MOP: Ketika Adik Tingkat di Kampus Tidak Tahu Arti Ishoma

Ishoma MOP MOJOK.CO

MOJOK.CODasar memang Mahmud itu kakak tingkat yang jahil, juniornya yang tidak tahu arti Ishoma pun dia jahili. Selamat menikmati MOP ini, kawan.

Sejujurnya saya kehabisan stok cerita MOP. Nah, ketika kehabisan stok cerita seperti ini, yang paling mudah dilakukan adalah menceritakan kisah-kisah jenaka kawan dekat saya di kampus.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepadanya, jika tidak lucu nantinya pasti salah teman saya. Kalau lucu, berarti suasana hati Anda sedang bagus. Orang bahagia katanya lebih mudah dibuat tertawa. Hehe…

Oleh sebab itu, demi menjaga keamanan nasional, namanya saya samarkan dan kita sebut saja Mahmud.

Tak jadi lewat kalau begitu…

Mahmud ini adalah mahasiswa asal Halmahera. Sehari-hari hidupnya di kampus, tidak memiliki tempat tinggal. Tidurnya dari kosan ke kosan, sekretaria ke sekretariat. Orangnya ceking dan jarang mandi. Walau begitu, Mahmud adalah pimpinan lembaga di kampus dan sudah menjabat selama dua periode.

Suatu hari, Mahmud hendak pergi ke pusat kota. Mahmud berangkat dari kampus mengendarai motor dan tidak menggunakan helm. Singkat cerita, saat memasuki sebuah persimpangan di dekat pusat kota, Mahmud buru-buru menepi. Ada polantas di depan sana.

Entah ada dorongan apa dan dari mana, Mahmud turun dan berjalan menghampiri si polisi, lantas bertanya “Pak, ini lagi ada tilang?”

“Tidak, hanya penjagaan saja,” jawab polantas.

“Oh bagitu.”

“Memangnya ada apa?” Polantas bertanya keheranan.

Dengan wajah polosnya, Mahmud menjawab, “Tidak Pak, sebenarnya saya mau lewat, cuma tidak pake helm.”

“Ceh! Kalo begitu saya tilang kalo ngana lewat!”

“O saya tidak jadi lewat saja kalo begitu,” dan Mahmud berlalu begitu saja, sementara polantas cuma bisa diam karena saking heran.

Ishoma…

Sebuah kegiatan kemahasiswaan diadakan oleh lembaga di mana Mahmud memimpin. Pesertanya adalah para mahasiswa baru.

Sehari sebelum kegiatan, para peserta diberi jadwal kegiatan. Ada seorang peserta bernama Midun merasa bingung dengan kata ISHOMA pada jadwal tersebut. Dia lantas mengirimkan pesan singkat untuk bertanya kepada Mahmud, salah satu senior yang telah dia kenal baik.

“Kaka, yang jam 12, Ishoma ini materi apa e?”

“Kawan, Ishoma itu materi inti. Jadi kamu jangan ke mana-mana pas waktu materi itu,” balas Mahmud.

Ya, Mahmud adalah senior yang kadang kurang ajar. Bukannya menjelaskan malah suka jahil.

Cerita lalu berlanjut. Keesokan hari saat kegiatan dilaksanakan, waktu menunjukkan jam 12 siang. Semua peserta beristirahat, sementara Midun masih menunggu di dalam ruangan. Sekitar hampir satu jam menunggu, Midun merasa ada yang janggal. Dia lalu bertanya pada seorang panitia.

“Kaka, pemateri Ishoma ini belum datang?”

Pertanyaannya itu membuat seluruh panitia terpingkal-pingkal. Midun merasa heran.

“Kenapa tertawa kaka?”

“Adik, Ishoma itu istirahat, salat, makan. Bukan materi!”

“Cukimai!” Midun memaki dalam hati. Sumpah serakah dan makian dia alamatkan kepada Mahmud, seniornya yang kurang ajar itu.

Suntik…

Entah bernasib sial atau memang inilah karma bagi Mahmud karena menjahili juniornya, suatu sore dia menginjak paku bekas saat membersihkan halaman sekretariat. Kakinya bocor, darah sempat mengucur.

Awalnya hanya bengkak di kaki. Beberapa jam kemudian ia demam, mungkin karena infeksi. Melihat kondisinya yang sangat memprihatinkan, kami langsung memboyongnya ke puskesmas terdekat.

Para suster langsung bergerak cepat dengan memeriksan luka di kakinya. Kata dokter, Mahmud perlu disuntik dulu baru lukanya dibersihkan karena sudah infeksi.

“Adooooh cilaka!” Mahmud berteriak. Ternyata Mahmud sangat takut jarum suntik. Mau bagimana lagi, mau tidak mau, takut tidak takut, kondisinya ini tetap harus disuntik.

Singkat cerita kakinya ditahan erat dan jarum ditusuk. Satu suntikan selesai. Masih perlu satu suntikan lagi.

“Ado dokter, kita so tidak mampu,” rengek Mahmud memohon ampun kepada dokter.

“So tra ada solusi lain selain suntik kah, dok?”

Dokter menggeleng

“Dokter e, kalau bisa, suntik di gelas saja nanti saya minum!”

Sontak, seisi puskesmas riuh terbahak-bahak.

***

Yah itulah sedikit kisah dari sekian banyak kisah dari kejailan dan kekurangajaran kawan saya itu. Kisah lainnya nanti saya ceritakan lain waktu. Oh iya, saya baru ingat, Mahmud juga paling jago cerita MOP. Berikut ini bonus cerita MOP dari Mahmud.

Di kampungnya Mahmud ada satu sungai yang banyak buayanya. Akhir-akhir ini, sungai itu makan korban yang cukup banyak, baik manusia dan  binatang.

Mengantisipasi jatuhnya korban lagi, para binatang di sekitar sungai tersebut bikin pertemuan akbar untuk saling kasih ingat dan mengabarkan ke binatang lain biar jangan lewat-lewat sungai tersebut. Ada seekor babi hutan kebetulan mendengar berita tentang sungai itu. Tapi dia kurang percaya dan sedikit penasaran.

Datanglah si babi ke sungai itu. Binatang-binatang lain so kasih peringatan, cuma dasar Namanya juga babi, tidak mau dengar. Dia mau membuktikan omongan orang-orang.

Si babi mulai berenang pelan-pelan ke tepian seberang. Dia penasaran kok tidak ada buaya yang menerkamnya. Si babi lalu berenang kembali. Dia melihat ke dasar sungai, ada buaya yang menatapnya tapi tidak mendekat. Si babi ini makin penasaran, dia berenang mondar-mandir di tengah sungai dan memancing-macing. Tapi buaya masih cuek. Makin penasaran, si Babi lalu berenang ke arah buaya dan bertanya

“Wahai buaya, kenapa tidak makan saya?”

“Hmmm udah deh!” jawab buaya sambal memalingkan wajah.

Babi makin penasaran.

“Eh buaya, kenapa tidak bunuh dan makan saya?”

“Eh bukannya binatang lain ngana makan semua, kenapa saya tidak?”

Karena bosan ditanya terus, sang buaya lantas berpaling dan menatap wajah si babi lalu menjawab “Ngana piker kita tidak tau kalau ngana itu binatang haram!”

“Cukimai!” Kata si babi sambil berenang balik.

Exit mobile version