MOJOK.CO – Ada misi terselubung dari program Wali Kota Depok diperdengarkan di lampu merah. Selain mengatasi pengamen, program ini benar-benar mengatasi kemacetan!
Melihat berbagai cercaan dan kritik yang melayang ke Wali Kota Depok, Mohammad Idris Abdul Somad, soal program lampu merah yang dikasih lagu dengan suaranya sendiri, saya kok jadi heran dengan netizen kita ini ya?
Memang apa salahnya seorang wali kota memamerkan suaranya lewat pengeras suara di perempatan lampu merah? Terutama kalau lampu merah itu memang sedang macet-macetnya? Kan bagus to? Ketimbang bising dengan suara klakson kan lebih baik bising dengan suara Wali Kota Depok.
Apalagi jika lagunya adalah lagu dengan irama dan lirik mendidik. Judul lagunya aja “Hati-Hati” dan liriknya berupa imbauan agar orang berhati-hati di jalan. Tuh, pesan moral dari lagunya aja kuat banget begitu. Lagu bagus dan lirik kuat begitu kok dikritik sih? Hadeh, dasar netizen amoral.
Ya aneh aja sih menurut saya. Kalau memang lagu “Hati-Hati” Wali Kota Depok ini dikritik habis-habisan, kenapa sih situ nggak nggak pernah mengkritik lagu Si Komo Lewat Tol. Kan jelas lagu itu isinya berupa pembodohan masyarakat. Nih coba lihat kalau nggak percaya.
https://www.youtube.com/watch?v=2i8acODLIxc
Gimana?
Si Komo yang lewat Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman bikin macet aja jadi lagu. Dinyanyikan anak-anak lagi. Udah gitu di sana ada lirik yang bilang polisi jadi bingung. Wah, parah. Ini mah menyepelekan kemampuan aparatur negara kita. Masa iya polisi sampai bingung cuma gara-gara satu komodo lewat?
Nah lho, coba bayangkan. Sangat merusak otak anak usia dini kan? Udah gitu komodo warnanya item putih lagi. Itu jenis Komodo apa emangnya woy? Komodo susu perah? Hadeh, jelas beda kelas kalau dibandingkan lagu “Hati-Hati” yang sangat berpendidikan dan dinyayikan Wali Kota Depok itu. Beda. Ibarat kamu membandingkan Ari Lasso dengan Ferry AFI.
Duh, duh, sedih betul saya mendengar wali kota idola dikritik kanan-kiri. Padahal blio hanya mau membahagiakan warga Depok lewat nyanyiannya lho. Ya kan, bahagia itu relatif. Bisa karena menikmati lagu dengan riang gembira lalu ikutan bernyanyi, atau malah tertawa karena merasa lagunya begitu sarat akan pesan komedi.
Ya kan bagus, sebuah ungkapan atau imbauan itu kan biasanya bisa semakin diingat kalau sarat dengan komedi. Dan sepertinya Wali Kota Depok sangat jago soal ini. Coba kalau nggak ada program ini, apa iya masyarakat Depok bakal ngeh soal kebijakan aparatur Pemkotnya sendiri? Kan belum tentu.
Lagian ya, Pak Wali Kota Depok juga kan pakai suara blio sendiri. Bukan suara suara hasil nyolong penyanyi lain atau suara dari korupsi. Gitu kok ya masih banyak amat sih yang nggak terima. Hm, apa karena yang nggak setuju ini nggak bisa nyanyi kali ya? Atau jangan-jangan ini cuma suara iri karena nggak bisa nyanyi kayak Pak Wali Kota Depok?
Hadeh, makanya kalau kepingin bisa nyanyi itu kursus nyanyi jadi wali kota. Konkret. Paham tangga nada itu urusan sekian, yang penting itu paham tangga politik.
Apalagi kemampuan “bisa nyanyi” ini sudah diakui sendiri oleh Pak Wali Kota Depok. Dari wawancara dengan Kumparan, Mohammad Idris mengaku dirinya bukan artis, tapi emang bisa nyanyi.
“Karena dalam event-event kadang-kadang saya bernyayi atau diminta menyanyi. Bukan saya artis, bukan ya. Karena memang bisa menyanyi,” kata Mohammad Idris penuh wibawa.
Ya kan yang penting bisa nyanyi. Perkara bagus atau nggak kan yang penting bisa dulu. Emangnya Ahmad Dhani itu suaranya bagus? Kan nggak ada apa-apanya dibandingkan Once Mekel—misalnya? Jadi yang penting itu bisa nyanyi dulu. Ya kan, Pak?
Menurut rencana, lagu ini awalnya mau dikasih dangdut. Namun karena dikhawatirkan masyarakat sekitar malah jadi joget di lampu merah dan semakin bikin macet, akhirnya yang dipilih adalah lagu-lagu Betawi dengan memasukkan unsur musik pop dan rap. Wedyan, jadi di lagu “Hati-Hati” Wali Kota Depok ada aksi blio nge-rap kayak Young Lex juga lho. Gimana? Keren nggak tuh?
Selain itu, program yang kelihatan aneh ini sebenarnya memiliki segudang misi terselubung dalam membebaskan kota Depok dari pengamen jalanan dan kemacetan.
Seperti misalnya, nasib pengamen jalanan di lampu merah kota Depok kan jelas bakal kalah saing kalau tiap hari lagunya Pak Wali Kota yang disetel. Ya jelas, bagaimana mungkin wiraswasta seperti mereka mampu melawan industri musik jalanan 4.0 yang dibiayai APBD begini?
Nah melalui adanya program lagu “Hati-Hati” Wali Kota Depok yang disetel di lampu merah, para pengamen jalanan akan menyingkir secara teratur. Pemkot Depok juga jadi nggak perlu mengeluarkan anggaran untuk Satpol PP dalam mengamankan para pengamen. Cukup setel lagunya Pak Wali Kota, masalah terselesaikan. Kota jadi bersih dari pengamen dan masyarakat kelas menengah bisa menikmati kehidupannya.
Visioner kan?
Selain itu, gara-gara lagu ini juga, warga Depok yang tidak setuju dengan program ini diperbolehkan juga kok kalau mau menyingkir dari jalanan lalu beralih ke transportasi massal. Ketimbang emosi denger lagunya Pak Wali Kota Depok misalnya.
Nah, mereka yang tidak memiliki jiwa seni dalam menghargai nyanyian Wali Kota Depok ini kan akhirnya bisa tuh naik KRL, helikopter, atau kapal selam untuk menuju Jakarta. Kalaupun tetep mau nekat naik motor atau mobil paling juga pada muter lewat Bekasi atau Tangerang.
Kalau macetnya terjadi di sana kan udah bukan urusannya kota Depok lagi. Bukan urusannya Pak Mohammad Idris lagi. Bukan jadi masalah Depok lagi. Dengan begitu persoalan kemacetan Kota Depok teratasi.
Hm, bener-bener nggak menyangka ya, program yang diremehkan banyak orang ini ternyata punya misi yang mulia sekali. Terima kasih Pak Wali Kota. Suara sampeyan memang suara emas.