12 Poin Kunci untuk Memahami Kasus Cambridge Analytica

MOJOK.CODi sini mah pada diem-diem bae ya sama kasus Cambridge Analytica. Asli, masalah ini parah banget. Inget lho, ini pelajaran buat pilpres 2019.

Berikut adalah poin-poin sederhana yang bisa Anda baca untuk memahami kasus Cambridge Analytica. Saya menggabungkan berita dari beberapa artikel dan mencoba mengurutkan secara sistematis agar lebih mudah Anda cerna.

1

Cambridge Analytica (CA) adalah sebuah perusahaan kolektor data yang berfokus pada kampanye bisnis dan politik. Dengan menggunakan data-data yang dikumpulkan CA, klien CA dapat lebih efektif menentukan strategi penjualan ataupun kampanye politik yang ingin dilakukan.

Contoh kasus: misalkan Anda berniat mencalonkan diri menjadi kepala daerah wilayah Wugiwuzkordensakuluwu, CA akan membantu mengumpulkan data mengenai penduduk daerah Anda: mulai dari jumlah pemilih aktif, isu yang disukai masyarakat daerah Anda, hingga figur seperti apa yang dibutuhkan masyarakat anda.

Misal dari data tersebut disimpulkan wilayah Wugiwuzkordensakuluwu 90% pemilihnya adalah penggemar Harry Potter, maka kandidat yang memakai kacamata bulat dengan codet di jidat kemungkinan terpilihnya lebih besar daripada kandidat bermuka pucat berkepala botak tanpa batang hidung. Tentu Anda bisa merespons data ini dengan membeli kacamata bulat dan melukai jidat anda. Kira-kira begitu, lah.

2

Dari pengakuan Christopher Wylie, whistleblower pertama kasus ini sekaligus mantan anggota CA yang diwawancara secara indah oleh The Guardian, semua berawal saat CA menjadikan Steve Bannon sebagai klien sekitar tahun 2013. Bannon ini sendiri adalah penasihat kampanye Trump nantinya. Nah, Wylie dan Bannon, setelah mendapatkan investasi dari Robert Mercer (semacam horang kayah kayak Hary Tanoe), kemudian mencari solusi untuk menyelesaikan tugas mahapenting: menganalisis perilaku kepribadian dan memprediksi kepercayaan politik para voter demi merumuskan strategi pemenangan Trump. Sebagai kandidat presiden yang seksis dan rasis, tentu dibutuhkan propaganda efektif untuk bisa memenangkan si Oranye Ding Ding Dong ini.

3

Akhirnya Wylie dan Bannon melakukan pencarian sebuah metode yang bisa melihat pikiran dan tabiat para calon pemilih. Di sinilah Wylie dipertemukan dengan Aleksandr Kogan. Kogan adalah profesor psikologi dari Universitas Cambridge. Kepada Wylie, Kogan mengaku memiliki cara untuk mengetahui tabiat kelompok usia tertentu (khususnya pemilih muda). Dengan mantap, Kogan menawarkan solusi pamungkas: kuis kepribadian macam “Siapakah Dirimu dalam Film Harry Potter?”. Wylie takjub dan bersedia membiayai pembuatan aplikasi kuis imut tersebut menggunakan uang horang kayah Mencer tentu saja.

4

Sebagai lalu lintas terbesar netizen, Facebook dipilih sebagai platform utama distribusi aplikasi Kogan. Kogan lalu meminta izin kepada Facebook untuk menyebarkan aplikasi kuis tersebut atas nama “penelitian”. Facebook mengizinkan. Entah bagaimana Facebook mempercayai hal tersebut. Mungkin di depan seorang profesor, Zuckerberg yang tidak lulus kuliah jadi agak grogi. Hasilnya: 270 ribu orang menggunakan kuis tersebut.

5

Pokok permasalahan di “penelitian” ini ada dua hal: pertama, untuk mengikuti kuis kepribadian, pengisi kuis akan diminta menyetujui terms and condition yang isinya mengizinkan Kogan untuk mengakses list pertemanan sang pengisi kuis. Saya beri contoh: apabila seorang anak bernama Solihun mengikuti kuis ini, Solihun juga memberikan izin kepada Kogan untuk mengakses data ayah Solihun, kakak Solihun, sampai mantan Solihun yang sudah tidak membalas chat-nya lagi. Padahal kita semua tahu, tidak ada perbuatan yang dianggap paling sia-sia dibanding membaca terms and condition sebuah aplikasi. Pokoknya kalau ada halaman term and conditions mayoritas manusia yang berakal langsung mencentang “yes, I agree”.

Alhasil, meskipun “hanya” 270.000 orang yang mengikuti kuis tersebut, Kogan berhasil mengumpulkan data hingga 50 juta penduduk AS tanpa disadari orang-orang tersebut atau mereka emang masa bodoh berkat justifikasi term and conditions yang telah disetujui tadi. Kedua, saya lupa apa masalahnya, tapi karena yang pertama sudah terhitung licik dan menyalahi hukum, saya kira cukup.

6

Data yang diteruskan dari Kogan kepada CA kemudian digunakan CA untuk kepentingan database perusahaannya. Alhasil, dari kuis-kuis kepribadian sederhana itu, CA tidak hanya memiliki nama, umur, tempat tinggal, pandangan politik, pandangan keagamaan, film favorit, buku favorit, hingga interaksi pengguna facebook sebagai data dasar setiap pengguna, tapi juga mampu menganalisis cara pandang pengguna Facebook terhadap suatu hal yang menunjukkan kepribadiannya. Bekal ini sangat cukup untuk menjadi landasan strategi politik si Oranye Ding Ding Dong pada pemilu presiden.

7

Channel 4 mengunggah video perbincangan timnya dengan para petinggi CA: Alexander Nix, Mark Turnbull, dan Alexander Tyler di beberapa kesempatan berbeda. Tim Channel 4 menyamar sebagai calon klien yang seolah meminta portofolio CA di sektor politik. Petinggi CA kemudian dengan lugas menceritakan pengalamannya mengendalikan semua kampanye digital Trump hingga berhasil memenangkannya berkat data tersebut. Tentu saja video ini diambil secara diam-diam dan langsung viral. Channel 4 dan The Guardian pun sudah setahun belakangan menginvestigasi CA karena CA diduga telah menggunakan database ilegalnya untuk terlibat pada kampanye Brexit. Penyadapan memang baiknya dilawan dengan penyadapan pula. Nah, sadap, sadap apa yang presiden? Yak tul, Sadap Husein. Sadap, sadap apa yang artis? Yak, Isadap Sarasvadap. Sadap, sadap apa yang.. yasudah next.

8

Contoh kasus penggunaan database untuk kepentingan Trump terjadi pada kampanye hitam “Defeat Crooked Hillary” yang sudah ditonton hingga 30 juta orang pada masa pemilu. Kampanye ini dimulai secara perlahan dengan menyuntikkan berita di arus utama (istilahnya, bloodstream) internet melalui proxy organizations (biasanya adalah organisasi sipil, aktivis, ataupun charity yang memang sudah terbentuk).

Berbagai berita buruk soal Hillary pelan-pelan diunggah ke internet dengan konsisten mengusung target audiens para pemegang hak suara yang masih limbung pendiriannya, namun agak condong ke Hillary (yang diketahui berkat database CA). Lambat laun berita ini menjamur di berbagai portal. Saat waktunya tepat, tim kampanye Trump memulai propaganda dengan unggahan video perihal Hillary dan timnya yang korup sebagai ancaman kepentingan nasional AS.

Secara otomatis, para “pemilih mengayun” (eh swing voters bahasa Indonesianya apaan sih?) yang melihat propaganda ini segera melakukan riset tentang kebenaran berita tersebut. Ketika mereka berselancar mencari informasi di internet, tentu yang mereka temukan sebagian besar hanyalah berita bernada sama akibat suntikan informasi dari proxy organizations tadi yang sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Hal ini kemudian turut memengaruhi pendirian para pemilih tersebut.

9

Facebook tersorot ke dalam arus persoalan ketika Sandy Parakilas, mantan manajer operasional Facebook, menjadi whistleblower kedua lewat The Guardian. Menurutnya, Facebook ternyata secara mengejutkan tidak mempunyai kontrol apa pun terhadap data pengguna Facebook yang diakses oleh para developer partner dari Facebook, termasuk Kogan dan CA.

Facebook sama sekali tidak mengetahui untuk apa data user digunakan para developer, tidak pernah ada pula monitoring atau evaluasi berkala. Padahal Facebook mempunyai kekuatan untuk mencegah kebocoran data ini terjadi. Yang menyedihkan, menurut Parakilas, Facebook sengaja tidak proaktif mempertanyakan ke mana data Facebook digunakan developer karena hal tersebut akan memberikan keuntungan bagi Facebook di mata hukum kalau-kalau sesuatu yang buruk terjadi.

10

Sedikit kembali ke 2015, sebenarnya CA sudah melakukan uji coba proyek ketika mencoba memenangkan Ted Cruz di konvensi capres Partai Republik AS, lewat strategi kampanye digital berdasarkan database hasil pelanggaran privasi tersebut. Nahas, kampanye Ted Cruz ketahuan memanfaatkan 1 juta data pribadi pengguna Facebook tanpa izin yang berujung pengecaman besar-besaran.

Pada saat itu, Facebook membuat kebijakan untuk menghapus semua aplikasi kuis kepribadian dan meminta Kogan menghapus semua database yang sudah dikoleksi berkat aplikasi kuis tersebut. Kogan menuruti dan kemudian memerintahkan CA untuk melakukan hal yang sama karena CA juga mempunyai semua kopi data Kogan. CA pura-pura menurut namun sebenarnya tidak. Dasar kau mawar berduri.

11

Terbongkarnya kasus pelanggaran privasi oleh CA lewat data pengguna Facebook ini yang membuat Mark Zuckerberg kemudian dipanggil oleh Digital, Culture, Media, and Sport Committee (DCMS) Inggris Raya. Zuckerberg diminta untuk datang ke DCMS memberikan klarifikasi: Apakah Facebook adalah anak polos yang menjadi korban atau ia justru pelakor, eh pelaku?

Sembari huru-hara ini terjadi, beberapa investor Facebook melayangkan tuntutan kepada Zuckerberg, Pergerakan #DeleteFacebook muncul dan diikuti begitu banyak orang, dan saham Facebook pun terjun bebas sebesar 5,2% pada 19 Maret 2018, dan turun kembali 2,6% pada 20 Maret. Harap tenang, Mark, ini ujian. Pelan-pelan, Mark, lantai sedang basah. Hati-hati Mark, ada pekerjaan jalan.

12

Edward Snowden, bapak whistleblower dunia, mengatakan bahwa Facebook adalah perusahaan penyadap. Menurutnya, keberhasilan re-branding perusahaan penyadap seperti Facebook ini dengan membawa istilah “media sosial” merupakan penipuan paling sukses sejak Ministry of War (Kementerian Perang) berhasil mengubah nama menjadi Ministry of Defense (Kementerian Pertahanan). Pantes waktu kecil ibu saya sedih sekali kalau saya sudah keasyikan main Facebook, ternyata selain beliau sadar akan bahayanya disadap, ternyata saya juga main Facebook-nya sambil merampok bank… hehehe.

Exit mobile version