanya Ega Fansuri.
“Yawla, kamu nggak tahu? Beliau itu lagi kontrol penyakit gondongen kronis ke tukang pijet di Bantul. Dokter satu Benua Ostrali udah pada angkat tangan semua,” jawab Dony Iswara.
Ramashoook.
Di sisi lain, Abang Tifatul mungkin melihat bahwa kekurusan presiden ini karena menghadapi berbagai masalah di negeri ini yang nggak kunjung padam. Dari harga garam beryodium yang naik, tapi harga micin yang cenderung stabil, sampai kekhawatiran disuruh nyanyi Mars Perindo kalau mendadak diundang oleh mitra baru. Hmmm … benar-benar masalah yang rumit.
Jadi, maksud Abang Tifatul itu baik. Mbok ya sekali-sekali Presiden itu rileks gitu lho. Santai. Nggak usah serius-serius amat mikir negara, lha wong negara juga nggak mikirin kita seserius itu kok. Cobalah bikin lagu, jadiin album musik. Presiden tapi bisa bikin 40 lagu dan melahirkan lima buah album. Masuk rekor MURI pula. Lagi sibuk-sibuknya tapi masih sempat bikin sebuah karya seni berkualitas. Apa nggak multi-talent banget?
Kalau ada yang nanya, waktu jadi presiden produktif, kok waktu udah nggak malah gak bikin apa-apa? Kan udah nggak butuh refreshing lagi, Malih.
Jangan kayak yang sekarang, refreshing malah nanya nama-nama ikan terus bagi-bagi sepeda. Nggak berfaedah blas, dan nggak ada nilai art-nya babar blas. Kalau cuma begitu mah, Dewan Museum yang nyamar jadi legenda musik Indonesia yang aslinya udah dituker alien itu juga pasti bisa.
Doa Abang Tifatul itu sudah sesuai dengan porsinya, kok. Sebagai mantan Menkominfo yang nggak pernah butuh internet cepet, beliau menyayangi pemimpin negara yang pernah diharapkannya dengan kesabaran level tinggi. Kebaikan-kebaikan Abang Tifatul itu sudah mendarah daging. Kan itu memang sudah jadi tugasnya. Termasuk mendoakan yang baik-baik, itu juga sudah menjadi tugasnya.
Kalau memang selama menjalankan tugas menterinya Abang Tifatul belum bisa maksimal, ya mbok dimaklumi. Jangan direcoki atau dikritik model begitu. Kasihan. Namanya juga ulama. Eh, manusia.